Produksi kedelai Indonesia hingga saat ini masih kalah jauh dibandingkan Amerika
Serikat. Padahal, Indonesia memiliki beberapa varietas kedelai yang memiliki
produktivitas lebih unggul dibandingkan produk serupa dari Negeri Paman Sam.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny
Sri Hartati di Gedung Paramadina, Jakarta, Selasa (10/9/2013) mengatakan
keunggulan produktivitas kedelai tersebut sayangnya tak dimanfaatkan secara
optimal oleh pemerintah.
"Tinggal persoalannya ada kesungguhan dari pemerintah untuk
meningkatkan produktivitas kedelai kita atau tidak," kata Enny.
Temuan INDEF mengungkapkan eberapa varietas kedelai lokal seperti Wilis,
Slamet, Mahameru, Anjasmara yang ditanam di beberapa daerah seperti Malang,
Kerawang, Majalengka, Lampung, Jambi, Kapuas, Maros Sulawesi Selatan, Nusa
Tenggara Barat, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara mampu diproduksi tiga
hingga empat ton per hektare lahan.
Tingkat produktivitas kedelai lokal itu lebih tinggi dibandingkan tanaman
pangan serupa dari AS yang hanya mampu menghasilkan 2,7 ton per hektare.
Sayangnya, kata Enny, saat ini petani di tanah air hanya mampu memproduksi
kedelai sebanyak 1,3 ton per hektare, atau lebih rendah dibandingkan AS.
Rendahnya produktivitas itu membuat produksi kedelai Indonesia hanya mampu
menghasilkan 850 ribu ton per tahun.
INDEF menilai, persoalan kedelai yang dialami perajin tahu dan tempe saat
ini sebetulnya bermula dari ketiadaan lahan. Saat ini areal pertanian dengan
luas mencapai sengaja dibiarkan menganggur karena tidak ada insentif pemerintah
terhadap petani untuk meningkatkan lahannya.
"Misalnya musim kemarau, irigasi tidak memadai, hasil produksi tidak
menentu, dan harga jatuh saat musim panen, ini yang menyebabkan petani tidak
mempunyai insentif untuk menanam. Apalagi proporsi kedelai dengan komoditas
seperti jagung dan padi tidak kompetitif, sehingga menanam kedelai menjadi
pilihan akhir bagi petani," kata dia.
No comments:
Post a Comment