Monday, August 28, 2023

PROPOSAL PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN FASILITAS KERJA TERHADAP KINERJA APARATUR KAMPUNG PADA KANTOR DISTRIK

 BAB I

PPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan kehidupan berorganisasi, faktor sumber daya manusia adalah faktor penting untuk menentukan setiap aktivitas organisasi. Organisasi ialah sekolah individu yang mempunyai tujuan maupun dibuat dengan sengaja guna beraktifitas yang dikoordinasi secara terbuka dan sistematis maupun terkait dengan lingkungan eksternal.

Sumber daya manusia sebagai kunci kesuksesan organisasi atau sebagai asset yang haruslah ditingkatkan, dipelihara, dihargai, dan tidak hanya dieksploitasi, supaya bisa berkontribusi besar pada kesuksesan organisasi. Disamping itu setiap individu pada organisasi memiliki kebutuhan, tujuan, keinginan yang tidak sama, maka mereka harus dibina supaya setiap tujuan bisa diintegrasikan dengan tujuan perusahaan.

Pada instansi pemerintah, pengelolaan sumber daya manusia sangat dibutuhkan untuk mengelola pegawai dan karyawannya agar diperoleh pegawai yang berkinerja baik, bermutu serta mengetahui tugas dan fungsinya masing-masing sehingga dapat mencapai tingkat produktivitas dan kinerja yang maksimal. Seluruh langkah yang dilaksanakan pada masing-masing aktivitas diprakarsai oleh manusia yang berpotensi, baik pegawai ataupun atasan dalam pola pengawasan dan tugas yang menjadi penentu kinerja untuk tercapainya sasaran organisasi.

Organisasi yang memiliki anggota yang kinerjanya baik secara langsung akan mempengaruhi kinerja organisasi atau instansi secara keseluruhan. Untuk  memperbaiki ataupun mempertahankan capaian kinerja tentu merupakan suatu pekerjaan yang memakan waktu dan proses yang panjang dan tidak mudah (Handoko, 1999). Kinerja sebagai hasil kerja yang dicapai oleh pekerja atau karyawan secara kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan tugas dan tangung jawab mereka (Kreitner dan Kinicki, 2013).

Untuk mencapai tujuan organisasi diperlukan karyawan yang sesuai dengan persyaratan dalam organisasi, dan juga harus mampu menjalankan tugas-tugas yang telah ditentukan oleh organisasi (Amha dan Brhane, 2020). Jika organisasi ingin mengalami perkembangan secara cepat, organisasi haruslah memiliki SDM yang dapat memberikan kinerja yang positif. Tenaga kerja bisa bekerja secara baik jika medapatkan dukungan organisasi yang kuat agar dapat menciptakan kerja yang positif (Yanida, 2020). Setiap organisasi akan selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawannya, dengan harapan apa yang menjadi tujuan organisasi akan tercapai. Beberapa langkah yang bisa menentukan kinerja karyawan akan meningkat adalah melihat tingkat pendidikan karyawan, dan juga ditunjang oleh fasilitas kerja yang disediakan organisasi untuk karyawannya (Roza et al., 2021).

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), terutama pada era teknologi dan industri 4.0 saat ini. Sehingga pendidikan merupakan salah satu hal yang mendasar yang harus dimiliki oleh setiap individu agar mendapatkan pengetahuan. Dengan  menempuh pendidikan manusia dapat menggali dan mengembangkan potensi yang ada di dalam diri. (Roza et al., 2021).

Selain hal tersebut, Yanida (2020) menjelaskan bahwa utamanya tingkat pendidikan adalah salah satu alat dalam melakukan penyesuaian diantara pekerjaan serta tugas dengan keterampilan, kecakapan, potensi maupun keahlian melalui masing-masing pegawai dan termasuk upaya dalam mengembangkan kinerja pegawai untuk aktivitas pengenalan pada suatu pekerjaan. Dasarnya pendidikan diberikan untuk tambahan dalam usaha mengembangkan dan memelihara kesiapan maupun potensi pegawai untuk menjalankan semua bentuk tantangan dan tugas yang dialaminya (Yanida, 2020).

Menurut Hartati et al (2022), Pendidikan mempengaruhi kemajuan suatu bangsa, terutama bagi generasi muda dan mempunyai peran penting dalam aspek lingkungan kerja. Karena pendidikan melatih pola berpikir dan pengembangan keterampilan yang sangat diperlukan oleh instansi pemerintahan ataupun swasta. Apabila organisasi ingin berkembang kinerjanya seyogyanya diikuti oleh pengembangan SDM melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan (Hartati et al., 2022). Dengan demikian, demi mewujudkan hasil kinerja yang baik dan berkualitas untuk itu dibutuhkan peningkatan sumber daya manusia sebagai perencana dan pelaksana organisasi dengan memperhatikan tingkat pendidikannya (Sali et al., 2023).

Selain faktor tingkat pendidikan yang dapat meningkatkan kinerja seseorang dalam organisasi, organisasi juga perlu memperhatikan kemampuan fasilitas kerjanya sebagai penunjang dalam mewujudkan hasil kinerja yang baik (Roza et al., 2021). Fasilitas kerja terkait dengan lingkungan kerja, karena lingkungankerja juga merupakan fasilitas kerja, dengan adanya lingkungan kerja yang nyaman maka pegawai dapat melaksanakan kerja dengan baik (Chasana dan Rustianah, 2017).

