BAB I
PENDAHULUAN
Hortikultura (horticulture) berasal dari bahasa Latin hortus (tanaman kebun) dan cultura (budidaya), dan dapat diartikan sebagai budidaya tanaman kebun. Bidang kerja hortikultura meliputi pembenihan, pembibitan, kultur jaringan, pemanenan, pengemasan dan pengiriman (Anonim, 2009).
Tanaman Holtikultura terdiri dari tanaman buah (pomology), bunga (florikultura), sayuran (olerikultura), obat-obatan,
dan taman (lansekap). Tanaman sayuran merupakan salah satu komoditas
penting terutama di Indonesia, selain sebagai bahan makanan, tanaman
sayuran ini banyak menyimpan kandungan vitamin yang dibutuhkan tubuh
manusia. Oleh karena itu pembudidayaan tanaman sayuran harus terus
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia tersebut (Anonim, 2009).
Brassicaceae
dan Cucurbitaceae merupakan family dari tanaman yang banyak dijadikan
sebagai sayuran. Dari family Brassicaceae yang menjadi sayuran penting
di Indonesia antara lain Kubis, Sawi, Kol, Brokoli. Sedangkan dari
family Cucurbitaceae yang menjadi sayuran penting di Indonesia antara
lain Timun, Pare, dan masih banyak yang lain.
Dalam
pembudidayaan tanaman sayuran dari kedua family tersebut yang menjadi
kendala penting adalah adanya organisme pengganggu tanaman hama maupun
penyakitnya. Hama yang menyerang tanaman sayuran dalam pembudidayaannya
dapat berupa serangga atau hewan lain. Tetapi yang mendominasinya adalah
dari golongan serangga.
Serangga yang menjadi hama penting pada tanaman sayuran kedua family tersebut antara lain adalah Ulat Tritip (Plutella xylostella), Ulat Krop (Crocidolomia binotalis Zell.), Ulat Tanah (Agrotis ipsilon), dan Ulat Grayak (Spodoptera litura) untuk tanaman sayuran famili Brassicaceae, sedangkan pada family Cucurbitaceae hama utamanya antara lain adalah Lalat buah (Dacus cucurbitae Coq.), Lalat pengkorok daun (Liriomyza huidobrensis), Oteng-oteng atau Kutu Kuya (Aulocophora similis Oliver), dan Siput (Achatina fulica) (Esti, 2010).
Kerusakan
yang ditimbulkan akibat hama ini dapat merusak, mengurangi produksi,
bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu mempelajari dan
mengenal hama-hama penting yang menyerang kedua family tanaman sayuran
tersebut sangatlah penting, yang kemudian dapat dijadikan sebagai
pedoman untuk pengendaliannya.
Tujuan
dari dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui sistematika,
morfologi, stadia merusak, cara merusak, gejala serangan, bagian yang
diserang, dan cara pengendalian hama-hama penting pada tanaman sayuran
family Brassicaceae dan Cucurbitaceae.
BAB II
PEMBAHASAN
a.1 Ulat Tritip (Plutella xylostella)
Sistematika
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Family : Plutellidae
Genus : Plutella
Species : Plutella xylostella
(Anonim, 2009)
Morfologi dan Daur hidup
Telur Plutella xylostella berbentuk bulat panjang, lebarnya sekitar 0,26 mm dengan panjang
0,49 mm. Ngengat betina dapat bertelur 180-320 butir. Umumnya telur
diletakkan dibalik daun satu per satu, kadang dua-dua, atau tiga-tiga.
Telurnya mengelompok dalam 1 daun atau daun yang berlainan tanaman
sehingga satu ngengat dapat bertelur pada banyak tanaman kubis (Pracaya,
2009).
Larva
yang baru menetas warnanya hijau pucat, sedangkan ulat dewasa lebih tua
warna kepalanya lebih pucat dengan bintik-bintik atau garis cokelat.
