BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tingkat pertumbuhan ekonomi nasional ditentukan oleh pelaksanaan dan
hasil-hasil pembangunan nasional serta kemampuan pemerintah dalam membangkitkan
kegairahan dan partisipasi seluruh rakyat dalam melaksanakan pembangunan.
Semakin tinggi pertumbuhan perekonomian, semakin besar pula sarana-sarana yang
dapat disediakan untuk kepentingan masyarakat.
Sarana yang disediakan mencakup sarana pertanian yang dikembangkan
untuk memberdayakan kehidupan masyarakat petani yang ada di pelosok desa.
Pelaksanaan pembangunan pertanian yang dilakukan untuk meningkatkan swasembada
pangan membutuhkan kerja keras dan kerja sama antara pemerintah dan petani
serta masyarakat umumnya yang berhubungan dengan sektor pertanian. Kerja keras
dalam arti bahwa semua sumber daya dan perhatian diarahkan pada program kerja
guna meraih hasil yang diinginkan.
Salah satu komoditi unggulan sektor pertanian seperti rumput laut telah
menjadi salah satu sumber pendapatan bagi masyarakat Sulawesi Tenggara
khususnya di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton saat ini. Rumput
laut merupakan komoditi yang potensial
dalam memberikan kontribusi pada pendapatan keluarga petani. Komoditi rumput
laut ini telah dibudidayakan di Desa Wawoncusu dengan luas lahan 27 ha dengan
23 orang petani.
Kegiatan usahatani yang dilakukan masyarakat terdiri dari beragam usaha
selain bercocok tanam dilakukan juga kegiatan pemasaran hasil usahatani. Hasil
usahatani sering dipasarkan secara langsung kepada pedagang pengumpul dengan tingkat
harga yang relatif rendah dibandingkan dengan penjualan yang dilakukan oleh
petani secara langsung ke pasar.
Budidaya tanaman rumput laut dilakukan masyarakat di Desa Wawoncusu
karena wilayah ini sangat cocok ditumbuhi tanaman rumput laut, sehingga usahatani
rumput laut menjadi salah satu kegiatan petani yang ada di Desa Wawoncusu,
selain itu masyarakat lebih menguasai cara budidaya rumput laut yang bersifat
tradisional. Tidaklah heran jika tanaman rumput laut diperhadapkan dengan
masalah hama. Kondisi ini menyebabkan masyarakat di Desa Wawoncusu menbutuhkan
bantuan pemerintah melalui Dinas Pertanian untuk membantu petani rumput laut
dalam mengatasi permasalahan petani rumput laut tersebut dan sekaligus
memberikan pemahaman kepada petani guna meningkatkan produksi dan kualitas
hasil panen rumput laut.
Di sisi lain petani selalu berusaha untuk meningkatkan hasil produksi rumput
laut dengan harapan untuk menjual produksi rumput laut pada tingkat harga yang
dapat memberikan keuntungan guna dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya.
Adanya kebijakan harga terhadap komoditi rumput laut membuat kegiatan petani
selalu berusaha untuk memasarkan komoditi rumput laut kepada pasar secara
langsung.
Jika dilihat dari segi perekonomian, pendapatan petani rumput laut di Desa
Wawoncusu dapat dikatakan di atas rata-rata. Hal tersebut dapat dilihat dari
terpenuhinya kebutuhan sehari-hari mereka hingga dapat membiayai pendidikan
anak mereka hingga ke perguruan tinggi.
Dari uraian yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul ”Analisis Produksi, Pendapatan dan
Pemasaran Rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu:
1.
Berapa besar produksi dan
pendapatan petani rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten
Buton.
2.
Bagaimana pemasaran rumput laut
yang ada di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton.
C.
Tujuan Penelitian
Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini yaitu:
1.
Untuk mengetahui berapa besar produksi
dan pendapatan petani rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori
Kabupaten Buton.
2.
Untuk mengetahui bagaimana pemasaran
rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton.
D.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1.
Bagi Pemerintah Kabupaten Buton,
dapat memberikan tambahan informasi dalam rangka pembinaan dalam sektor
pertanian utamanya para petani rumput laut.
2.
Bagi para petani dapat memberikan
informasi dan wawasan serta dapat memberikan masukan agar dapat meningkatkan produksi
dan pendapatannya, serta dapat memasarkan hasil pertaniannya secara tepat di masa yang akan datang.
3.
Bagi peneliti lain dapat dijadikan
sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan
penelitian ini.
E.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan menganalisis produksi dan pendapatan petani serta
pemasaran rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton. Dalam
penelitian ini hanya mencakup petani yang sudah memasarkan hasil produksinya
dalam sekali panen dengan kurun waktu satu tahun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep Petani dan Pertanian
Petani adalah orang yang pekerjaannya bercocok tanam pada tanah pertanian.
Definisi petani menurut Anwas (1992 :34) mengemukakan bahwa petani adalah orang
yang melakukan cocok tanam dari lahan pertaniannya atau memelihara ternak
dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan dari kegiatan itu.
Pengertian petani yang dikemukakan tersebut di atas tidak terlepas dari
pengertian pertanian. Anwas (1992 :34) mengemukakan bahwa pertanian adalah
kegiatan manusia mengusahakan terus dengan maksud memperoleh hasil-hasil
tanaman ataupun hasil hewan, tanpa mengakibatkan kerusakan alam.
Bertolak dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa antara petani
dan pertanian tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Oleh
karena itu perbedaannya hanya terletak pada obyek saja.
