BAB I
Berdasarkan kehidupan berorganisasi, faktor
sumber daya manusia adalah faktor penting untuk menentukan setiap aktivitas
organisasi. Organisasi ialah sekolah individu yang mempunyai tujuan maupun
dibuat dengan sengaja guna beraktifitas yang dikoordinasi secara terbuka dan
sistematis maupun terkait dengan lingkungan eksternal.
Sumber daya manusia sebagai kunci kesuksesan
organisasi atau sebagai asset yang haruslah ditingkatkan, dipelihara, dihargai,
dan tidak hanya dieksploitasi, supaya bisa berkontribusi besar pada kesuksesan
organisasi. Disamping itu setiap individu pada organisasi memiliki kebutuhan,
tujuan, keinginan yang tidak sama, maka mereka harus dibina supaya setiap
tujuan bisa diintegrasikan dengan tujuan perusahaan.
Pada instansi pemerintah, pengelolaan sumber
daya manusia sangat dibutuhkan untuk mengelola pegawai dan karyawannya agar
diperoleh pegawai yang berkinerja baik, bermutu serta mengetahui tugas dan
fungsinya masing-masing sehingga dapat mencapai tingkat produktivitas dan
kinerja yang maksimal. Seluruh langkah yang dilaksanakan pada masing-masing
aktivitas diprakarsai oleh manusia yang berpotensi, baik pegawai ataupun atasan
dalam pola pengawasan dan tugas yang menjadi penentu kinerja untuk tercapainya
sasaran organisasi.
Organisasi yang memiliki anggota yang kinerjanya
baik secara langsung akan mempengaruhi kinerja organisasi atau instansi secara
keseluruhan. Untuk memperbaiki ataupun
mempertahankan capaian kinerja tentu merupakan suatu pekerjaan yang memakan waktu
dan proses yang panjang dan tidak mudah (Handoko, 1999). Kinerja sebagai hasil
kerja yang dicapai oleh pekerja atau karyawan secara kualitas dan kuantitas
yang sesuai dengan tugas dan tangung jawab mereka (Kreitner dan Kinicki, 2013).
Untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan
karyawan yang sesuai dengan persyaratan dalam organisasi, dan juga harus mampu
menjalankan tugas-tugas yang telah ditentukan oleh organisasi (Amha dan Brhane,
2020). Jika organisasi ingin mengalami perkembangan secara cepat, organisasi
haruslah memiliki SDM yang dapat memberikan kinerja yang positif. Tenaga kerja
bisa bekerja secara baik jika medapatkan dukungan organisasi yang kuat agar
dapat menciptakan kerja yang positif (Yanida,
2020). Setiap organisasi akan selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja
karyawannya, dengan harapan apa yang menjadi tujuan organisasi akan tercapai.
Beberapa langkah yang bisa menentukan kinerja karyawan akan meningkat adalah
melihat tingkat pendidikan karyawan, dan juga ditunjang oleh fasilitas kerja
yang disediakan organisasi untuk karyawannya (Roza et al., 2021).
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting
dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), terutama pada era
teknologi dan industri 4.0 saat ini. Sehingga pendidikan merupakan salah satu
hal yang mendasar yang harus dimiliki oleh setiap individu agar mendapatkan
pengetahuan. Dengan menempuh pendidikan
manusia dapat menggali dan mengembangkan potensi yang ada di dalam diri. (Roza
et al., 2021).
Selain hal tersebut, Yanida (2020) menjelaskan
bahwa utamanya tingkat pendidikan adalah salah satu alat dalam melakukan
penyesuaian diantara pekerjaan serta tugas dengan keterampilan, kecakapan,
potensi maupun keahlian melalui masing-masing pegawai dan termasuk upaya dalam
mengembangkan kinerja pegawai untuk aktivitas pengenalan pada suatu pekerjaan.
Dasarnya pendidikan diberikan untuk tambahan dalam usaha mengembangkan dan
memelihara kesiapan maupun potensi pegawai untuk menjalankan semua bentuk
tantangan dan tugas yang dialaminya (Yanida, 2020).
Menurut Hartati et al (2022), Pendidikan
mempengaruhi kemajuan suatu bangsa, terutama bagi generasi muda dan mempunyai
peran penting dalam aspek lingkungan kerja. Karena pendidikan melatih pola
berpikir dan pengembangan keterampilan yang sangat diperlukan oleh instansi
pemerintahan ataupun swasta. Apabila organisasi ingin berkembang kinerjanya
seyogyanya diikuti oleh pengembangan SDM melalui pendidikan dan pelatihan yang
berkesinambungan (Hartati et al., 2022). Dengan demikian, demi mewujudkan hasil
kinerja yang baik dan berkualitas untuk itu dibutuhkan peningkatan sumber daya
manusia sebagai perencana dan pelaksana organisasi dengan memperhatikan tingkat
pendidikannya (Sali et al., 2023).
Selain faktor tingkat pendidikan yang dapat
meningkatkan kinerja seseorang dalam organisasi, organisasi juga perlu
memperhatikan kemampuan fasilitas kerjanya sebagai penunjang dalam mewujudkan
hasil kinerja yang baik (Roza et al., 2021). Fasilitas kerja terkait dengan
lingkungan kerja, karena lingkungankerja juga merupakan fasilitas kerja, dengan
adanya lingkungan kerja yang nyaman maka pegawai dapat melaksanakan kerja
dengan baik (Chasana dan Rustianah, 2017).