Panjang larva sekitar 9 – 10 mm, relatif tidak berbulu dan mempunyai 5
pasang tungkai palsu. Larva sangt licin dan jika disentuh akan
menjatuhkan diri seakan-akan mati. Lama stadium larva 13 hari pada suhu
16 – 25oC.
Setelah
cukup umur, ulat mulai membuat kepompong dari bahan seperti benang
sutra abu-abu putih dibalik permukaan daun untuk menghindari panasnya
sinar matahari. Pembentukan kepompong mulai dari dasarnya, sisi kemudian
tutupnya. Kepompong masih terbuka pada bagian ujung untuk keperluan
pernapasan. Pembuatan kepompong ini diselesaikan dalam waktu 24 jam.
Setelah selesai ulat berubah menjadi pupa. Kulit ulat biasanya diletakan
didalam kepompong, tetapi kadang juga diletakkan diluar kepompong.
Mula-mula pupa berwarna hijau muda, kemudian berubah menjadi hijau tua
dan kemudian berubah menjadi imago (Pracaya, 2009).
Imago
dari hama ini memiliki warna sayap yang abu-abu kecoklatan. Namun sayap
betina berwarna lebih pucat. Saat istirahat, empat sayapnya menutupi
tubuh dan seakan-akan terdapat gambar seperti jajaran genjang yang
warnanya putih seperti berlian. Oleh karena itu, hama ini disebut
ngengat punggung berlian.
Stadia Merusak
Plutella xylostella merusak tanaman dari stadia larva atau ketika masih menjadi ulat (Pracaya, 2009).
Gejala Serangan dan Bagian Tanaman yang Dirusak
Larva Plutella xylostella memakan bagain bawah
daun sehingga tinggal epidermis bagian atas saja. Gejala serangan hama
ini yang terlihat pada daun sangat khas dan tergantung dari instar larva
yang menyerang. Larva
instar I memakan daun kubis dengan jalan membuat lubang ke dalam
permukaan bawah daun. Setelah itu larva membuat liang-liang korok ke
dalam jaringan parenkim sambil memakan daun (Pracaya, 2009).
Larva
instar II keluar dari liang-liang korok yang transparan dan memakan
jaringan daun pada permuakaan bawah. Demikian juga dengan larva instar
III dan IV memakan daun dalam jumlah yang lebih banyak sehingga
meninggalkan cirri yang khas, yaitu lapisan epidermis tipis pada
permukaan atas bekas gigitan ulat akan pecah dan menimbulkan lubang
besar pada daun. Bila populasi tinggi, kerusakan berat pada daun sering
terjadi, yaitu hamper seluruh daun dimakan larva dan hanya meninggalkan
tulang-tulang daun. Biasanya hama ini menyerang tanaman yang masih muda,
yaitu sebelum tanaman membentuk krop dan paling banyak muncul pada
pertanaman berumur 2-6 minggu setelah tanam (Pracaya, 2009).
Pengendalian
Secara Mekanis
Pengendalian yang
paling baik adalah secara mekanis. Caranya sejak tanaman tumbuh selalu
diamati dan ulat segera dipijit sampai mati jika ada yang terlihat. Pada
waktu hati mulai gelap, buatlah obor dibeberapa penjuru kebun kubis,
lalu dibawah obor diberi piring atau cawan yang berisi air. Karena
ngengat termasuk binatang yang suka cahaya pada waktu malam hari, hama
ini akan segera datang pada waktu melihat obor, dan jatuh ke dalam cawan
yang berisi air, lalu mati (Pracaya, 2009).
Secara Biologis
Pengendalian
secara biologis dilakukan dengan cara mengurangi populasi ngengat
tritip mempergunakan makhluk hidup seperti burung gereja dan prenjak.