Fasilitas yang memadai dapat menunjang kinerja pegawai sedangkan bagi penerima layanan dapat memberikan rasa nyaman dan kepuasan ketika proses layanan berlangsung (Nasrullah, 2020). Menurut Sari et al (2023) bahwa fasilitas kerja juga diyakini mempengaruhi kinerja karyawan. Dalam semua aspek proses kerja yang efektif perusahaan diwajibkan berupaya untuk menyiapkan fasilitas kerja yang memadai dan lengkap untuk mendukung alur kemajuan pekerjaan. Jika fasilitas berfungsi dengan baik, diharapkan dapat mempengaruhi kinerja pegawai (Sari et al., 2023). Relevansi fasilitas dalam lingkungan kerja dapat membuktikan bahwa sebagai nilai tambah untuk memastikan optimalisasi kinerja serta memberikan motivasi kerja untuk mencapai target pekerjaan (Amos et al., 2019).

Kantor distrik (kecamatan) Arso merupakan suatu perangkat Pemerintahan Daerah Kabupaten Keerom Provinsi Papua yang berfungsi untuk memberikan pelayanan administrasi penduduk per wilayahnya dan hal lain yang berkaitan dengan kepentingan umum masyarakat setempat. Dengan adanya hal tersebut, peningkatan kinerja aparatur desa adalah suatu hal yang menjadi penting mengingat perubahan arah kebijakan pemerintah saat ini sebagaimana dikehendaki oleh semangat reformasi untuk lebih luas memberi ruang gerak dan peran serta yang lebih besar bagi masyarakat dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan, dimana pemerintah beserta aparaturnya lebih berperan sebagai fasilitator.

Selain itu, Perubahan arah kebijakan ini membawa implikasi terhadap kemampuan profesionalisme pegawai dalam menjawab tantangan era globalisasi dalam menghadapi persaingan ketat dengan negara-negara lain di dunia. Bertitik tolak dari pemikiran ini, maka peningkatan kinerja aparatur pemerintahan seperti pegawai distrik atau kecamatan merupakan hal yang penting untuk dilaksanakan dewasa ini. Pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan kecamatan se-Kabupaten Keerom didukung oleh sejumlah pegawai distirk dengan berbagai tingkat pendidikan untuk memberikan kinerja terbaiknya. Keberhasilan pengelolaan daerah terutama dalam otonomi kusus di Provinsi Papua, pemerintah telah memiliki kewenangan mengelola kepentingan daerah dan masyarakat sehingga konsekuensinya pemerintah harus mampu memenuhi kepentingan masyarakat melalui pembangunan dan pelayanan yang lebih baik.

Dari hasil observasi awal pada kantor Distrik Arso, ditemukan masih terdapat pegawai yang memiliki latar belakang pendidikan SLTA dan mereka menginginkan untuk melanjutkan tingkat pendidikannya agar dapat meningkatkan kinerjanya, untuk pegawai yang berpendidikan sarjana pun masih sedikit. Saat ini tugas yang instansi berikan telah disesuaikan dengan latar belakang pendidikan, karena diketahui tugas rutin pegawai dengan pendidikan SLTA di Kantor Distrik Arso sebagian besar hanya mencatat surat masuk dan pembuatan surat pengantar untuk pelalayanan administrasi. Selain itu, setiap hari tugas pekerjaan tidak jauh berbeda seputar pelayanan masyarakat. Rutinitas pekerjaan yang dilakukan setiap harinya cukup membosankan, dan kemudian mereka menyatakan bahwa dengan pengalaman dan kemampuan yang dimiliki sangat berguna dan membantu untuk berkinerja, namun akan lebih baik lagi apabila tingkat pendidikan mereka dapat ditingkatkan lagi.

Permasalahan lain yang terjadi dalam lingkungan kerja kantor Distrik Arso adalah masalah fasilitas yang menjadi faktor penghambat untuk berkinerja. Adapun masalah fasilitas ini terkait dengan peralatan yang dipakai untuk pelayanan administrasi seperti; komputer yang jumlahnya terbatas; akses jaringan internet yang sangat terbatas; dan juga bangunan kantor yang tidak terawat. Dari hal inilah yang menyebabkan kinerja pelayanan masyarakat di Distrik Arso menjadi terhambat. Masalah fasilitas ini juga mengakibatkan sebagian aparat distrik memilih untuk bekerja di rumah masing-masing dan bahkan ada juga yang sama sekali meninggalkan tanggung jawabnya.

Selanjutnya, selain penjelasan permasalahan diatas, terdapat kesenjangan empiris dari hasil beberapa penelitian sebelumnya. Pertama, dinyatakan oleh Nasaruddin (2022) bahwa tingkat pendidikan dan fasilitas untuk bekerja dapat mempengaruhi hasil kinerja yang baik dalam lingkungan organisasi. sehingga, tingkat pendidikan dan fasilitas kerja berpengaruh secara simultan terhadap kinerja (Nasruddin, 2022). Sementara itu,  Mursalin et al (2022) menemukan bahwa dalam konteks pengaruh tingkat pendidikan dan fasilitas kerja disimpulkan dapat berpengaruh secara simultan. Lain dari pada itu, Mursalin et al (2022) menyatakan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap kinerja.