Menurut Slamet (2000 18-19), petani asli adalah petani yang memiliki
tanah sendiri, bukan penyakap maupun penyewa. Petani asli misalnya ya, saya
punya lahan sendiri,dikerjakan sendiri. Kalau yang palsu kita cuma ketengan.
Paling kita beli satu tahun, gitu. Sewa. Soalnya, bukan tanah sendiri. Misalnya
itu, sudah satu tahu kan sudah habis. Kalau sudah nggak bisa bayar lagi ya
orang lain. Ketika ditanya, jika seseorang yang memiliki tanah tetapi
pengelolaannya dikerjakan oleh buruh tani, apakah masih bisa disebut petani
asli, pak Slamet mengatakan,”ya bisa, itu namanya petani. Menurutnya, sekecil
apapun tanah yang dimiliki seorang petani, dia tetap disebut petani asli jika
dia memiliki tanah sendiri. Sebaliknya, meskipun seseorang mampu menguasai
tanah luas, tetapi tanah yang dikuasainya itu bukan miliknya sendiri, dia tidak
bisa disebut sebagai petani asli, melainkan petani ketengan. Menurutnya, seluas
apapun tanah yang dikuasai oleh petani ketengan, dia belum bisa disebut orang
kaya. Karena itu, tidak mengherankan jika seorang petani ketengan tidak dapat
meningkatkan status sosialnya dalam struktur masyarakat desa bedasarkan
penguasaan tanahnya.
Dari uraian pak Slamet, dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan
petani asli adalah petani yang memiliki tanah sendiri-bukan penyewa maupun
penyakap-terlepas dari apakah tanahnya itu digarap sendiri secara langsung
maupun digarap oleh buruh tani.
Istilah petani asli dapat ditafsirkan sebagai konstruksi masyarakat
desa paling tidak konstruksinya tentang sosok petani yang”sebenarnya”(the
real peasant). Penambahan kata”asli”dalam kata”petani”menunjukkan, bahwa
petani yang memiliki tanah sendiri adalah gambaran ideal sosok petani yang
hidup dalam konstruksi persepsi masyarakat. Di sini kita tidak bisa
mendikotomikan ”asli” dan ”palsu“, melainkan”citra ideal” dan ”kenyataan empiri”. Ideal dalam konteks ini tidak
berarti hanya hidup dalam dunia ide dan harapan, karena bisa juga lahir dari
sebuah kenyataan yang pernah ada. Itu artinya, persepsi tersebut lahir dari
sebuah pandangan historis tentang petani yang pernah dikenal masyarakat di
waktu lampau. Dengan kalimat lain, penambahan kata”asli” dalam kata”petani”
menandakan bahwa secara historis apa yang disebut petani itu adalah orang yang
menggarap dan mengelola tanah miliknya sendiri. Singkatnya, pengertian petani
secara genuine adalah orang yang memiliki dan menggarap tanah miliknya
sendiri (Slamet, 2000 :20)
Konseptualisasi petani asli menunjukkan, bahwa tanah merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari kehidupan petani. Poin pentingnya bukan hanya
terlletak pada soal, bahwa tanah adalah alat produksi utama petani, melainkan
bahwa alat produksi itu mutlak dimiliki petani. Implikasinya, petani yang tidak
memiliki tanah sendiri tidak dianggap sebagai petani sejati atau asli.
Implikasi politisnya, petani mutlak dan mempertahankan dan menjaga hak
kepemilikannya atas tanah. Dengan demikian, kita bisa mengatakan bahwa konsep
petani asli memiliki kaitan sosial-budaya-politik. (Sadikin M, 2001:31)
Pertanian (agriculture) bukan hanya merupakan aktivitas ekonomi
untuk menghasilkan pendapatan bagi petani saja. Lebih dari itu, petani adalah
sebuah cara hidup (way of life atau livehood) bagi sebagian besar
petani. Oleh karena sektor dan sistem pertanian harus menempatkan subjek petani
sebagai pelaku sektor pertanian secara utuh, tidak saja petani sebagai homo
economicus, melainkan juga sebagai homo socius dan homo religius.
Konsekuensi pandangan ini adalah dikaitkannya unsur-unsur nilai sosial-budaya
lokal, yang memuat aturan dan pola hubungan sosial, politik, ekonomi, dan
budaya ke dalam kerangka paradigma pembangunan sistem pertanian secara
menyeluruh. (Pantjar Simatupang, 2003:14-15)
Konsep pertanian tidak akan menjadi suatu kebenaran umum, karena akan
selalu terkait dengan paradigma dan nilai budaya petani lokal, yang memiliki
kebenaran umum tersendiri. Oleh karena itu pemikiran sistem agribisnis yang
berdasarkan prinsip positivisme sudah saatnya kita pertanyakan kembali.
Paradigma pertanian tentu saja sarat dengan sistem nilai, budaya, dan ideologi
dari tempat asalnya yang patut kita kaji kesesuaiannya untuk diterapkan di
negara kita. Masyarakat petani kita memiliki seperangkat nilai, falsafah, dan
pandangan terhadap kehidupan (ideologi) mereka sendiri, yang perlu digali dan
dianggap sebagai potensi besar di sektor pertanian. Sementara itu perubahan
orientasi dari peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan petani
belum cukup jika tanpa dilandasi pada orientasi kesejahteraan petani.