Fasilitas yang memadai dapat menunjang kinerja
pegawai sedangkan bagi penerima layanan dapat memberikan rasa nyaman dan
kepuasan ketika proses layanan berlangsung (Nasrullah, 2020). Menurut Sari et
al (2023) bahwa fasilitas kerja juga diyakini mempengaruhi kinerja karyawan.
Dalam semua aspek proses kerja yang efektif perusahaan diwajibkan berupaya
untuk menyiapkan fasilitas kerja yang memadai dan lengkap untuk mendukung alur
kemajuan pekerjaan. Jika fasilitas berfungsi dengan baik, diharapkan dapat
mempengaruhi kinerja pegawai (Sari et al., 2023). Relevansi fasilitas dalam
lingkungan kerja dapat membuktikan bahwa sebagai nilai tambah untuk memastikan
optimalisasi kinerja serta memberikan motivasi kerja untuk mencapai target
pekerjaan (Amos et al., 2019).
Kantor distrik (kecamatan) Arso merupakan suatu
perangkat Pemerintahan Daerah Kabupaten Keerom Provinsi Papua yang berfungsi untuk
memberikan pelayanan administrasi penduduk per wilayahnya dan hal lain yang
berkaitan dengan kepentingan umum masyarakat setempat. Dengan adanya hal
tersebut, peningkatan kinerja aparatur desa adalah suatu hal yang menjadi
penting mengingat perubahan arah kebijakan pemerintah saat ini sebagaimana
dikehendaki oleh semangat reformasi untuk lebih luas memberi ruang gerak dan
peran serta yang lebih besar bagi masyarakat dalam kegiatan pemerintahan dan
pembangunan, dimana pemerintah beserta aparaturnya lebih berperan sebagai
fasilitator.
Selain itu,
Perubahan arah kebijakan ini membawa implikasi terhadap kemampuan
profesionalisme pegawai dalam menjawab tantangan era globalisasi dalam
menghadapi persaingan ketat dengan negara-negara lain di dunia. Bertitik tolak
dari pemikiran ini, maka peningkatan kinerja aparatur pemerintahan seperti
pegawai distrik atau kecamatan merupakan hal yang penting untuk dilaksanakan
dewasa ini. Pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan kecamatan
se-Kabupaten Keerom didukung oleh sejumlah pegawai distirk dengan berbagai
tingkat pendidikan untuk memberikan kinerja terbaiknya. Keberhasilan
pengelolaan daerah terutama dalam otonomi kusus di Provinsi Papua, pemerintah
telah memiliki kewenangan mengelola kepentingan daerah dan masyarakat sehingga
konsekuensinya pemerintah harus mampu memenuhi kepentingan masyarakat melalui
pembangunan dan pelayanan yang lebih baik.
Dari
hasil observasi awal pada kantor Distrik Arso, ditemukan masih terdapat pegawai
yang memiliki latar belakang pendidikan SLTA dan mereka menginginkan untuk
melanjutkan tingkat pendidikannya agar dapat meningkatkan kinerjanya, untuk
pegawai yang berpendidikan sarjana pun masih sedikit. Saat ini tugas yang
instansi berikan telah disesuaikan dengan latar belakang pendidikan, karena
diketahui tugas rutin pegawai dengan pendidikan SLTA di Kantor Distrik Arso
sebagian besar hanya mencatat surat masuk dan pembuatan surat pengantar untuk
pelalayanan administrasi. Selain itu, setiap hari tugas pekerjaan tidak jauh
berbeda seputar pelayanan masyarakat. Rutinitas pekerjaan yang dilakukan setiap
harinya cukup membosankan, dan kemudian mereka menyatakan bahwa dengan
pengalaman dan kemampuan yang dimiliki sangat berguna dan membantu untuk
berkinerja, namun akan lebih baik lagi apabila tingkat pendidikan mereka dapat
ditingkatkan lagi.
Permasalahan
lain yang terjadi dalam lingkungan kerja kantor Distrik Arso adalah masalah
fasilitas yang menjadi faktor penghambat untuk berkinerja. Adapun masalah
fasilitas ini terkait dengan peralatan yang dipakai untuk pelayanan
administrasi seperti; komputer yang jumlahnya terbatas; akses jaringan internet
yang sangat terbatas; dan juga bangunan kantor yang tidak terawat. Dari hal
inilah yang menyebabkan kinerja pelayanan masyarakat di Distrik Arso menjadi
terhambat. Masalah fasilitas ini juga mengakibatkan sebagian aparat distrik
memilih untuk bekerja di rumah masing-masing dan bahkan ada juga yang sama
sekali meninggalkan tanggung jawabnya.
Selanjutnya,
selain penjelasan permasalahan diatas, terdapat kesenjangan empiris dari hasil
beberapa penelitian sebelumnya. Pertama, dinyatakan oleh Nasaruddin (2022)
bahwa tingkat pendidikan dan fasilitas untuk bekerja dapat mempengaruhi hasil
kinerja yang baik dalam lingkungan organisasi. sehingga, tingkat pendidikan dan
fasilitas kerja berpengaruh secara simultan terhadap kinerja (Nasruddin, 2022). Sementara itu, Mursalin et al (2022) menemukan bahwa dalam
konteks pengaruh tingkat pendidikan dan fasilitas kerja disimpulkan dapat
berpengaruh secara simultan. Lain dari pada itu, Mursalin et al (2022)
menyatakan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap kinerja.