Berdasarkan uraian pada latar belakang ini, telah dijelaskan bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang kinerja seseorang. Selain itu fasilitas kerja juga merupakan suatu faktor penunjang kinerja dalam organisasi. Namun faktor-faktor tersebut tidak terjadi dalam lingkungan kerja knator Distrik Arso Kabupaten Keerom. Kemudian terdapat kesenjangan empiris antara penelitian Nasaruddin (2022) dan Mursalin et al (2022). Dengan demikian, penulis bertujuan untuk menelaah kembali secara mendalam tentang pengaruh tingkat pendidikan dan fasilitas kerja terhadap kinerja aparatur desa pada kantor Distrik Arso Kabupaten Keerom.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, sehingga permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.      Apakah tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kinerja aparat desa Kantor Distrik Arso?

2.      Apakah fasilitas kerja berpengaruh terhadap kinerja aparat desa Kantor Distrik Arso?

3.      Apakah tingkat pendididkan dan fasilitas kerja berpengaruh secara simultan terhadap kinerja aparat desa Kantor Distrik Arso?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari hasil uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka didtetapkan tujuan penelitian sebagai berikut:

1.      Untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh secara langsung tingkat pendidikan terhadap kinerja aparat desa Kantor Distrik Arso.

2.      Untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh secara langsung fasilitas kerja terhadap kinerja aparat desa Kantor Distrik Arso.

3.      Untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh secara simultan tingkat pendidikan dan fasilitas kerja terhadap kinerja aparat desa Kantor Distrik Arso.

 

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil studi empiris yang akan dilakukan, dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1.      Menjadi acuan bagi organisasi atau institusi dalam memahami kaitan tingkat pendidikan dan fasilitas kerja dalam meningkatakan kinerja pegawai dalam suatu organisasi atau institusi sehingga dapat dirumuskan secara tepat beberapa inisiatif manajerial untuk pengembangan tingkat pendidikan, fasilitas kerja, dan kinerja pegawai.

2.      Dapat menjadi suatu informasi yang bermanfaat bagi organisasi dalam pengelolaan strategis khususnya yang berhubungan dengan manajemen sumber daya manusia, sehingga pada akhirnya dapat bermanfaat untuk kebijakan pengembangan tingkat pendidikan, fasilitas kerja dan kinerja pada lingkungan organisasi atau institusi.

3.      Menjadi acuan bagi peneliti lain untuk mengembangkan penelitian mengenai faktor-faktor lain dalam mempengaruhi kinerja dengan hubungannya dengan pengaruh variabel-variabel lain.

 

 

 

 

BAB II

LANDASAN TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Tingkat Pendidikan

2.1.1 Definisi Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah tahap yang berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan perkembangan para peserta didik, keluasan bahan pengajaran dan tujuan pendidikan yang dicantumkan dikurikulum. Pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental (Wirawan, 2009).

Tingkat pendidikan secara tidak langsung karena membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan itu berakhir dengan standar hidup yang tinggi. Pendidikan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan karyawan organisasi (Khan dan Afzal, 2019). Pendidikan mengubah cara berpikir dan merencanakan pengembangan karyawan. Dengan kata lain, pendidikan mengarah pada strategi pengembangan manajemen sumber daya manusia dan menjadikan seseorang lebih proaktif (Khan dan Afzal, 2019).

2.1.2 Jenis-Jenis Pendidikan

Menurut Simamora (2004) pendidikan dibedakan menjadi  dua jenis yaitu :

1.      Pendidikan Umum

Yaitu pendidikan yang dilaksanakan didalam dan diluar sekolah, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, dengan tujuan

mempersiapkan dan mengusahakan para peserta pendidikan memperoleh pengetahuan umum.

2.      Pendidikan Kejuruan

Yaitu pendidikan umum yang direncanakan untuk mempersipakan para peserta pendidikan maupunmelaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidang kejuruannya.

2.1.3 Tingkat Jenjang Pendidikan

Tingkat atau jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Jadi yang dimaksud dalam hal ini adalah pendidikan formal atau akademis, tingkat/jejang pendidikan diindonesia meliputi:

1.    Pendidikan Usia Dini

Mengacu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1 Butir 14 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upayapembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dalam hal ini dapat berbentuk sekolah playgroup atau taman kanak-kanak.

 

 

2.    Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah, yaitu meliputi Sekolah Dasar (SD) dan sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat.

3.    Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar yang harus dilaksanakan minimal 9 tahun, yaitu meliputi Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan sederajatnya.

4.    Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Mata pelajaran pada perguruan tinggi merupakan penjurusan dari SMA, akan tetapi semestinya tidak boleh terlepas dari pelajaran SMA.

2.1.4 Dimensi Tingkat Pendidikan

Dari kajian antropologi dan sosiologi, menurut Wirawan (2009) terdapat tiga fungsi pendidikan antara lain:

1.      Mengembangkan wawasan subjek didik mengenai dirinya dan alam sekitar, sehingga dengannya akan timbul kemapuan membaca (analisis), akan mengembangkan kreativitas dan produktivitas.

2.      Melestarikan nilai-nilai insani yang akan menuntun jalan kehidupannya sehingga keberadaannya baik secara indivual maupun sosial lebih bermakna.

3.      Membuka pintu ilmu pengetahuan dan keterampilan yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan kemajuan hidup, bagi individu dan sosial.

Menyatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan suatu kegiatan seseorang dalam mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk tingkah lakunya, baik untuk kehidupan masa yang akan datang dimana melalui organisasi tertentu ataupun tidak terorganisir. Tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemauan yang dikembangkan (Wirawan, 2009).