Peningkatan pendapatan tanpa diikuti dengan kebijakan struktural pemerintah di
dalam pembuatan aturan/hukum, persaingan, distribusi, produksi dan konsumsi
yang melindung petani tidak akan mampu mengangkat kesejahteraan petani ke
tingkat yang lebih baik. Kisah suramnya nasib petani kita lebih banyak terjadi
daripada sekedar contoh keberhasilan perusahaan McDonald dalam memberi”order”
kelompok petani di Jawa Barat. Industri gula dan usaha tani tebu serta usaha
tani padi kini”sangat rendah” dengan
jumlah dan nilai impor yang makin meningkat. (Moebyarto, 1997:28)
Jika kesejahteraan petani menjadi sasaran pembaruan kebijakan
pembangunan pertanian, mengapa kata pertanian kini tidak banyak disebut-sebut?
Mengapa Departemen Pertanian rupanya kini lebih banyak mengurus agribusiness
dan tidak lagi mengurus agriculture bukan Departement of Agribusiness?
Doktor-doktor Ekonomi Pertanian lulusan Amerika tanpa ragu-ragu sering
mengatakan bahwa farming is business. Benarkah farming (bertani)
adalah bisnis? Jawab atas pertanyaan ini dapat ya (di Amerika) tetapi di
Indonesia bisa tidak. Di Indonesia farming ada yang sudah menjadi bisnis
seperti usaha PT QSAR di Sukabumi yang kemudian bangkrut, tetapi bisa tetap
merupakan kehidupan (livehood) atau mata pencaharian di Indonesia
menghidupi puluhan juta petani tanpa menjadi bisnis.
B.
Konsep Usahatani
Kegiatan ekonomi yang dapat menghasilkan barang dan jasa disebut
berproduksi, begitu pula dalam kegiatan usahatani yang meliputi sub sektor
kegiatan ekonomi pertanian tanaman pangan, perkebunan tanaman karas, perikanan
dan peternakan adalah merupakan usahatani yang menghasilkan produksi. Untuk
lebih menjelaskan pengertian usahatani dapat diikuti dari definisi yang
dikemukakan oleh Moebyarto (1997:41) yaitu usahatani adalah himpunan
ssumber-sumber alam yang terdapat pada sektor pertanian itu diperlukan untuk
produksi pertanian, tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan di
atas tanah dan sebagainya, atau dapat dikatakan bahwa pemanfaatan tanah untuk
kebutuhan hidup.
Pengrtian di atas dapat dijelaskan bahwa pada mulanya usahatani
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga petani, segala jenis tanaman
dicoba, dibudidayakan. Segala jenis ternak dicoba, dipopulasikan, sehingga
ditemukan jenis yang cocok dengan kondisi alam setempat, kemudian disesuaikan
dengan prasarana yang harus disiapkan guna menunjang keberhasilan produk usahatani.
Menurut Mosher (1995:38) mengemukakan usahatani adalah bagian permukaan
bumi dimana seorang petani dan keluarganya atau badan hukum lainnya bercocok
tanam atau memelihara ternak.
Menurut Soekartawi (1996:39) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang
mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara
afektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu.
Moebyarto (1997:41) mengemukakan bahwa usahatani adalah himpunan
sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang dilakukan untuk produksi
pertanian. Jadi usahatani yang sesungguhnya tidak sekedar hanya terbatas pada
pengambilan hasil, melainkan benar-benar usaha produksi, sehingga di sini
berlangsung pendayagunaan tanah, investasi, tenaga kerja dan manajemen. Tingkat
keberhasilan dalam pengelolaan usahatani sangat ditentukan oleh keempat faktor
di atas.
Menurut Soekartawi (1996:24) menyatakan bahwa berhasil di dalam suatu
kegiatan usahatani tergantung pada pengelolaannya karena walaupun ketiga faktor
yang lain tersedia, tetapi tidak adanya manajemen yang baik, maka penggunaan
dari faktor-faktor produksi yang lain tidak akan memperoleh hasi yang optimal.
Bagi seorang petani, analisa pendapatan merupakan ukuran keberhasilan
dari suatu usahatani yang dikelola dan pendapatan ini digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan bahkan dapat dijadikan sebagai modal untuk memperluas
usahataninya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Patong (1995:14) bahwa bentuk
jumlah pendapatan mempunyai fungsi yang sama yaitu memenuhi kebutuhan
sehari-hari dan memberikan kepuasan kepada petani agar dapat melanjutkan
usahanya.
Lebih lanjut dikatakan oleh Hernanto (1993:50) bahwa besarnya
pendapatan petani dan usahatani dapat menggambarkan kemajuan ekonomi usahatani
dan besarnya tingkat pendapatan ini juga digunakan untuk membandingkan
keberhasilan petani yang satu dengan petani yang lainnya.
Soeharjo dan Patong (1994:16) menyatakan bahwa analisis pendapatan
usahatani memerlukan dua hitungan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan
pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani berwujud
tiga hal, yaitu:
1.
Hasil penjualan tanaman, ternak,
dan hasil ternak
2.
Produksi yang dikonsumsikan
keluarga
3.
Kenaikan nilai industri
C.
Konsep Pendapatan
Pendapatan atau perolehan merupakan suatu kesempatan mendapatkan hasil
dari setiap usaha yang dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pendapatan secara langsung diterima oleh setiap orang yang berhubungan langsung
dengan pekerjaan, sedangkan pendapatan tidak langsung merupakan tingkat
pendapatan yang diterima melalui perantara (Bambang, S. 1994:121)
Kriteria pendapatan yang ditetapkan dalam seminar pendapan nasional dan
salah satu pokok adalah batasan tingkat pendapatan untuk tingkat pendapatan
untuk kriteria pendapatan rendah sedang dan tinggi sebagai berikut :
(Muchdarsyah
Sinungan, 2003: 16 )
1.