Berdasarkan
uraian pada latar belakang ini, telah dijelaskan bahwa tingkat pendidikan merupakan
salah satu faktor yang dapat menunjang kinerja seseorang. Selain itu fasilitas
kerja juga merupakan suatu faktor penunjang kinerja dalam organisasi. Namun
faktor-faktor tersebut tidak terjadi dalam lingkungan kerja knator Distrik Arso
Kabupaten Keerom. Kemudian terdapat kesenjangan empiris antara penelitian
Nasaruddin (2022) dan Mursalin et al (2022). Dengan demikian, penulis bertujuan
untuk menelaah kembali secara mendalam tentang pengaruh tingkat pendidikan dan
fasilitas kerja terhadap kinerja aparatur desa pada kantor Distrik Arso
Kabupaten Keerom.
Berdasarkan
uraian latar belakang, sehingga permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah tingkat pendidikan berpengaruh terhadap
kinerja aparat desa Kantor Distrik Arso?
2.
Apakah fasilitas kerja berpengaruh terhadap
kinerja aparat desa Kantor Distrik Arso?
3.
Apakah tingkat pendididkan dan fasilitas kerja
berpengaruh secara simultan terhadap kinerja aparat desa Kantor Distrik Arso?
Dari
hasil uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka didtetapkan
tujuan penelitian sebagai berikut:
1.
Untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh
secara langsung tingkat pendidikan terhadap kinerja aparat desa Kantor Distrik
Arso.
2.
Untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh
secara langsung fasilitas kerja terhadap kinerja aparat desa Kantor Distrik
Arso.
3.
Untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh
secara simultan tingkat pendidikan dan fasilitas kerja terhadap kinerja aparat
desa Kantor Distrik Arso.
Dari hasil studi empiris yang akan
dilakukan, dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai
berikut :
1.
Menjadi acuan bagi organisasi atau institusi dalam
memahami kaitan tingkat pendidikan dan fasilitas kerja dalam meningkatakan
kinerja pegawai dalam suatu organisasi atau institusi sehingga dapat dirumuskan
secara tepat beberapa inisiatif manajerial untuk pengembangan tingkat
pendidikan, fasilitas kerja, dan kinerja pegawai.
2.
Dapat menjadi suatu informasi yang bermanfaat bagi
organisasi dalam pengelolaan strategis khususnya yang berhubungan dengan
manajemen sumber daya manusia, sehingga pada akhirnya dapat bermanfaat untuk
kebijakan pengembangan tingkat pendidikan, fasilitas kerja dan kinerja pada
lingkungan organisasi atau institusi.
3.
Menjadi acuan bagi peneliti lain untuk mengembangkan
penelitian mengenai faktor-faktor lain dalam mempengaruhi kinerja dengan
hubungannya dengan pengaruh variabel-variabel lain.
Tingkat pendidikan adalah tahap yang
berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan perkembangan para peserta didik,
keluasan bahan pengajaran dan tujuan pendidikan yang dicantumkan dikurikulum.
Pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok
orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan
yang lebih tinggi dalam arti mental (Wirawan, 2009).
Tingkat pendidikan secara tidak
langsung karena membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan itu berakhir
dengan standar hidup yang tinggi. Pendidikan meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan karyawan organisasi (Khan dan Afzal, 2019). Pendidikan mengubah
cara berpikir dan merencanakan pengembangan karyawan. Dengan kata lain,
pendidikan mengarah pada strategi pengembangan manajemen sumber daya manusia dan
menjadikan seseorang lebih proaktif (Khan dan Afzal, 2019).
Menurut Simamora (2004) pendidikan dibedakan
menjadi dua jenis yaitu :
1.
Pendidikan Umum
Yaitu pendidikan yang dilaksanakan didalam dan diluar
sekolah, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, dengan tujuan
mempersiapkan dan mengusahakan para peserta pendidikan
memperoleh pengetahuan umum.
2.
Pendidikan Kejuruan
Yaitu pendidikan umum yang direncanakan untuk
mempersipakan para peserta pendidikan maupunmelaksanakan pekerjaan sesuai
dengan bidang kejuruannya.
Tingkat atau jenjang pendidikan adalah tahapan
pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik,
tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Jadi yang dimaksud
dalam hal ini adalah pendidikan formal atau akademis, tingkat/jejang pendidikan
diindonesia meliputi:
1.
Pendidikan Usia Dini
Mengacu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1 Butir 14 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu
upayapembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dalam hal ini dapat berbentuk sekolah playgroup atau taman kanak-kanak.
2.
Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan)
tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan
menengah, yaitu meliputi Sekolah Dasar (SD) dan sederajat serta Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan sederajat.
3.
Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan
dasar yang harus dilaksanakan minimal 9 tahun, yaitu meliputi Sekolah Menengah
Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan sederajatnya.
4.
Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah
yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan
spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Mata pelajaran pada
perguruan tinggi merupakan penjurusan dari SMA, akan tetapi semestinya tidak
boleh terlepas dari pelajaran SMA.
Dari kajian antropologi dan sosiologi, menurut Wirawan
(2009) terdapat tiga fungsi pendidikan antara lain:
1.
Mengembangkan wawasan subjek didik mengenai dirinya
dan alam sekitar, sehingga dengannya akan timbul kemapuan membaca (analisis),
akan mengembangkan kreativitas dan produktivitas.
2.
Melestarikan nilai-nilai insani yang akan menuntun
jalan kehidupannya sehingga keberadaannya baik secara indivual maupun sosial
lebih bermakna.
3.
Membuka pintu ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan kemajuan hidup, bagi individu dan
sosial.
Menyatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan suatu
kegiatan seseorang dalam mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk tingkah
lakunya, baik untuk kehidupan masa yang akan datang dimana melalui organisasi
tertentu ataupun tidak terorganisir. Tingkat pendidikan adalah tahapan
pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik,
tujuan yang akan dicapai dan kemauan yang dikembangkan (Wirawan, 2009).