2.1 Fasilitas Kerja

2.2.1 Definisi Fasilitas Kerja

Fasilitas berasal dari bahasa Belanda faciliteit adalah sarana prasarana atau wahana untuk mempermudah melakukan sesuatu (Moenir, 1978). Fasilitas bisa pula dianggap sebagai suatu alat, fasilitas biasanya dihubungkan dalam pemenuhan suatu prasarana umum yang terdapat dalam suatu perusahaan-perusahaan ataupun organisasi tertentu. Contohnya: fasilitas kantor; seperti mobil; motor; dan lain-lain. Sedangkan menurut Moenir (1987), fasilitas kerja adalah segala sesuatu yang digunakan, dipakai, ditempati, dan dinikmati oleh pegawai baik dalam hubungan langsung dengan pekerjaan.

Fasilitas kerja merupakan sarana dan prasarana yang berguna untuk memperlancar dan memberikan kemudahan dalam melakukan suatu pekerjaan.Kerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang atau kelompok (Yanida, 2020). Secara harafiah failitas kerja adalah segala sesuatu berupa sarana dan prasarana yang dapt membantu mempermudahkan suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan seseorang atau kelompok (Chasanah dan Rustiana, 2017).

2.2.2 Indikator Pengukuran Fasilitas Kerja

Menurut Moenir (1987) bahwa ketersediaan fasilitas merupakan salah satu unsur yang dapat menentukan tingkat kinerja yang tinggi bagi karyawan. Fasilitas adalah sarana dalam aktivitas kerja berbentuk fisik, dan digunakan dalam kegiatan normal suatu organisasi, memiliki jangka waktu kegunaan yang relatif permanen dan memberikan manfaat untuk masa yang akan datang. Fasilitas kerja sangatlah penting karena dapat menunjang kinerja karyawan, seperti dalam penyelesaian pekerjaan dan diukur melalui unsur dan kelayakannya seperti:

1.      Sarana

Sarana adala segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama atau pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja.

 

2.      Prasarana

Prasaranamerupakan fasilitas yang secara tidak langsung berfungsi menunjang terselenggaranya suatu proses kerja dalam meningkatkan kinerja sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, seperti gedung kantor, ruang kerja, dan lainnya.

3.      Kesehatan

Kesehatan kerja merupakan salah satu bagian dari unsur-unsur yang menunjang terhadap jiwa raga dan lingkungan kerja yang sehat. Kesehatan kerja meliputi kesehatan jasmani dan kesehatan rohani. Kesehatan jasmani dan rohani saling berkaitan. Kesehatan rohani akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan jasmani. Kesehatan jasmani sangat dipengaruhi oleh kesehatan lingkungan.

4.      Motivasi Kerja

Motivasi kerja merupakan stimulus atau rangsangan bagi setiap pegawai untuk bekerja dalam menjalankan tugasnya. Dengan motivasi yang baik maka para pegawai akan merasa senang dan bersemangat dalam bekerja sehingga mengakibatkan perkembangan dan pertumbuhan yang signifikan pada diri organisasi.

5.      Kompensasi

Kompensasi ini meliputi segala macam imbalan pekerjaan yang berwujud uang. Antara lain adalah gaji, berbagai macam tunjangan, THR, insentif, bonus, komisi, pembagian profit perusahaan, opsi saham, dan pembayaran prestasi.

2.3 Kinerja

2.3.1 Definisi Kinerja

Faktor kritis yang berkaitan dengan keberhasilan jangka panjang organisasi adalah kemampuannya untuk mengukur seberapa baik anggotanya berkarya dan menggunakan informasi tersebut guna memastikan bahwa pelaksanaan memenuhi standar-standar sekarang dan meningkat sepanjang waktu. Penilaian kinerja adalah alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari pada karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan karyawan (Handoko, 1999).

Pengertian kinerja menurut Simamora (2004) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Selanjutnya, Amstrong (2015) mengemukakan bahwa kinerja merupakan tingkat pencapaian dari tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Konsep kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilaksanakan individu yang dibandingkan dengan kriteria yang telah diterapkan bersama (Robbins, 2006).

2.3.2 Indikator Penilaian Kinerja

Simamora (2004) yang menjelaskan tentang klasifikasi dalam pengukuran kinerja sebagai berikut:

1.    Mutu atau kualitas kerja

Wujud perilaku atau kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan harapan dan kebutuhan atau tujuan yang dicapai secara efektif dan efisien.

2.    Kuantitas kerja

Jumlah kerja serta pemanfaatan waktu yang digunakan selama jam kerja yang ditetapkan. Jenis kuantitas ini bisa dilihat dari hasil kinerja para pegawai atau karyawan dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya, sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. 

3.    Ketangguhan

Merupakan ukuran kemampuan untuk mengantisipasi, mengatasi dan melakukan pemulihan dari gangguan, baik berupa guncangan atau tekanan.

4.    Sikap

Merupakan pikiran dan perasaan puas atau tidak puas dan dapat disimpulkan sebagai suka dantidak suka bekerja dengan kecenderungan untuk merespons secara positif atau negatif untuk mendapatkan apa yang diinginkan di tempat kerja.

5.    Tanggung jawab

Merupakan sikap yang ditunjukkan oleh seorang pegawai terhadap apa yang telah ditugaskan kepadanya. Bertanggung jawab atas apa yang dilimpahkan pimpinan akan menjamin kepercayaan pimpinan dan menjaga kenyamanan kerja serta produktifitas kerja.