Kriteria untuk pendapatan rendah
a.
Penduduk yang pendapatan rendah
yaitu Rp. 1. 000.000-Rp. 10. 000.000. pertahun atau rata-rata Rp. 750. 000
perkapita perbulan.
b.
Tidak memiliki pekrjaan tetap
c.
Tiadak memiliki tempat tinggal
tetep (Sewa)
d.
Tingkat pendidikan yang tebatas
2.
Kriteria untuk pendapatan sedang
a.
Penduduk yang berpendapatan sedang
yaitu Rp. 10. 000.000-Rp. 25.000.000 Rp. 1.250. 000.000 perkapita perbulan.
b.
Memiliki pekerjaan tetep
c.
Memiliki tepat tinggal yang
sederhana.
d.
Memiliki tingkat pendidikan.
3.
Kriteria untuk pendapatan tinggi
a.
Penduduk bependapatan tinggi yaitu
Rp. 25. 000.000 Rp. 50. 000.000 atau rata-rata Rp2.083.333 perkapita perbulan.
b.
Memiliki lahan dan lapangan kerja.
c.
Memiliki temapat tinggal tetap.
d.
Memiliki tingkat pendidikan
Menurut Boediono (1992:32) mengemukakan bahwa hasil pendapatan dari
seorang warga masyrakat adalah hasil
penjualan dari faktor-faktor yang dimiliki kepada faktor produksi. Jadi pendapatan
adalah hasil penjualan faktor produksi atau aset yang dimilikinya.
Dalam pengertian sederhana dapat di artikan sebagai modal penerimaan
produksi setelah dikurangi dengan biayah. Balas jasa diterima sebagai jumlah
faktor produksi yang di hitung untuk jangka waktu tertentu. Disamping itu
jumlah pendaatan mempunyai fungsi untuk memenuhi keperluan sehari-hari dan
memberikan kepuasan kepada petani agar dapat melanjutkan produksinya.
Selanjutnya pendapatan usahahatani dikenalpula istilah pendapatan kotor
(gross farm income). Pendapatan kotor usahatani adalah nilai produk usahatani
dalam jangka waktu tertentu baik yang di jual maupun yang tidak di jual.
Soekartawi, (1996:82) oleh karena itu pendapatan usahatani adalah
mencangkup semua hasil produksi. Pengertian pendapatan tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa pendapatan adalah nilai perolehan yang diterima pekerja
secara langsung sebai imbalan atas jasa dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
D.
Pentingnya Peningkatan
Pendapatan
Untuk mengetahui makna atau pentingnya peningkatan pendapatan, kita
perlu mengetahui apa sebenarnya kegunaan pendapatan. Secara garis besar
pendapatan mempunyai kegunaan sebagai sumber pengeluaran konsumsi dan sebagai
alat untuk memperbaiki taraf hidup atau meningkatkan kesejahteraan seseorang.
a.
Pendapatan sebagai sumber
pengeluaran konsumsi
Dalam perekonomian yang sederhana, pendapatan
seorang warga masyarakat pertama-tama akan dipergunakan sebagai pengeluaran
konsumsi, dan selebihnya ditabung. Hal ini sesuai dengan penjelasan Budiyono (
1992:64) bahwa dari segi kegunaannya, pendapatan seseorang dipergunakan untuk
pengeluaran konsumsi, sedangkan selebihnya adalah merupakan tabungan ( saving).
b.
Peningkatan pendapatan
sebagai usaha perbaikan taraf hidup dan peningkatan kesejahteraan.
Menurut Poerwadarminta (1986:376) taraf hidup
adalah tingkat kesejahteraan sedangkan kesejahteraan berarti kemakmuran dan
kesenangan hidup karena serba cukup (mewah, tidak kekurangan).
E.
Prinsip Biaya Dalam Usahatani
Prinsip-prinsip biaya dalam usahatani perlu diperhatikan dengan tujuan
menetapkan alternatif tentang pengeluaran biaya yang bagaimana dapat memberikan
keuntungan.
Prinsip-prinsip biaya tersebut anara
lain :
a.
Prisip biaya perimbangan (principle
of oportuniti cost )
b.
Prinsip keuntungan komperatif ( priciple of comperatife advantage )
c.
Prinsip kenaikan hasil yang
berkurang ( principle of diminishingreturn )
d.
Prinsip kombinasi usaha (principle of combining enterprises )
Dalam pengembangan usahatani secara umum tidak terlepas dari persoalan
biaya, sehingga seorang petani bila ingin memperoleh keuntungan yang sesuai,
maka diperlukan suatu perencanaan yang matang dalam pengambilan keputusan untuk
memilih usahatani yang cocok dan sesuai usaha tani.
Kartasapoerta (1988:65) menempatkan biaya sebagai tempat yang penting
dalam berproduksi sehinga tersedianya sejumlah biaya benar-benar harus
diperhitungkan sedemikian rupa agar produksi dapat berlangsung dengan baik dan
benar, karena biaya sangat berkaitan erat dengan produksi dan selalu muncul
dalam setiap kegiatan ekonomi.
Menurut Soeharjo dan Patong ( 1984:17 ) mengatakan bahwa biaya
mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan pada kegiatan usahatani.