Fasilitas berasal dari bahasa Belanda faciliteit
adalah sarana prasarana atau wahana untuk mempermudah melakukan sesuatu
(Moenir, 1978). Fasilitas bisa pula dianggap sebagai suatu alat, fasilitas
biasanya dihubungkan dalam pemenuhan suatu prasarana umum yang terdapat dalam
suatu perusahaan-perusahaan ataupun organisasi tertentu. Contohnya: fasilitas
kantor; seperti mobil; motor; dan lain-lain. Sedangkan menurut Moenir (1987),
fasilitas kerja adalah segala sesuatu yang digunakan, dipakai, ditempati, dan
dinikmati oleh pegawai baik dalam hubungan langsung dengan pekerjaan.
Fasilitas kerja merupakan sarana dan prasarana yang
berguna untuk memperlancar dan memberikan kemudahan dalam melakukan suatu
pekerjaan.Kerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang atau kelompok
(Yanida, 2020). Secara harafiah failitas kerja adalah segala sesuatu berupa
sarana dan prasarana yang dapt membantu mempermudahkan suatu kegiatan atau
aktivitas yang dilakukan seseorang atau kelompok (Chasanah dan Rustiana, 2017).
Menurut Moenir (1987) bahwa ketersediaan fasilitas
merupakan salah satu unsur yang dapat menentukan tingkat kinerja yang tinggi
bagi karyawan. Fasilitas adalah sarana dalam aktivitas kerja berbentuk fisik,
dan digunakan dalam kegiatan normal suatu organisasi, memiliki jangka waktu
kegunaan yang relatif permanen dan memberikan manfaat untuk masa yang akan
datang. Fasilitas kerja sangatlah penting karena dapat menunjang kinerja
karyawan, seperti dalam penyelesaian pekerjaan dan diukur melalui unsur dan kelayakannya
seperti:
1.
Sarana
Sarana adala segala jenis peralatan, perlengkapan
kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama atau pembantu dalam
pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang
berhubungan dengan organisasi kerja.
2.
Prasarana
Prasaranamerupakan fasilitas yang secara tidak
langsung berfungsi menunjang terselenggaranya suatu proses kerja dalam
meningkatkan kinerja sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, seperti gedung
kantor, ruang kerja, dan lainnya.
3.
Kesehatan
Kesehatan kerja merupakan salah satu bagian dari
unsur-unsur yang menunjang terhadap jiwa raga dan lingkungan kerja yang sehat.
Kesehatan kerja meliputi kesehatan jasmani dan kesehatan rohani. Kesehatan
jasmani dan rohani saling berkaitan. Kesehatan rohani akan sangat berpengaruh
terhadap kesehatan jasmani. Kesehatan jasmani sangat dipengaruhi oleh kesehatan
lingkungan.
4.
Motivasi Kerja
Motivasi kerja merupakan stimulus atau rangsangan bagi
setiap pegawai untuk bekerja dalam menjalankan tugasnya. Dengan motivasi yang
baik maka para pegawai akan merasa senang dan bersemangat dalam bekerja
sehingga mengakibatkan perkembangan dan pertumbuhan yang signifikan pada diri
organisasi.
5.
Kompensasi
Kompensasi ini meliputi segala macam imbalan pekerjaan
yang berwujud uang. Antara lain adalah gaji, berbagai macam tunjangan, THR,
insentif, bonus, komisi, pembagian profit perusahaan, opsi saham, dan
pembayaran prestasi.
Faktor kritis yang berkaitan dengan keberhasilan jangka
panjang organisasi adalah kemampuannya untuk mengukur seberapa baik anggotanya
berkarya dan menggunakan informasi tersebut guna memastikan bahwa pelaksanaan
memenuhi standar-standar sekarang dan meningkat sepanjang waktu. Penilaian
kinerja adalah alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari
pada karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan karyawan
(Handoko, 1999).
Pengertian kinerja menurut Simamora (2004) adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Selanjutnya, Amstrong (2015) mengemukakan bahwa kinerja
merupakan tingkat pencapaian dari tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Konsep kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilaksanakan
individu yang dibandingkan dengan kriteria yang telah diterapkan bersama
(Robbins, 2006).
Simamora (2004) yang menjelaskan tentang klasifikasi dalam
pengukuran kinerja sebagai berikut:
1.
Mutu atau kualitas kerja
Wujud perilaku atau kegiatan yang dilaksanakan sesuai
dengan harapan dan kebutuhan atau tujuan yang dicapai secara efektif dan
efisien.
2.
Kuantitas kerja
Jumlah kerja serta pemanfaatan waktu yang digunakan
selama jam kerja yang ditetapkan. Jenis kuantitas ini bisa dilihat dari hasil
kinerja para pegawai atau karyawan dalam menyelesaikan tugas dan tanggung
jawabnya, sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.
3.
Ketangguhan
Merupakan ukuran kemampuan untuk mengantisipasi,
mengatasi dan melakukan pemulihan dari gangguan, baik berupa guncangan atau
tekanan.
4.
Sikap
Merupakan pikiran dan perasaan puas atau tidak puas
dan dapat disimpulkan sebagai suka dantidak suka bekerja dengan kecenderungan
untuk merespons secara positif atau negatif untuk mendapatkan apa yang
diinginkan di tempat kerja.
5.