6.    Kerjasama

Kerja sama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan organisasi bersama. Kerja sama biasanya terjadi karena orientasi orang-perorangan dengan kelompoknya (di dalam grup) dan kelompok lainnya (di luar grup).

7.    Inisiatif

Inisiatif karyawan melakukan sesuatu yang membantu tanpa menunggu perintah dari atasan terlebih dahulu. Karyawan yang punya inisiatif biasanya merupakan pekerja mandiri yang dapat menjalankan perannya tanpa perlu banyak supervisi dari atasan.

2.4 Penelitian Terdahulu

2.4.1 Hubungan Pengaruh Tingkat Pendidikan dengan Kinerja

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Yanida (2020) menjelaskan bahwa utamanya tingkat pendidikan adalah salah satu alat dalam melakukan penyesuaian diantara pekerjaan serta tugas dengan keterampilan, kecakapan, potensi maupun keahlian melalui masing-masing pegawai dan termasuk upaya dalam mengembangkan kinerja pegawai untuk aktivitas pengenalan pada suatu pekerjaan. Dasarnya pendidikan diberikan untuk tambahan dalam usaha mengembangkan dan memelihara kesiapan maupun potensi pegawai untuk menjalankan semua bentuk tantangan dan tugas yang dialaminya (Yanida, 2020).

Menurut Hartati et al (2022), Pendidikan mempengaruhi kemajuan suatu bangsa, terutama bagi generasi muda dan mempunyai peran penting dalam aspek lingkungan kerja. Karena pendidikan melatih pola berpikir dan pengembangan keterampilan yang sangat diperlukan oleh instansi pemerintahan ataupun swasta. Apabila organisasi ingin berkembang kinerjanya seyogyanya diikuti oleh pengembangan SDM melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan (Hartati et al., 2022). Dengan demikian, demi mewujudkan hasil kinerja yang baik dan berkualitas untuk itu dibutuhkan peningkatan sumber daya manusia sebagai perencana dan pelaksana organisasi dengan memperhatikan tingkat pendidikannya (Sali et al., 2023).

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan pengaruh terhadap kinerja pegawai. Sehingga dapat  dihipotesiskan:

H1 : Tingkat Pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

2.4.2 Hubungan Fasilitas Kerja dengan Kinerja

Selain faktor tingkat pendidikan yang dapat berhubungan dengan kinerja seseorang dalam organisasi, organisasi juga perlu memperhatikan kemampuan fasilitas kerjanya sebagai penunjang dalam mewujudkan hasil kinerja yang baik (Roza et al., 2021). Fasilitas kerja terkait dengan lingkungan kerja, karena lingkungankerja juga merupakan fasilitas kerja, dengan adanya lingkungan kerja yang nyaman maka pegawai dapat melaksanakan kerja dengan baik (Chasana dan Rustianah, 2017).

Fasilitas yang memadai dapat menunjang kinerja pegawai sedangkan bagi penerima layanan dapat memberikan rasa nyaman dan kepuasan ketika proses layanan berlangsung (Nasrullah, 2020). Menurut Sari et al (2023) bahwa fasilitas kerja juga diyakini mempengaruhi kinerja karyawan. Dalam semua aspekproses kerja yang efektif perusahaan diwajibkan berupaya untuk menyiapkan fasilitas kerja yang memadai dan lengkap untuk mendukung alur kemajuan pekerjaan.

Jika fasilitas berfungsi dengan baik, diharapkan dapat mempengaruhi kinerja pegawai (Sari et al., 2023). Relevansi fasilitas dalam lingkungan kerja dapat membuktikan bahwa sebagai nilai tambah untuk memastikan optimalisasi kinerja serta memberikan motivasi kerja untuk mencapai target pekerjaan (Amos et al., 2019).

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa fasilitas kerja memiliki hubungan dengan kinerja pegawai. Sehingga dapat  dihipotesiskan:

H2 : Fasilitas kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

 

 

2.4.3 Hubungan Tingkat Pendidikan dan fasilitas Kerja dengan Kinerja

Dari hasil beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya ditemukan bahwa tingkat pendidikan disertakan dengan fasilitas kerja akan memberikan dampak positif terhadap kinerja seseorang (Ladjin, 2020). Kesesuaian tingkat pendidikan dengan pekerjaan yang dilakukan akan sangat memudahkan seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Selanjutnya fasilitas kerja yang baik dalam lingkunga  kerja akan memberikan dampak yang baik pada hasil kinerja yang ingin dicapai seseorang (Ladjin, 2020). Sehingga beberapa langkah yang bisa menentukan kinerja karyawan akan meningkat adalah memperhatikan tingkat pendidikan karyawan, dan juga ditunjang oleh fasilitas kerja yang disediakan organisasi untuk karyawannya (Roza et al., 2021).

Menurut (Zalman, 2022) kemampuan seseorang yang didapatkan seseorang akan memberikan dampak kedewasaan berpikir dan mengambil keputusan dalam menghadapi suatu pekerjaan. Bersamaan dengan itu, Zalman (2022) menegaskan bahwa setinggi apapun tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang namun tidak didukung oleh kelengkapan fasilitas kerja yang mumpuni, maka kinerja yang dihasilkan tidak dapat optimal. Dengan demikian, tingkat pendidikan dan fasilitas kerja merupakan suatu faktor yang dapat berhubungan dengan kinerja seseorang. Sehingga dapat dihipotesiskan:

H3: Tingkat pendidikan dan fasilitas kerja secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja.