Besarnya biaya usahatani yang dikeluarkan untuk memproduksi sangat ditentukan oleh besaran biaya pokok
dari produksi yang dihasilkan. Pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya
umum dan biaya variabel. Menurut Soekartawi ( 1990 :76 ) mengemukakan bahwa
biaya tetap meliputi pajak dan sewa tanah, sedangkan yang temasuk biaya
variabel seperti pembelian pupuk, obat- obatan dan upah tenaga kerja. Biaya
produksi merupakan biaya- biaya yang terjadi untuk mengelolah bahan baku
menjadi produk jadi yang siap dijual. Contohnya adalah biaya depresiasi mesin
dan ekuipmen, biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya gaji kariawan yang
bekerja dalam bagian-bagian, baik yang langsung maupun yang tidak langsung
berhubungan dengan proses produksi. Mulyadi (1993:14 )
Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai,
biaya dapat di kelompokan biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya
langsung adalah biaya yang terjadi, yang menyebabkan satu-satunya adalah karena
adanya satu yang dibiayai. Sedangkan biaya
tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak hanya di sebabkan oleh
sesuatu yang dibiayai. Mulyadi (1993:15 )
Penggolongan biaya menurut perilaku dalam hubunganya dengan perubahan
volume perubahan volume kegiatan, biya dapat dikelompokan menjadi :
a.
Biaya varibel yaitu biaya yang
jumlah totalnya berubah sebanding dengan volume kegiatan.
b.
Biaya semi varibel, yaitu biaya
yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
c.
Biaya semifized, yaitu biayah
tetap untuk tingkat volume kegiatan
tertentu dan berubah denga jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu.
d.
Biaya tetap,yaitu biaya yang
jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume kegiatan tertentu.
F.
Konsep Produksi
Penelitian ini berkaitan dengan konsep produksi yang menujukan besarnya
tingkat produksi rumput laut yang diperoleh petani, oleh karena itu konsep
produksi dijelaskan untuk memberikan definisi
tentang produksi menurut para pakar ekonomi. Secara umum produksi diartikan
sebagai aktivitas untuk menciptakan barang
dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Jadi produksi adalah
aktivitas yang menciptakan atau menambahkan utility suatu barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan manusia.
Sofyan Assauri (1993:54 ) mengemukakan bahwa produksi adalah kegiatan
mencitakan atau menambah kegunaan (utility)
sesuatu barang atau menambah kegunaan (utility) sesuatu barang atau jasa dengan
mengunakan sumber- sumber (tenaga kerja,mesin,bahan-bahan, dan modal) yang ada.
Sedangkan Wasis (1992:40) menjelaskan bahwa roduksi adalah merubah
bahan atau komponen (produksi) menjadi barang jadi. I Gusti Ngurah (1994:19
)mengemukakan bahwa produksi adalah sebagai hasil proses aktivitas ekonomi
dengan manfaat sumberdaya yang tersedia serta memiliki potensi sebagai faktor
produksi.
Hermanto (1994:32) mengemukakan bahwa produksi adalah suatu proses
untuk memenuhi kebutuhan untuk penyelengaran jasa-jasa lain yang dapat memenuhi
kebutuhan manusia. Oleh karena itu produksi merupakan tindakan manusia. Oleh
karena itu produksi merupakan tindakan manusia untuk menciptakan atau menambah
nizlai guna barang sesuai dengan yang dikehendaki.
Menurut Mubyarto (1996 :25) menyatakan bahwa produksi petani adalah
hasil yang diperoleh sebagai akibat bekerjanya faktor produksi tanah, modal,
tenaga kerja simultan.
Dalam melakukan usahatani, seorang pengusaha atau seorang petani akan
selalu baerfikir untuk mengalokasikan input seefisien mungkin untuk memproduksi
yang maksimal. Cara berfikir yang demikian adalah wajar, mengingat petani
melkukan konsep bagaimana memaksimumkan keuntungan. Dalam ilmu ekonomi cara
berfikir demikian sering disebut dengan pendekatan maksimumkan keuntungan
atau profit mazimition. Dalam kaitan itu Kartasapoerta (1988:43)
mengemukakan bahwa produksi merupakan
hasil yang diperole yang berkaitan dengan proses berlangsungnya proses
produksi. Kuantitas dan kualitas hasil (output ) tersebut tergantung pada
keadaan input yang telah diberikan. Jadi antara input dan output terdapat
kaitan yang jelas.
Dalam bidang pertanian istilah yang dimaksud yaitu hasil pekerjaan
beberapa faktor produksi secara sekaligus. Moebyarto. (1996:30) oleh karena itu
faktor-faktor ekonomi yang berpengaruh terhadap produksi khususnya lahan, dan
modal, tingkat kesuburan, dan faktor-faktor lain yang melekat dalam faktor
lahan itu sendiri.
Soekartawi dan Patong (1984: 78 ) mengemukakan bahwa dalam menghitung
produksi usahatani biasanya dibedakan antara konsep produksi per unit usahatani
( cabang usahatani ) oleh produksi total uasaha tani adalah kualitas hasil yang
dipergunakan di suatu jenis usahatani selama periode tertentu.
G.
Pengertian Pemasaran
Menurut Philip Khotler (1996) mengemukakan
bahwa”Marketing is a social and
managerial process by which individuals and groups obtain what they med and
want throught creating offering and exacahnging produtcts of value which other”.
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan
manejerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka
butuhkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertahankan produk yang bernilai
dengan produk yang lain.
Definisi pemasaran ini berdasarkan pada konsep
inti yaitu kebutuhan (needs), keinginan
(wants), dan permintaan (demands), produk (barang, jasa dan
gagasan) nilai biaya, kepuasan, petukaran dan transaksi, hubungan dan jaringan
pasar, serta pemasaran dan prospek.