Tanggung jawab
Merupakan sikap yang ditunjukkan oleh seorang pegawai
terhadap apa yang telah ditugaskan kepadanya. Bertanggung jawab atas apa yang
dilimpahkan pimpinan akan menjamin kepercayaan pimpinan dan menjaga kenyamanan
kerja serta produktifitas kerja.
6.
Kerjasama
Kerja sama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan
dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan organisasi bersama. Kerja sama
biasanya terjadi karena orientasi orang-perorangan dengan kelompoknya (di dalam
grup) dan kelompok lainnya (di luar grup).
7.
Inisiatif
Inisiatif karyawan melakukan sesuatu yang membantu
tanpa menunggu perintah dari atasan terlebih dahulu. Karyawan yang punya
inisiatif biasanya merupakan pekerja mandiri yang dapat menjalankan perannya
tanpa perlu banyak supervisi dari atasan.
2.4 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan
beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Yanida (2020) menjelaskan bahwa utamanya tingkat pendidikan
adalah salah satu alat dalam melakukan penyesuaian diantara pekerjaan serta
tugas dengan keterampilan, kecakapan, potensi maupun keahlian melalui
masing-masing pegawai dan termasuk upaya dalam mengembangkan kinerja pegawai
untuk aktivitas pengenalan pada suatu pekerjaan. Dasarnya pendidikan diberikan
untuk tambahan dalam usaha mengembangkan dan memelihara kesiapan maupun potensi
pegawai untuk menjalankan semua bentuk tantangan dan tugas yang dialaminya
(Yanida, 2020).
Menurut Hartati et al (2022), Pendidikan
mempengaruhi kemajuan suatu bangsa, terutama bagi generasi muda dan mempunyai
peran penting dalam aspek lingkungan kerja. Karena pendidikan melatih pola
berpikir dan pengembangan keterampilan yang sangat diperlukan oleh instansi
pemerintahan ataupun swasta. Apabila organisasi ingin berkembang kinerjanya
seyogyanya diikuti oleh pengembangan SDM melalui pendidikan dan pelatihan yang
berkesinambungan (Hartati et al., 2022). Dengan demikian, demi mewujudkan hasil
kinerja yang baik dan berkualitas untuk itu dibutuhkan peningkatan sumber daya
manusia sebagai perencana dan pelaksana organisasi dengan memperhatikan tingkat
pendidikannya (Sali et al., 2023).
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan pengaruh terhadap
kinerja pegawai. Sehingga dapat
dihipotesiskan:
H1 :
Tingkat Pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
Selain faktor tingkat pendidikan yang dapat berhubungan
dengan kinerja seseorang dalam organisasi, organisasi juga perlu memperhatikan
kemampuan fasilitas kerjanya sebagai penunjang dalam mewujudkan hasil kinerja
yang baik (Roza et al., 2021). Fasilitas kerja terkait dengan lingkungan kerja,
karena lingkungankerja juga merupakan fasilitas kerja, dengan adanya lingkungan
kerja yang nyaman maka pegawai dapat melaksanakan kerja dengan baik (Chasana
dan Rustianah, 2017).
Fasilitas yang memadai dapat menunjang kinerja
pegawai sedangkan bagi penerima layanan dapat memberikan rasa nyaman dan
kepuasan ketika proses layanan berlangsung (Nasrullah, 2020). Menurut Sari et
al (2023) bahwa fasilitas kerja juga diyakini mempengaruhi kinerja karyawan.
Dalam semua aspekproses kerja yang efektif perusahaan diwajibkan berupaya untuk
menyiapkan fasilitas kerja yang memadai dan lengkap untuk mendukung alur
kemajuan pekerjaan.
Jika fasilitas berfungsi dengan baik, diharapkan
dapat mempengaruhi kinerja pegawai (Sari et al., 2023). Relevansi fasilitas
dalam lingkungan kerja dapat membuktikan bahwa sebagai nilai tambah untuk
memastikan optimalisasi kinerja serta memberikan motivasi kerja untuk mencapai
target pekerjaan (Amos et al., 2019).
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa fasilitas kerja memiliki hubungan dengan kinerja pegawai.
Sehingga dapat dihipotesiskan:
H2 : Fasilitas kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
Dari hasil beberapa penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya ditemukan bahwa tingkat pendidikan disertakan dengan
fasilitas kerja akan memberikan dampak positif terhadap kinerja seseorang (Ladjin, 2020). Kesesuaian tingkat pendidikan
dengan pekerjaan yang dilakukan akan sangat memudahkan seseorang untuk
menyelesaikan pekerjaan itu. Selanjutnya fasilitas kerja yang baik dalam
lingkunga kerja akan memberikan dampak
yang baik pada hasil kinerja yang ingin dicapai seseorang (Ladjin, 2020).
Sehingga beberapa langkah yang bisa menentukan kinerja karyawan akan meningkat
adalah memperhatikan tingkat pendidikan karyawan, dan juga ditunjang oleh
fasilitas kerja yang disediakan organisasi untuk karyawannya (Roza et al.,
2021).
Menurut (Zalman,
2022) kemampuan seseorang yang didapatkan seseorang akan memberikan
dampak kedewasaan berpikir dan mengambil keputusan dalam menghadapi suatu
pekerjaan. Bersamaan dengan itu, Zalman (2022) menegaskan bahwa setinggi apapun
tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang namun tidak didukung oleh
kelengkapan fasilitas kerja yang mumpuni, maka kinerja yang dihasilkan tidak
dapat optimal. Dengan demikian, tingkat pendidikan dan fasilitas kerja
merupakan suatu faktor yang dapat berhubungan dengan kinerja seseorang.
Sehingga dapat dihipotesiskan:
H3: Tingkat pendidikan
dan fasilitas kerja secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja.