Burung ini sering mencari pakan berupa ulat tritip. Oleh karena itu,
burung-burung jangan dimatikan atau dikurangi jumlahnya. Capung dan
sejenis tabuhan sering juga mengejar-ngejar ngengat. Selain itu ada 2
jenis serangga yang asalnya dari selandia baru, yaitu Angitia cerophaga
Grav. Serangga ini bertelur pada tubuh ulat atau pupa tritip. Setelah
menetas, ulatnya keluar dan memakan tubuh ulat tritip atau pupa yang
ditempati (endoparasit). Perkembangan Angitia lebih cepat dari ulat
tritip, dari telur sampai menjadi kepompong sekitar 10 hari.
Sekarang sudah ada jenis bakteri yang dipergunakan untuk memberantas tritip, yaitu Bacillus thuringiensis
Berliner. Ulat yang terkena semprotan berisi bakteri ini dalam waktu
berapa hari akan mati dan menjadi keras, demikian juga kepompongnya.
Jika telah diberantas secara biologis, hama ini jangan diberantas dengan
bahan kimia karena predator atau bakteri akan mati.
Secara Kimia
Jika
jumlahnya sangat banyak sehingga sudah melampai ambang ekonomi, segera
semprot ulat dan ngengat dengan insectisida. Sebaiknya, pemakaian
insectisida ini selalu bergantian jenisnya supaya tidak menimbulak
kekebalan pada hama. Pakailah dosis yang mematikan sesuai petunjuk.
Sanitasi
Di
sekitar kebun kubis diusahakan tidak ada tanaman yang akan menjadi
tempat persembunyian ngengat punggung berlian, misalnya tanaman keluarga
Cruciferae (sawi liar dan lobak).
Bahan dari Tanaman
Tomat (Lycopersicum esculentum)
dari famili solanaceae dapat digunakan untuk pemberantasan ulat tritip.
Caranya adalah 1 kg daun tomat dan batang ditumbuh, lalu dicampur
dengan 17 liter air yang didiamkan beberapa jam sesudah itu, campuran
disaring dan ditambahkan sedikit sabun sebagai perata atau perekat.
Sekitar 17 liter bahan dapat dipakai untuk menyemprot sekitar 1000
tanaman kol yang diserang ulat tritip (ngengat punggung berlian).
Tanaman alami lainnya yang bisa berfungsi sebagai pembasmi ulat tritip, yaitu 5 buah cabai rawit (Capsicum frutescens), 3 umbi bawang putih (Allium sativum), 1 genggam beras daun gamal (Gliricidia sepium), dan 1 umbi bawang merah (Allium cepa
Var. Ascalonicum). Bahan ditumbuk sampai halus, lalu dicampur diberi
air panas dan dibiarkan semalam. Kemudian campuran bahan tersebut
disaring dan diberi sabun sedikit. Setelah itu, larutan tersebutditambah
air sampai menjadi 20 liter. Ramuan tersebut dapat menyemprot kol
dipersemaian dan di lapangan yang diserang ulat tritip (Plutella maculipennis) (Pracaya, 2009).
Rotasi Tanaman
Rotasi
tanaman dilakaukan untuk memutus daur hidup ngengat tritip, jangan
menanam tanaman kubis dan tanaman lain yang sekeluarga seperti sawi,
lobak, radis, dan mustard dalam 1 tahun terus-menerus. Penanaman tanaman
tersebut dapat dilakuakan 3-4 bula. Sebaiknya, penanaman tanaman dari
keluarga tanaman ini seperti tomat, kedelai, selada, dan ubi jalar juga
dilakukan (Pracaya, 2009).
a.2 Ulat Krop/Jantung Kubis (Crocidolomia binotalis Zell.)
Sistematika
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Family : Pyralidae
Genus : Crocidolomia
Species : Crocidolomia binotalis Zell
(Anonim, 2009)
Morfologi
Telurnya
diletakkan di balik daun secara berkelompok, jumlah tiap kelompok
sekitar 11 - 18, dan setiap kelompok berisi sekitar 30 - 80 butir telur.
Telur berbentuk pipih dan menyerupai genteng rumah, berwarna jernih.