Kemudian Basu Swastha (1999) mendefinisikan
pemasaran sebagai sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan
jasa yang dapat menawarkan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun maupun pembeli potensial.
Dari kedua pengertian di atas dapat kita
simpulkan bahwa pemasaran merupakan keseluruhan sistem dari kegiatan-kegiatan
bisnis yang dinamis dan terintegrasi yang di tunjukan untuk merencanakan,
menentukan harga merupakan sistem dan mendistribusikan produk-produk yang dapat
memuaskan keinginan pasar dalam langkah mencapai tujuan organisasi.
2.1.8 Pengertian Saluran Pemasaran
Dan Jenis-Jenis Saluran Pemasaran
Pemasaran hasil pertanian merupakan suatu
kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kegiatan pemasaran
suatu produk, kita harus mempertimbangkan saluran pemasaran yang dapat dipakai
untuk menyalurkan produk dari produsen ke konsumen. Menurut Philip Khotler
(1996) mengemukakan bahwa saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang
saling tergantung dan terlibat dalam proses menjadikan suatu produk atau jasa
siap untuk digunakan atau di konsumsi.
Sedangkan menurut Basu Swastha (1999)
saluran pemasaran adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan
barang tersebut dari produsen sampai kekonsumen atau pemakai industry.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung
dalam rangka proses penyaluran barang dari produsen kepada konsumen.
suatu barang dapat berpindah melalui
beberapa tangan sejak dari produsen sampai kepada konsumen. Ada beberapa
saluran distribusi yang dapat digunakan untuk menyalurkan barang-barang yang
ada.
Jenis saluran distribusi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a.
Saluran
distribusi langsung, Saluran ini merupakan saluran distribusi yang paling
sederhana dan paling rendah yakni saluran distribusi dari produsen ke konsumen
tanpa amenggunakan perantara. Disni produsen dapat menjual barangnya melalui
pos atau mendangi langsung rumah konsumen, saluran ini bisa juga diberi istilah
saluran nol tingkat (zero stage chanel).
b.
Saluran
disrtibusi yang menggunakan satu perantara yakni melibatkan produsen dan
pengecer. Disini pengecer besar langsung membeli barang kepada produsen,
kemudian menjualnya langsung kepada konsumen. Saluran ini biasa disebut dengan saluran satu tingkat (one stage chanel).
c.
Saluran
distribusi yang menggunakan dua kelompok pedagang besar dan pengecer, saluran
distrinusi ini merupakan saluran yang banyak dipakai oleh produsen. Disini
produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar
saja, tidak menjual kepada pengecer pembelian oleh pengecer dilayani oleh
pedagang besar dan pembelian oleh konsumen hanya dilayani oleh pengecer saja.
Saluran distribusi semacam ini disebut juga saluran distribusi dua tingkat (two stage chanel).
d.
Saluran
distribusi yang menggunakan tiga pedagang perantara. Dalam hal ini produsen
memilih agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya kepada pedagang
besar yang kemudian menjualnya kepada took-toko kecil. Saluran distribusi
seperti ini dikenal juga dengan istilah saluran distribusi tiga tingkat (three stage chanel), Philip Kotler
(1996).
2.1.9 Beberapa Fungsi Dalam
Proses Pemasaran Hasil Pertanian
Dalam proses pemasaran, hasil
pertanian ada beberapa fungsi yang harus ditampung oleh pihak produsen dan
elemen-elemen terlibat dalam penyaluran yang seringkali funsi-fungsi ini
menimbulkan masalah yang harus diperlukan oleh produsen maupun elemen-elemen
yang terlibat dalam rantai pemesaran. Fungsi-fungsi tersebut terdiri dari :
a.
Pembelian
dan pengumpulan ini merupakan fungsi ysng bersangkutan dengan pemendihan atau
memiliki sejumlah barang yang dimaksudkan sebagai persedian produksi atau untuk
mencukupi kebutuhan. Dalam menganalisa pembelian ini ada beberapa tindakan yang
harus diperhatikan yaitu penatapan kebutuhan, pencarian sumber kebutuhan,
perundingan harga dan transaksi resmi.
b.
Penjualan
dan penyebaran ini merupakan kegiatan untuk mencari dan mengusahakan agar
barang-barang yang telah diproduksi atau dimiliki dapat dipasarkan secara
menguntungkan.
c.
Pengangkutan
dan transportasi, merupakan suatu fungsi yang berarti memindahkan suatu produk
dari sumber penghasilanya ke pasar atau konsumen pada waktu tertentu yang tepat
disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan pasar atau konsumen. Jadi
transportasi menciptakan kegunaan tempat dan kegunaan waktu.
d.
Menyimpan
produk (storage), fungsi ini
merupakan fungsi yang hampir ditemukan pada setiap lembaga pemasaran, ini
merupakan suatu pengumpulan sementara produk sebelum dipasarkan.
e.
Pengolahan
produk, dalam tataniaga pemasaran disini bukan pengolahan bentuk, ukuran luar
dan sebagainya, tetapi berupa penyortiran produk-produk tersebut.
f.
Pendanaan
atau pembiayaan (financing), yaitu
penyediaan sejumlah uang guna suatu transaksi jual beli produk.
g.
Resiko,
merupakan fungsi yang bersangkutan dengan kerugian yang timbul akibat kurang
matangnya pertimbangan dalam pembuatan rencana.
h.