2.5 Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka konseptual penelitian adalah kaitan atau hubungan antara konsep satu dengan konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep didapatkan dari konsep ilmu/teori yang dipakai sebagai landasan penelitian.



 

 

 

 


Gambar 2.1 Kerangka konspetual penelitian

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini akan menguji sebuah hipotesis daalam hubungan pengaruh antara tingkat pendidikan sebagai variabel independen pertama, fasilitas kerja sebagai variabel independen kedua, dan kinerja sebagai variabel dependen. Dalam penelitian ini akan dilakukan dengan pendekatan metode deskriptif dan seluruh data yang akan diolah berasal dari pengisian kuesioner oleh responden. Kemudian data akan diolah dengan model regresi linier berganda menggunakan aplikasi SPSS.

3.2 Jenis dan Sumber Data

3.2.1 Jenis Data

Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1.      Data Kuntitatif

Data kuantitatif merupakan informasi yang didapatkan dari hasil penelitian bersifat terstruktur atau berpola dari suatu riset sehingga dapat dibaca lebih mudah oleh peneliti.

Sebagian besar data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data kuantitatif yang berskala ordinal. Data kuantitatif berskala ordinal yang meliputi data-data persepsi responden tentang variabel penelitian yang disajikan dalam skala likert 5 point.

 

2.      Data Kualitatif

Data kualitatif merupakan data tentang persepsi akan apa yang

informan rasakan dan data kuantitatif, persepsi dan emosi ini

didokumentasikan. Data kualitatif dalam penelitian ini meliputi antara lain data yang berupa narasi atau uraian-uraian secara deskriptif terkait variabel penelitian yang meliputi tingkat pendidikan, fasilitas kerja, serta kinerja, sebagai hasil dari pengisian kuesioner yang dilakukan oleh responden.

3.2.2 Sumber Data

Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1.      Data Primer

Suatu kumpulan yang terdiri dari fakta-fakta untuk memberikan gambaran yang luas terkait dengan suatu keadaan. Melalui data ini dapat menganalisis, menggambarkan, atau menjelaskan suatu keadaan yang ada di kantor Distrik Arso Kabupaten Keerom.

2.      Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh peneliti atau pengumpul data secara tidak langsung. Dikatakan tidak langsung karena data diperoleh melalui perantara, yaitu bisa lewat orang lain, ataupun lewat dokumen.

 

 

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam konteks penelitian ini merupakan objek keseluruhan dalam sebuah penelitian atau dapat dikatakan populasi adalah jumlah keseluruhan dari individu-individu yang karakternya akan diteliti. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 34 orang aparatur kampung di kantor Distrik Arso Kabupaten Keerom.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yagn dimiliki oleh suatu populasi dari objek penelitian yang telah ditetapkan. Namun dengan jumlah populasi yang kurang dari 100 sehingga dalam penelitian ini semua yang masuk dalam populasi akan diambil menjadi sampel penelitian sebanyak 34 aparatur kampung sebagai responden di kantor kantor Distrik Arso Kabupaten Keerom.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam bentuk pendistribusian kuisioner di tiap unit kerja dan kemudian kuesioner akan diberikan kepada masing-masing responden yang dianggap memenuhi kriteria tersebut. Pengumpulan data sampel dalam penelitian ini akan dilakukan dengan teknik sensus sampling atau sampel jenuh yaitu seluruh populasi akan dijadikan responden dalam penelitian ini.

3.5 Pengujian Instrumen Penelitian

Pengujian instrument atau uji coba instrumen ini dilakukan untuk melihat apakah butir-butir indicator dalam angket layak atau tidak untuk digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil dari uji coba instrumen, maka diperoleh data validitas dan reliabilitas.

3.5.1 Uji Validitas

Validitas dalam penelitian menyatakan derajat ketepatan alat ukur penelitian terhadap isi sebenarnya yang diukur. Uji validitas adalah uji yang digunakan untuk menunjukkan sejauh mana alat ukur yang digunakan dalam suatu mengukur apa yang diukur. Sekaran (2006) menyatakan bahwa uji validitas digunakan untuk mengukur sah, atau valid tidaknya suatu kuesioner.

Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. dasar pengambilannya yaitu: 

1. Jika r hitung > r tabel maka dikatakan valid. 

2. Jika r hitung < r tabel maka dikatakan tidak valid. 

Pemograman yang dipakai pada pengujian instrument ini dengan  SPSS dari jawaban responden dengan penilaian pengujian. Pengujian bertujuan apakah yang dipakai pada pengkajian menjadi tolak ukur benar atau tidaknya. Standart nilai r hitung yang menjadi acuan adalah  0,05 (Hair et al., 2006).

3.5.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama akan menghasilkan data yang konsisten. Dengan kata lain, reliabilitas instrumen mencirikan tingkat konsistensi. 

Pada penelitian ini uji reliabilitas dengan menggunakan alpha cronbach yang diukur berdasarkan skala alpha cronbach 0 sampai 1 kemudian dikelompokan ke dalam program SPSS dan akan dikatakan reliabel jika nilai alpha cronbach menunjukkan > 0,60 (Hair et al., 2006).