Kerangka
konseptual penelitian adalah kaitan atau hubungan antara konsep satu dengan
konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep
didapatkan dari konsep ilmu/teori yang dipakai sebagai landasan penelitian.
Gambar
2.1 Kerangka konspetual penelitian
Penelitian
ini akan menguji sebuah hipotesis daalam hubungan pengaruh antara tingkat
pendidikan sebagai variabel independen pertama, fasilitas kerja sebagai
variabel independen kedua, dan kinerja sebagai variabel dependen. Dalam
penelitian ini akan dilakukan dengan pendekatan metode deskriptif dan seluruh
data yang akan diolah berasal dari pengisian kuesioner oleh responden. Kemudian
data akan diolah dengan model regresi linier berganda menggunakan aplikasi
SPSS.
Dalam
penelitian ini terdapat dua jenis data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1.
Data Kuntitatif
Data kuantitatif
merupakan informasi yang didapatkan dari hasil penelitian bersifat terstruktur
atau berpola dari suatu riset sehingga dapat dibaca lebih mudah oleh peneliti.
Sebagian besar data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data-data kuantitatif yang berskala
ordinal. Data kuantitatif berskala ordinal yang meliputi data-data persepsi
responden tentang variabel penelitian yang disajikan dalam skala likert 5
point.
2.
Data Kualitatif
Data kualitatif
merupakan data tentang persepsi akan apa yang
informan rasakan dan
data kuantitatif, persepsi dan emosi ini
didokumentasikan. Data
kualitatif dalam penelitian ini meliputi antara lain data yang berupa narasi
atau uraian-uraian secara deskriptif terkait variabel penelitian yang meliputi
tingkat pendidikan, fasilitas kerja, serta kinerja, sebagai hasil dari
pengisian kuesioner yang dilakukan oleh responden.
Sedangkan
sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1.
Data Primer
Suatu kumpulan yang
terdiri dari fakta-fakta untuk memberikan gambaran yang luas terkait dengan
suatu keadaan. Melalui data ini dapat menganalisis, menggambarkan, atau
menjelaskan suatu keadaan yang ada di kantor Distrik Arso Kabupaten Keerom.
2.
Data Sekunder
Merupakan data yang
diperoleh peneliti atau pengumpul data secara tidak langsung. Dikatakan tidak
langsung karena data diperoleh melalui perantara, yaitu bisa lewat orang lain,
ataupun lewat dokumen.
Populasi
dalam konteks penelitian ini merupakan objek keseluruhan dalam sebuah
penelitian atau dapat dikatakan populasi adalah jumlah keseluruhan dari
individu-individu yang karakternya akan diteliti. Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini sebanyak 34 orang aparatur kampung di kantor Distrik Arso
Kabupaten Keerom.
Sampel
merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yagn dimiliki oleh suatu populasi
dari objek penelitian yang telah ditetapkan. Namun dengan jumlah populasi yang
kurang dari 100 sehingga dalam penelitian ini semua yang masuk dalam populasi
akan diambil menjadi sampel penelitian sebanyak 34 aparatur kampung sebagai
responden di kantor kantor Distrik Arso Kabupaten Keerom.
Pengumpulan
data dalam bentuk pendistribusian kuisioner di tiap unit kerja dan kemudian
kuesioner akan diberikan kepada masing-masing responden yang dianggap memenuhi
kriteria tersebut. Pengumpulan data sampel dalam penelitian ini akan dilakukan
dengan teknik sensus sampling atau sampel jenuh yaitu seluruh populasi akan
dijadikan responden dalam penelitian ini.
Pengujian
instrument atau uji coba instrumen ini dilakukan untuk melihat apakah
butir-butir indicator dalam angket layak atau tidak untuk digunakan sebagai
instrumen dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil dari uji coba instrumen, maka
diperoleh data validitas dan reliabilitas.
Validitas
dalam penelitian menyatakan derajat ketepatan alat ukur penelitian terhadap isi
sebenarnya yang diukur. Uji validitas adalah uji yang digunakan untuk
menunjukkan sejauh mana alat ukur yang digunakan dalam suatu mengukur apa yang
diukur. Sekaran (2006) menyatakan bahwa uji validitas digunakan untuk mengukur
sah, atau valid tidaknya suatu kuesioner.
Suatu
kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. dasar pengambilannya
yaitu:
1. Jika r hitung > r tabel maka dikatakan valid.
2. Jika r hitung < r tabel maka dikatakan tidak
valid.
Pemograman
yang dipakai pada pengujian instrument ini dengan SPSS dari jawaban responden dengan penilaian
pengujian. Pengujian bertujuan apakah yang dipakai pada pengkajian menjadi
tolak ukur benar atau tidaknya. Standart nilai r hitung yang menjadi acuan
adalah 0,05 (Hair et al., 2006).
Uji
reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal ini
kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden
yang sama akan menghasilkan data yang konsisten. Dengan kata lain, reliabilitas
instrumen mencirikan tingkat konsistensi.
Pada
penelitian ini uji reliabilitas dengan menggunakan alpha cronbach yang diukur
berdasarkan skala alpha cronbach 0 sampai 1 kemudian dikelompokan ke dalam
program SPSS dan akan dikatakan reliabel jika nilai alpha cronbach menunjukkan
> 0,60 (Hair et al., 2006).