Keterangan
pasar, yaitu fungsi pencarian informasi tentang pasar yang diperlukan untuk
penyusunan kebijakan pemasaran produk, Mubyarto (1997)
2.1.10 Pengertian Margin Pemasaran
dan Faktor Yang Mempengaruhi
Mergin pemasaran merupakan perbedaan
antara harga yang diterima oleh petani produsen dengan harga yang harus
dibayarkan oleh konsumen akhir. Besar kecilnya perbedaan harga ditingkat
konsumen akhir akan dipengaruhi oleh:banyak lembaga pemasaran yang ikut dalam
proses pemasaran, panjang atau pendeknya saluran yang dilalui dan jarak pasar,
Nurlan F (1986).
Menurut Khol dan Uhl dalam Astin Akitasan
(2004) mendefinisikan marjin pemasaran merupakan rasio antara nilai tambah yang
diperoleh pelaku pemasaran tertentu dan harga yang dibayarkan oleh konsumen.
Sementara itu Downey dan Trocke (1981) margin pemasaran
adalah perbedaan antara harga penjualan produk pada dua tahapan yang berurutan
dalam saluran distribusi pemasaran produk yang bersangkutan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas,
dapat disimpulkan bahwa margin pemasaran merupakan perbedaan atau selisih
antara harga penjualan yang diterima setiap lembaga pemasaran pada dua tahapan
yang berurutan dalam saluran pemasaran mulai dari produsen sampai kepada
konsumen akhir.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya kecilnya
margin tata pemasaran antara lain banyaknya lembaga yang terlibat dalam proses
pemasaran produk tersebut, atau panjang produk yang dilalui untuk mencapai
pasar.
Menurut Rashit dan Caudry dalam Basirun
dkk (1991) mengumumkan bahwa ada dua unsur yang mempengaruhi margin pemasaran ,
yaitu:1) biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan fungsi tata niaga seperti
mengumpulan, pengolahan, penyimpanan, pengepakan, pengangkutan dan lain-lain,
2) besar keuntungan dari pasar-pasar perantara atau keuntungan pedagang
perantara. Selanjutnya Buse dan Brandow dalam Basirun dkk (1991) telah
melakukan penelitian tentang hubungan antara volume, biaya dan harga terdapat
margin dengan menggunakan ordinary square
regrestion. Dimana dari hasil ketiga variable yang diteliti memperlihatkan
pengaruh yang signifikan terhadap margin tata niaga pemasaran.
2.2.
Kajian Empirik
Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Wa Ode Astuti (2006) dengan judul”Analisis
Pemasaran Rumput Laut Di Kecamatan Kulisusu Kabupaten Muna”. Dengan menggunakan
analalisis marjin pemasaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa marjin
pemasaran rumput laut di kecamatan kulisusu kabupaten muna sangat besar.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Yusri (2007) dengan judul”Studi Pendapatan Kakao Kecamatan Mowewe
Kabupaten Kolaka”. Dengan menggunakan
analisis π =
TR –TC dimana π adalah Pendapatan Bersih, TR= Total
Revenue (Pendapatan Kotor), TC= Total
Cost (Totaol Biaya). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat
pendapatan bersih yang diperoleh petani kakao sesuai kriteria yang ditetapkan
BPS, tergolong masyarakat berpendapatan tinggi.
2.3.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kajian teoritis di atas, maka kerangka pikir
yang mendasari penelitian ini adalah bahwa budidaya rumput laut yang dilakukan petani
rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton dimaksudkan
untuk memperoleh produksi, pendapatan dan menjelaskan pemasaran.
Dimana ketiga (produksi, pendapatan dan pemasaran) variable
diatas akan dianalisis menggunakan alat analisis deskptif untuk menjawab
permasalahan yang dikemukakan sehingga dapat memberikan kesimpulan dan
rekomendasi peningkatan pendapatan untuk
kesejateraan petani rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten
Buton. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema kerangka pikir penelitian
di bawah ini:
Petani rumput
laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Muna
|
Produksi
|
pemasaran
|
Pendapatan
|
Analisis
|
Hasil dan pembahasan
|
Kesimpulan dan
Rekomendasi peningkatan Pendapatan
|
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir
Penelitian
2.4.
Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini merumuskan
hipotesisi sebagai berikut:
1.
Diduga bahwa produksi dan
pendapatan petani rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten
Buton relatif besar.
2.
Diduga bahwa pemasaran rumput laut
yang ada di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton menggunakan
saluran distribusi langsung dan saluran distribusi satu tingkat.
BAB III
METODE
PENELITIAN
A.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori
Kabupaten Buton pada tahun 2012.
B.
Rancangan Penelitian
Sesuai dengan penelitian yaitu analisis produksi dan pendapatan petani
rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton, maka
penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang
menggambarkan tingkat produksi, pendapatan petani dan pemasarannya.
C.
Populasi dan Sampel Serta
Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah adalah seluruh petani rumput laut
yang ada di Desa Wawoncusu yang berjumlah 23 orang. Karena jumlah populasi yang
terbilang sedikit maka pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara
sensus yakni seluruh jumlah petani rumput laut yaitu 23 orang dijadikan sebagai
sampel.
D.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu :
1.
Data primer adalah data yang
diperoleh langsung dari responden yaitu petani rumput laut di Desa Wawoncusu.
Data-data tersebut adalah :
a.
Luas lahan
b.
Jumlah produksi
c.
Harga jual
d.
pemasaran
e.
Biaya-biaya
2.
Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari instansi terkait baik pemerintah, seperti BPS, kantor kecamatan,
kelurahan maupun swasta yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan penelitian
ini seperti data batas wilayah dan luas wilayah.