Diameter telur berkisar antara 1-2 mm. Stadium telur berlangsung selama 3
hari (Pracaya, 2009).
Larva
yang baru menetas hidup berkelompok di balik daun. Sesudah 4 - 5 hari,
mereka bergerak ke titik tumbuh. Ulat yang baru menetas berwarna kelabu,
kemudian berubah menjadi hijau muda. Pada punggungnya ada 3 baris putih
kekuning-kuningan dan dua garis di samping, kepalanya berwarna hitam.
Panjang ulat sekitar 18 mm. Punggungnya ada garis berwarna hijau muda.
Sisi kiri dan kanan punggung warnanya lebih tua dan ada rambut dari
kitin yang warnanya hitam. Bagian sisi perut berwarna kuning. Ada juga
yang warnanya kuning disertai rambut hijau (Pracaya, 2009).
Pupa
terletak dalam tanah di dekat pangkal batang inang. Panjang pupa
sekitar 8,5 - 10,5 mm, berwarna hijau pudar dan coklat muda, kemudian
berubah menjadi coklat tua seperti tembaga.
Imago
jantan lebih besar dan lebih lebih panjang sedikitdaripada yang betina.
Warna sayap muka krem dengan bercak abu-abu coklat. Ngengat jantan
berambut hitam berumbia-rumbia di tepi masing-masing sayap muka di
samping kepala, yang betina kurang rimbun. Lama hidup untuk ngengat
betina sekitar 16 - 24 hari. Daur hidupnya sekitar 22 - 30 hari. Panjang
larva dapat mencapai 18 - 25 mm.
Stadia Merusak
Crocidolomia binotalis Zell merusak tanaman dari stadia larva atau ketika masih menjadi ulat (Pracaya, 2009).
Gejala Serangan dan Bagian yang Dirusak
Larva
kecil memakan bagian bawah daun dengan meninggalkan bekas berupa bercak
putih. Lapisan epidermis permukaan atas daun biasanya tidak ikut
dimakan dan akan berlubang setelah lapisan tersebut kering serta hanya
tinggal tulang-tulang daunnya. Bila bagian pucuk yang terserang maka
tanaman tidak dapat membentuk krop sama sekali.
Larva
instar II mulai memencar dan menyerang daun bagian lebih dalam dan
sering kali masuk ke dalam pucuk tanaman serta menghancurkan titik
tumbuh. Apabila serangan terjadi pada tanaman kubis yang telah membentik
krop, larva yang telah mencapai instar III akan menggerek ke dalam krop
dan merusak bagain tersebut, sehingga dapat menurunkan nilai
ekonominya. Tidak jarang juga akan sering terjadi pembusukan krop karena
serangan tersebut yang diikuti oleh serangan skunder yaitu oleh jamur.
Ulat krop kubis lebih banyak ditemukan pda pertanaman yang telah
membentuk krop, yaitu pada tanaman berumur 7- 11 minggu setelah tanam.
Tanaman
kubis atau sawi yang diserang ulat ini selain rusak dan daunnya habis
dimakan, tanaman juga menjadi rusak dengan adanya sisa-sisa kotoran
bekas ulat makan. Bila telur dalam kelompok menetas, sekitar 300 ulat
akan makan titik tumbuh sempurna. Ulat akan menyerang dengan cepat pada
tanaman lainnya sehingga ulat ini merupakan hama yang berbahaya bagi
tanaman sawi besar dan kol.
Pengendalian
Secara Biologi
Pengendalain secara biologi dapat menggunakan musih alami, musuh alami dari Crocidolomia binotalis Zell. antara lain adalah:
Secara Fisik
Kelompok
telur dan larva yang baru saja menetas diambil dan dimusnahkan.
Gerombolan ulat tersebut dapat diambil dengan lidi yang diruncingi dan
mengambil telur beserta sedikit daun, kemudian dimasukkan dalam suatu
wadah untuk diberikan pada ayam atau dimusnahkan dengan cara dibakar.