Uji
asumsi klasik adalah pengujian dengan variabel penelitian dengan model regresi,
apakah dalam variabel dan model regresinya terjadi kesalahan atau tidak. Berikut ini macam-macam uji asumsi
klasik:
Uji
Multikolinearitas bertujuan untuk menguji dan mengetahui apakah dalam suatu
model regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antar
variabel independen. Pengujian ini dapat diketahui dengan melihat nilai
toleransi dan nilai variance inflation factor (VIF). Pengujian dilakukan dengan
melihat nilai VIF atau variance inflation factors. Apabila nilai centered VIF
(Variance Inflation Factor).
Pengujian
dapat dilakukan dengan melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor
(VIF) pada model regresi. Kriteria pengambilan keputusan terkait uji
multikolinearitas adalah sebagai berikut (Ghozali, 2016) :
1.
Jika nilai VIF < 10
atau nilai Tolerance > 0,01, maka dinyatakan tidak terjadi
multikolinearitas.
2.
Jika nilai VIF > 10
atau nilai Tolerance < 0,01, maka dinyatakan terjadi multikolinearitas.
Uji
Normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai sebaran
data pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah sebaran data tersebut
berdistribusi normal ataukah tidak.
Untuk menguji apakah distribusi
data normal atau Tidak dilakukan dengan cara :
1.
Melihat histogram yang
membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi
normal.
2.
Dengan melihat normal
probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya
dengan distribusi normal. Jika distribusi adalah normal, maka garis yang
menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.
Uji
heteroskedastisitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah terdapat
ketidaksamaan variance maupun residual dari suatu pengamatan ke pengamatan
lainnya. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada suatu
model regresi terjadi ketidaknyamanan varian dari residual pada satu pengamatan
terhadap pengamatan lainnya. Biasanya
data crossection mengandung situasi heteroskedastisitas karena data ini
menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran kecil, sedang, dan besar.
Data
crossection mengandung situasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun
data yang mewakili berbagai ukuran kecil, sedang, dan besar (Ghozali, 2018).
Untuk medeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam suatu model regresi
linear berganda, maka dilakukan dengan melihat grafik scatterplot atau nilai
prediksi variabel terikat yang disebut SRESID dengan residual error ZPRED.
Pengujian heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan:
1.
Jika terdapat pola
tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan bahwa terjadi
heteroskedastisitas.
2.
Jika tidak terdapat pola
yang jelas, maupun titik-titik yang menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada
sumbu y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Analisis
regresi digunakan untuk mengukur seberapa besar pengaruh antara variabel bebas
dan variabel terikat. Apabila hanya terdapat satu variabel bebas dan satu
variabel terikat, maka regresi tersebut dinamakan regresi linear sederhana.
Sebaliknya, apabila terdapat lebih dari satu variabel bebas atau variabel
terikat, maka disebut regresi linear berganda.
Regresi
linear berganda merupakan model regresi yang melibatkan lebih dari satu
variabel independen. Analisis regresi linear berganda dilakukan untuk
mengetahui arah dan seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen (Ghozali, 2018).
Untuk mengetahui sejauh mana variabel independen
mempengaruhi variabel dependen dengan variabel-variabel tersebut dapat disusun
dalam persamaan sebagai berikut :
Dimana
:
Uji Signifikasi parameter
parsial bertujuan dengan mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel independen. Uji
signifikasi parameter individual dilakukan dengan uji statistic t.
Kesimpulan yang diambil dengan
melihat signifikasi (α) dengan kriteria pengujian:
1.
Tingkat signifikasi α > 0,05 ; maka Ho
diterima
2.
Tingkat signifikasi α < 0,05 ; maka Ho
ditolak
Uji signifikasi parameter simultan bertujuan untuk
mengetahui apakah variabel independen yang terdapat dalam persamaan regresi
secara bersama-sama berpengaruh terhadap nilai variabel dependen. Uji F
digunakan untuk menentukan apakah masing-masing variabel bebas sebagai
predictor mempunyai hubungan linieritas atau tidak dengan variabel terikat.
Pengujian
ini dilakukan dengan membandingkan nilai F ketentuan sebagai berikut :
Jika Fhitung > Ftabel
, maka Ho ditolak dan Ha diterima
Jika Fhitung < Ftabel
, maka Ho diterima dan Ha ditolak
Uji koefisien determinasi
(R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah
diantara nol dan satu. Nilai R2
yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas.
Nilai yang
mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibetulkan untuk memproduksi variasi variabel depende (Ghozali,
2018).
Definisi
operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel
dengan cara memberikan arti, atau menspesifikan kegiatan, ataupun memberikan
suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut.
Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian
Variabel
|
Definisi
|
Indikator
|
Tingkat Pendidikan (X1)
|
Pendidikan mengubah cara berpikir dan merencanakan pengembangan
karyawan. Dengan kata lain, pendidikan mengarah pada strategi pengembangan
manajemen sumber daya manusia dan menjadikan seseorang lebih proaktif
(Wirawan, 2009).
|
1.
Mengembangkan wawasan, kreativitas dan roduktivitas
2.
Melestarikan nilai-nilai insani secara indivual
maupun sosial lebih bermakna.
3.
Keterampilan dan kemajuan hidup, bagi individu dan
sosial.
|
Fasilitas Kerja (X2)
|
Fasilitas
kerja adalah segala sesuatu yang digunakan, dipakai, ditempati, dan dinikmati
oleh pegawai baik dalam hubungan langsung dengan pekerjaan (Moenir, 1987).
|
1.
Sarana
2.
Prasarana
3.
Kesehatan
4.
Motivasi Kerja
5.
Kompensasi
|
Kinerja (Y)
|
Kinerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya
(Simamora, 2004).
|
1.
Mutu atau kualitas kerja
2.