E.
Variabel dan Definisi
Operasional Variabel
1.
Harga yang dimaksud adalah nilai
jual produk rumput laut yang digunakan oleh petani dalam pemasaran rumput laut,
diukur dengan satuan rupiah.
2.
Komoditi yang dimaksud adalah
hasil produksi tanaman rumput laut yang menjadi salah satu sumber pendapatan
bagi petani,diukur dengan satuan buah.
3.
Biaya dimaksud adalah pengeluaran
petani yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani dan kegiatan pemasaran rumput
laut yang dihitung dalam satuan rupiah.
4.
Pendapatan dimaksud adalah
pendapatan kotor yang dikurangi dengan biaya produksi yang dikeluarkan petani
ditambah biaya pemasaran dari petani tersebut, dihitung dengan satuan rupiah.
5.
Petani dimaksud adalah masyarakat
tani yang melakukan kegiatan usahatani rumput laut di Desa Wawoncusu Kecamatan
Kapontori Kabupaten Buton, dalam satuan orang.
6.
pemasaran adalah Saluran
distribusi langsung dari produsen ke konsumen dan saluran satu tingkat dari
pengecer besar langsung membeli barang kepada produsen, kemudian menjualnya
langsung kepada konsumen .
F.
Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1.
Metode analisis deskriptif yaitu
metode analisis untuk mengetahui pendapatan petani rumput laut di Desa Wawoncusu,
data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan analisis
pendapatan dengan rumus :
Π
= TR-TC
Dimana :
Π
= Keuntungan yang diperoleh petani
rumput laut (pendapatan bersih)
TR =
Total harga jual yang diterima petani rumput laut (pendapatan kotor)
TC =
Total biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan bertani dan pemasaran
2.
Metode analisis deskriptif
kualitatif yaitu metode analisis dimana data yang diperoleh selanjutnya diolah
dan dianalisis untuk ditarik suatu kesimpulan.
DAFTAR
PUSTAKA
Astin Akitasan, 2004, Margin Pemasaran, LP3ES-UI-Jakarta.
Anwas
Adiwilaga, 1992, Pengantar Ilmu Pertanian,
Rineke Cipta, Jakarta.
Bambang, S. 1994, Analisis Laporan Keuangan , LP3ES-Jakarta.
Basirun
dkk, 1991, Analisis
Pemasaran, Bumi Aksara, Jakarta.
Basu
Swastha, 1999,
Jenis-Jenis Pemasaran , Intimedia, Jakarta.
Boediono, 1992, Pengantar Ekonomi Makro, BPFE-UGM, Yogyakarta.
Downey
dan Trocke, 1981, Teori
Marketing, , Bina Aksara, Jakarta.
Gugun
Kismono, 2002, Sosiologi Kemasyarakatan,
Percetakan Nasional, Jakarta.
Hermanto, 1995, Pengelolaan Hasil-hasil Pertanian, Intimedia, Jakarta.
Hernanto, 1993, Teori Ekonomi, Bina Aksara, Jakarta.
I
Gusti Ngurah, 1994, Teori Ekonomi Makro dan
Pembangunan Pertanian, BPFE-UGM, Yogyakarta.
Kamaluddin, 2001, Perilaku Keluarga dalam Organisasi, Gramedia, Jakarta.
Kartasapoetra, 1988, Konsep Biaya, Bina Aksara, Jakarta.
Moebyarto, 1997, Pengantar Ilmu Pertanian, LP3ES-UGM, Yogyakarta.
Mosher, 1995, Pertanian (Agrikultur) Cetakan Kelima, Bina Aksara,
Jakarta.
Muchdarsyah
Sinungan, 2003, Produktivitas dan Pendapatan
Masyarakat, Bumi Aksara, Jakarta.
Mulyadi, 1993, Teori Biaya dan Produksi, LP3ES-UI-Jakarta.
Nurlan
F, 1986, Indicator
Keberhasilan Dalam Pemasaran. , UI-Press, Jakarta.
Pantjar
Simatupang, 2003, Petani dan Permasalahan Petani,
Rajawali Press, Jakarta.
Patong, 1995, Perencanaan Usahatani, Pustaka Presindo, Jakarta.
Philip Khotler , 1996, Manejemen
Marketing, Cetakan Kelima, Bina Aksara, Jakarta.
Poerwadarminta, 1986, Kesejateraan Dan Kemakmuran Kelima, Bina Aksara, Jakarta.
Sadikin
M., 2001, Pengembangan Sektor Pertanian (Penanganan
Komoditi Unggul), UGM Press, Jakarta.
Siagian, 1992, Pembangunan Ekonomi Masyarakat Indonesia, Bina Aksara,
Jakarta.
Simanjuntak, 1999, Kesejahteraan dan Kesempatan Kerja di Indonesia, Jakarta
Press, Jakarta.
Slamet, 2000, Agrikultur, LPN-IPB-Bogor.
Soeharjo
dan Potang, 1994, Ekonomi Pertanian Indonesia,
Angkasa, Bandung.
Soekartawi
dan Potang, 1984, Usahatani Untuk Penelitian dan
Pengembangan Usaha Kecil, UI-Press, Jakarta.
Soekartawi, 1996, Manajemen Usahatani, Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
Sofyan
Assauri, 1993, Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian,
Rineka Cipta, Jakarta.
Supanto J, 1997, Statistik Pendapatan Nasional dan Aplikasi Pembangunan,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Wasis, 1992, Pembangunan Ekonomi, Salemba Empat, Jakarta.
No comments:
Post a Comment