Pengambilan telur dan kelompok ulat tersebut paling tidak dilakukan dua
kali setiap minggunya.
Secara Kultur Teknis
Menanam
pada waktu musim hujan karena populasi hama ini paling rendah
(sedikit).Penyemprotan dengan ekstrak biji nimba dan tuba.
Secara Kimia
Pengendalian
secara kimia dapat adalah tekhnik pengendalain akhir yang dilakuakn
setelah pengendalain yang lain tidak dapat lagi mencegah adanya hama
tersebut, dapat menggunakan insektida sistemik.
a.3 Ulat Tanah (Agrotis ipsilon)
Sistematika
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Family : Noctuidae
Genus : Agrotis
Species : Agrotis ipsilon Hufn
(Anonim, 2009)
Morfologi
Telur
diletakkan secara tunggal atau beberapa butir bersama-sama pada tanaman
muda, rerumputan dan lain-lain. Bentuk telur bulat kecil berdiameter
0,5 mm dan berwarna kuning muda, sehingga dilapangan sulit untuk
ditemukan. Telur menetas setelah 3-5 hari (Pracaya, 2009).
Larvanya
berwarna coklat tua sampai hitam dan hidup pada daun tanaman muda.
Larva membuat lubang0lubang kecil dengan jalan memakan jaringan-jaringan
daun. Bila larva sudah besar panjangnya antara 2,5-3,0 cm akan pindah
ke tanah. Pada siang hari larva bersembunyi di dalam tanah, di sekitar
batang tanaman yang dirusaknya. Lama stadium larva 30-36 hari.
Pupa dibentuk dipermukaan tanah dengan kokon terbuat dari tanah. Daur hidup ulat tanah berkisar antara 46-71 hari.
Imagonya
memiliki sayap depan dengan warna coklat tua dengan beberapa titik
putih dan bergaris-garis. Imagonya aktif terbang pada waktu senja dan
malam hari. Lama hidup imagonya antara 7-14 hari.
Stadia Merusak
Agrotis ipsilon Hufn merusak tanaman dari stadia larva atau ketika masih menjadi ulat (Pracaya, 2009).
Gejala Serangan dan Bagian yang Dirusak
Gejala
serangan yang khas ditandai dengan terpotongnya tanaman pada pangkal
batang atau tangkai daun. Kerusakan berat terjadi pada awal musim
kemarau.
Pengendalian
Pengendalian ulat
ini diarahkan pada cara bercocok tanam yang lebih baik seperti
pengolahan tanah yang intensif sehingga mampu menekan kehidupan larva
dan pupa.
a.4 Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Sistematika
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Family : Noctuidae
Genus : Spodoptera
Species : Spodoptera litura
(Anonim, 2009)
Morfologi
Telur
berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun
(kadang-kadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan
diletakkan berkelompok (masing-masing berisi 25 - 500 butir) yang
bentuknya bermacam-macam pada daun atau bagian tanaman lainnya. Kelompok
telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh
bagian ujung ngengat betina.
Sayap
ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperak-perakan, sayap
belakang berwarna keputih-putihan dengan bercak hitam. Malam hari
ngengat dapat terbang sejauh 5 kilometer.
Larva
mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai kalung/bulan sabit berwarna
hitam pada segmen abdomen yang keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral
dorsal terdapat garis kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau
muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan dan hidup
berkelompok. Beberapa hari kemudian tergantung ketersediaan makanan,
larva menyebar dengan menggunakan benang sutera dari mulutnya. Siang
hari bersembunyi dalam tanah (tempat yang lembab) dan menyerang tanaman
pada malam hari. Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara
bergerombol dalam jumlah besar. Warna dan perilaku ulat instar terakhir
mirip ulat tanah perbedaan hanya pada tanda bulan sabit, berwarna hijau
gelap dengan garis punggung warna gelap memanjang. Umur 2 minggu panjang
ulat sekitar 5 cm (Pracaya, 2009).
Hama
ini membentuk kepampong di dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah
pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm.