Kuantitas kerja
3.
Ketangguhan
4.
Sikap
5.
Tanggung jawab
6.
Kerjasama
7.
Inisiatif
|
Sumber: Dikembangkan untuk
penelitian ini, 2023
Seluruh variabel
dalam penelitian ini akan diukur melalui pertanyaan-pertanyaan kuesioner
berdasarkan persepsi pegawai mengenai tingkat pendidikan, fasilitas kerja, dan
kinerja di kantor Distrik Arso Kabupaten Keerom. Pernyataan-pernyataan dalam
kuesioner tersebut akan diukur dengan menggunakan 5 poin tipe likert yang
memiliki skala dimulai dari 1 (Sangat tidak Setuju), 2 (Tidak setuju), 3
(Netral), 4 (Setuju) dan 5 (Sangat setuju).
DAFTAR PUSTAKA
Amha, G.,
& Brhane, F. (2020). Determinant Of Employee Performance In Public
Organization: The Case Of Dessie City Municipality Office. International
Journal Of Marketing & Human Resource Research, 1 (1), 1-13.
Amos, D.,
Musa, Z., & Yong, C. (2019). Performance Measurement Of Facilities
Management Services In Ghana’s Public Hospitals. Building Research &
Information, 1-21.
Chasanah, I.,
& Rustiana, A. (2017). Pengaruh Kemampuan Kerja, Fasilitas Kerja, Dan
Prinsip Prosedur Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Di Kantor Kecamatan Se
Kabupaten Batang. Economic Education Analysis Journal, Vol. 6 No. 2,
433-446.
Handoko, T. H.
(1999). Manajemen (2nd Ed.). Yogyakarta: Bpfe.
Hartati, S.,
Saputra, A., & Andrianti, S. (2022). Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap
Kinerja Pegawai Dalam Melayani Masyarakat. Edukatif: Jurnal Ilmu
Pendidikan Research & Learning In Education, Volume 4 Nomor 1,
298-307.
Khan, M.,
& Afzal, H. (2019). High Level Of Education Builds Up Strong Relationship
Between Organizational Culture And Organization Performance In Pakistan. The
International Journal Of Human Resource Management, Vol. 22, No. 7,
1387–1400.
Kreitner, R.,
& Kinicki, A. (2013). Perilaku Organisasi (9th Ed. Ed.). Salemba
Empat.
Ladjin, B.
(2020). Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan Fasilitas Kerja Pada Kinerja Karyawan
Perusahaan Digital Indonesia. Jurnal Bisnis Manajemen, Vol. 1 No. 3,
223-256.
Moenir, A.
(1987). Pendekatan Manusiawi Dan Organisasi Terhadap Pembinaan
Kepegawaian. Jakarta: Penerbit Gunung Agung.
Mursalin,
Firman, A., & Badaruddin. (2022). Pengaruh Tata Kelola Arsip, Tingkat
Pendidikan,Dan Fasilitas Kerja Terhadap Kinerja Pelayanan. Jurnal
Manajemen Cash Flow, Vol. 1 No. 1, 146-160.
Nasruddin.
(2022). Pengaruh Tingkat Pendidikan Dosen Dan Fasilitas Proses Belajar
Mengajar Terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa Di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Nurul Hasanah Kutacane. Jurnal Ilmiah Indonesia, Vol. 7 No. 5,
6494-6502.
Nasrullah, M.,
Sumarto, S., Baharuddin, A., Zainal, H., & Tadampali, A. (2020). The
Effect Of Work Facilities On Employee Performance In The Office Of Investment
And One-Stop Services, Gowa Regency, South Sulawesi, Indonesia. Gnosi: An
Interdisciplinary Journal Of Human Theory And Praxis, Vol. 3 No. 2,
11-22.
Robbins, S. P.
(2006). Perilaku Organisasi (10th Ed.). (B. Molan, Trans.) Jakarta:
Pt.Indeks Kelompok Gramedia.
Roza, M.,
Agussalim, M., & Nova, M. (2021). The Influence Of Education Level, Work
Motivation And Work Facilities In Organizations On Employee Performance In
Dinas Pendidikan, West Sumatera Province. Jurnal Matua, Vol. 3 , No. 1,
151-166.
Sali, Y.,
Halim, H., & Handayanti, S. (2023). Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan
Pelatihan Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Hotel Mauve Palembang. Jurnal
Nasional Manajemen Pemasaran & Sumber Daya Manusia , Vol. 4 No. 1,
8-18.
Sari, N.,
Fauzi, A. P., Dayanti, A., Khotimah, N., Tasia, S., Husniyah, T., Et Al.
(2023). Pengaruh Fasilitas Dan Disiplin Kerjas Terhadap Kinerja Karyawan
(Literature Review Manajemen Kinerja). Jurnal Ilmu Manajemen Terapan, Vol.
4 No. 3, 363-369.
Simamora, H.
(2004). Manajemen Sumber Daya Manusia (3nd Ed.). Yogyakarta: Stie
Ykpn.
Wirawan.
(2009). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia: Teori, Aplikasi, Dan
Penelitian. Jakarta: Salemba Empat.
Yanida, S.
(2020). Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Fasilitas Kerja Dan Tingkat Pendidikan
Terhadap Kinerja Karyawan Di Kantor Cabang Bpjs Ketenagakerjaan Pasuruan. Jurnal
Manajemen Bisnis, Vol. 3 No. 2, 1-14.
Zalman, D.
(2022). Educational Level And Work Facilites Is Predictors Job Performance On
Employee Millenials. Journal Of Phsycological Manajemen, Vol. 3,
459-500.