3.6 Pengujian Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah pengujian dengan variabel penelitian dengan model regresi, apakah dalam variabel dan model regresinya terjadi kesalahan atau  tidak. Berikut ini macam-macam uji asumsi klasik: 

3.6.1 Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji dan mengetahui apakah dalam suatu model regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel independen. Pengujian ini dapat diketahui dengan melihat nilai toleransi dan nilai variance inflation factor (VIF). Pengujian dilakukan dengan melihat nilai VIF atau variance inflation factors. Apabila nilai centered VIF (Variance Inflation Factor).

Pengujian dapat dilakukan dengan melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF) pada model regresi. Kriteria pengambilan keputusan terkait uji multikolinearitas adalah sebagai berikut (Ghozali, 2016) :

1.    Jika nilai VIF < 10 atau nilai Tolerance > 0,01, maka dinyatakan tidak terjadi multikolinearitas.

2.    Jika nilai VIF > 10 atau nilai Tolerance < 0,01, maka dinyatakan terjadi multikolinearitas.

3.6.2 Uji Normalitas

Uji Normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai sebaran data pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah sebaran data tersebut berdistribusi normal ataukah tidak.

Untuk menguji apakah distribusi data normal atau Tidak dilakukan dengan cara :

1.    Melihat histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. 

2.    Dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi normal. Jika distribusi adalah normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

3.6.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah terdapat ketidaksamaan variance maupun residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lainnya. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada suatu model regresi terjadi ketidaknyamanan varian dari residual pada satu pengamatan terhadap pengamatan lainnya.  Biasanya data crossection mengandung situasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran kecil, sedang, dan besar.

Data crossection mengandung situasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran kecil, sedang, dan besar (Ghozali, 2018). Untuk medeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam suatu model regresi linear berganda, maka dilakukan dengan melihat grafik scatterplot atau nilai prediksi variabel terikat yang disebut SRESID dengan residual error ZPRED. Pengujian heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan:

1.      Jika terdapat pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan bahwa terjadi heteroskedastisitas.

2.      Jika tidak terdapat pola yang jelas, maupun titik-titik yang menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

3.7 Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi digunakan untuk mengukur seberapa besar pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat. Apabila hanya terdapat satu variabel bebas dan satu variabel terikat, maka regresi tersebut dinamakan regresi linear sederhana. Sebaliknya, apabila terdapat lebih dari satu variabel bebas atau variabel terikat, maka disebut regresi linear berganda.

Regresi linear berganda merupakan model regresi yang melibatkan lebih dari satu variabel independen. Analisis regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui arah dan seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2018).

Text Box: Y = α + b1X1 + b2X2 + e


Untuk mengetahui sejauh mana variabel independen mempengaruhi variabel dependen dengan variabel-variabel tersebut dapat disusun dalam persamaan sebagai berikut :

 



Text Box: X1	= Tingkat Pendidikan
X2 	= Fasilitas Kerja
Y 	= Kinerja
α 	= Konstanta  
b1	= Koefisien regresi antara tingkat pendididkan terhadap kinerja
b2	= Koefisien regresi antara fasilitas kerja terhadap kinerja
 


Dimana :

 

 

 

 

 

3.7.1 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statitsitk t)

Uji Signifikasi parameter parsial bertujuan dengan mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel independen. Uji signifikasi parameter individual dilakukan dengan uji statistic t.

Kesimpulan yang diambil dengan melihat signifikasi (α) dengan kriteria pengujian:

1.           Tingkat signifikasi α > 0,05 ; maka Ho diterima

2.           Tingkat signifikasi α < 0,05 ; maka Ho ditolak

3.7.2 Uji Signifikasi Simultan (Uji Statistik F)

Uji signifikasi parameter simultan bertujuan untuk mengetahui apakah variabel independen yang terdapat dalam persamaan regresi secara bersama-sama berpengaruh terhadap nilai variabel dependen. Uji F digunakan untuk menentukan apakah masing-masing variabel bebas sebagai predictor mempunyai hubungan linieritas atau tidak dengan variabel terikat. 

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F ketentuan sebagai berikut :

Jika Fhitung > Ftabel , maka Ho ditolak dan Ha diterima

Jika Fhitung < Ftabel , maka Ho diterima dan Ha ditolak

3.7.3 Uji Koefisien Determinasi (R2 )

Uji koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu. Nilai R2  yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas.

Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibetulkan untuk memproduksi variasi variabel depende (Ghozali, 2018).

3.8 Definisi Operasional variabel

Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti, atau menspesifikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut.

Tabel 3.1

Operasional Variabel Penelitian

Variabel

Definisi

Indikator

Tingkat Pendidikan (X1)

Pendidikan mengubah cara berpikir dan merencanakan pengembangan karyawan. Dengan kata lain, pendidikan mengarah pada strategi pengembangan manajemen sumber daya manusia dan menjadikan seseorang lebih proaktif (Wirawan, 2009).

1.      Mengembangkan wawasan, kreativitas dan roduktivitas

2.      Melestarikan nilai-nilai insani secara indivual maupun sosial lebih bermakna.

3.      Keterampilan  dan kemajuan hidup, bagi individu dan sosial.

Fasilitas Kerja (X2)

Fasilitas kerja adalah segala sesuatu yang digunakan, dipakai, ditempati, dan dinikmati oleh pegawai baik dalam hubungan langsung dengan pekerjaan (Moenir, 1987).

1.        Sarana

2.        Prasarana

3.        Kesehatan

4.        Motivasi Kerja

5.        Kompensasi

Kinerja (Y)

 

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Simamora, 2004).

1.        Mutu atau kualitas kerja

2.        Kuantitas kerja

3.        Ketangguhan

4.        Sikap

5.        Tanggung jawab

6.        Kerjasama

7.        Inisiatif

 

Sumber: Dikembangkan untuk penelitian ini, 2023

Seluruh variabel dalam penelitian ini akan diukur melalui pertanyaan-pertanyaan kuesioner berdasarkan persepsi pegawai mengenai tingkat pendidikan, fasilitas kerja, dan kinerja di kantor Distrik Arso Kabupaten Keerom. Pernyataan-pernyataan dalam kuesioner tersebut akan diukur dengan menggunakan 5 poin tipe likert yang memiliki skala dimulai dari 1 (Sangat tidak Setuju), 2 (Tidak setuju), 3 (Netral), 4 (Setuju) dan 5 (Sangat setuju).

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Amha, G., & Brhane, F. (2020). Determinant Of Employee Performance In Public Organization: The Case Of Dessie City Municipality Office. International Journal Of Marketing & Human Resource Research, 1 (1), 1-13.

Amos, D., Musa, Z., & Yong, C. (2019). Performance Measurement Of Facilities Management Services In Ghana’s Public Hospitals. Building Research & Information, 1-21.

Chasanah, I., & Rustiana, A. (2017). Pengaruh Kemampuan Kerja, Fasilitas Kerja, Dan Prinsip Prosedur Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Di Kantor Kecamatan Se Kabupaten Batang. Economic Education Analysis Journal, Vol. 6 No. 2, 433-446.

Handoko, T. H. (1999). Manajemen (2nd Ed.). Yogyakarta: Bpfe.

Hartati, S., Saputra, A., & Andrianti, S. (2022). Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Kinerja Pegawai Dalam Melayani Masyarakat. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Research & Learning In Education, Volume 4 Nomor 1, 298-307.

Khan, M., & Afzal, H. (2019). High Level Of Education Builds Up Strong Relationship Between Organizational Culture And Organization Performance In Pakistan. The International Journal Of Human Resource Management, Vol. 22, No. 7, 1387–1400.

Kreitner, R., & Kinicki, A. (2013). Perilaku Organisasi (9th Ed. Ed.). Salemba Empat.

Ladjin, B. (2020). Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan Fasilitas Kerja Pada Kinerja Karyawan Perusahaan Digital Indonesia. Jurnal Bisnis Manajemen, Vol. 1 No. 3, 223-256.

Moenir, A. (1987). Pendekatan Manusiawi Dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian. Jakarta: Penerbit Gunung Agung.

Mursalin, Firman, A., & Badaruddin. (2022). Pengaruh Tata Kelola Arsip, Tingkat Pendidikan,Dan Fasilitas Kerja Terhadap Kinerja Pelayanan. Jurnal Manajemen Cash Flow, Vol. 1 No. 1, 146-160.

Nasruddin. (2022). Pengaruh Tingkat Pendidikan Dosen Dan Fasilitas Proses Belajar Mengajar Terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa Di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nurul Hasanah Kutacane. Jurnal Ilmiah Indonesia, Vol. 7 No. 5, 6494-6502.

Nasrullah, M., Sumarto, S., Baharuddin, A., Zainal, H., & Tadampali, A. (2020). The Effect Of Work Facilities On Employee Performance In The Office Of Investment And One-Stop Services, Gowa Regency, South Sulawesi, Indonesia. Gnosi: An Interdisciplinary Journal Of Human Theory And Praxis, Vol. 3 No. 2, 11-22.

Robbins, S. P. (2006). Perilaku Organisasi (10th Ed.). (B. Molan, Trans.) Jakarta: Pt.Indeks Kelompok Gramedia.

Roza, M., Agussalim, M., & Nova, M. (2021). The Influence Of Education Level, Work Motivation And Work Facilities In Organizations On Employee Performance In Dinas Pendidikan, West Sumatera Province. Jurnal Matua, Vol. 3 , No. 1, 151-166.

Sali, Y., Halim, H., & Handayanti, S. (2023). Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan Pelatihan Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Hotel Mauve Palembang. Jurnal Nasional Manajemen Pemasaran & Sumber Daya Manusia , Vol. 4 No. 1, 8-18.

Sari, N., Fauzi, A. P., Dayanti, A., Khotimah, N., Tasia, S., Husniyah, T., Et Al. (2023). Pengaruh Fasilitas Dan Disiplin Kerjas Terhadap Kinerja Karyawan (Literature Review Manajemen Kinerja). Jurnal Ilmu Manajemen Terapan, Vol. 4 No. 3, 363-369.

Simamora, H. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia (3nd Ed.). Yogyakarta: Stie Ykpn.

Wirawan. (2009). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia: Teori, Aplikasi, Dan Penelitian. Jakarta: Salemba Empat.

Yanida, S. (2020). Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Fasilitas Kerja Dan Tingkat Pendidikan Terhadap Kinerja Karyawan Di Kantor Cabang Bpjs Ketenagakerjaan Pasuruan. Jurnal Manajemen Bisnis, Vol. 3 No. 2, 1-14.

Zalman, D. (2022). Educational Level And Work Facilites Is Predictors Job Performance On Employee Millenials. Journal Of Phsycological Manajemen, Vol. 3, 459-500.

No comments:

Post a Comment