Siklus hidup berkisar antara 30 - 60 hari (lama stadium telur 2 - 4
hari, larva yang terdiri dari 5 instar : 20 - 46 hari, pupa 8 - 11
hari). Seekor ngengat betina dapat meletakkan 2000 - 3000 telur.
Stadia Merusak
Spodoptera litura merusak tanaman dari stadia larva atau ketika masih menjadi ulat.
Gejala Serangan dan Bagian yang Dirusak
Larva
yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis
bagian atas/transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Larva instar
lanjut merusak tulang daun dan kadang-kadang menyerang buah. Biasanya
larva berada di permukaan bawah daun menyerang secara serentak
berkelompok, serangan berat dapat menyebabkan tanaman gundul karena daun
dan buah habis dimakan ulat. Serangan berat umumnya terjadi pada musim
kemarau.
Pengendalian
Secara Mekanis
Caranya
adalah telur yang ada diambil bersama dengan daun tempat menempelnya.
Pengambilannya jangan sampai terlambat sebab ulat akan bersembunyi di
dalam tanah jika telah besar.
Pembuatan perangkap ulat grayak juga dapat dilakuakan, caranya
adalah dengan pembuatan parit sepanjang sisi kebun dengan lebar 60cm
dan dalam 45cm. Ulat grayak yang masuk kedalam parit dimatikan denga
menggulung kayu bulat yang digerakkan majumundur siatas ulat grayak.
Cara lain adalah paritnya diisi dengan jerami atau bahan lainnya yang
mudah terbakar, lalu dibakar hingga ulat grayaknya mati.
Secara Biologis
Caranya adalah hama disemprot Bacillus thuringiensis atau Borrelinavirus litura.
Secara Kimia
Caranya adalah hama disemprot insektisida seperti Azodrin sedini mungkin sebelum ulat pergi bersembunyi kedalam tanah.
Sanitasi
Pembersihan gulma agar tidak menjadi tempat berkembang biak dan bersembunyi ngengat dan ulat.
b.1 Lalat buah (Dacus cucurbitae Coq.)
Sistematika
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Tephritidae
Genus : Dacus
Species : Dacus cucurbitae Coq.
(Anonim, 2009)
Morfologi
Telur lalat buah Dacus cucurbitae Coq. berbentuk ramping, berwarna putih dan ukuran 1/12 inci dari panjangnya. Telur dimasukkan ke dalam buah dalam tandan 1 sampai 37 dan akan menetas dalam 2 sampai 4 hari.
Larva lalat buah ini mengalami 3 tahap atau 3 instar. Larva
atau belatung lalat buah ini memiliki bentuk yang khas yaitu berbentuk
silinder, memanjang, menyempit dan agak melengkung ke bawah pada akhir
dan mulut kait di kepala. Belatung ini mencapai sekitar 1/2 inci panjangnya pada saat jatuh tempo. Periode larva berlangsung 6-11 hari, dengan setiap tahap selama 2 hari atau lebih. Jangka waktu pembangunan larva sangat dipengaruhi oleh inangnya.
Hama ini membentuk kepompong atau pupa pada tanah di bawah tanaman inang. Ukuran pupanya adalah 1/5 atau 1/4 inci panjangnya, berbentuk elips dan kusam putih kekuningan warna cokelat. Selama cuaca hangat tahap pupa berlangsung 9 sampai 11 hari.
Lalat buah dewasa sedikit lebih besar dari lalat-lalat buah lainnya. Ukuranya 1/3 sampai 1/2 inci panjang dengan lebar sayap 1/2 sampai 3/5 inci. Kepala dan mata berwarna coklat tua. Tubuh mereka yang coklat kekuningan dengan bercak kuning di atas dasar pasangan kaki pertama. Sebuah garis kuning, dengan garis melengkung di kedua sisinya, hadir di tengah-tengah punggung. Ujung terjauh tubuh dari kepala berwarna kuning. Sayap
bermotif dengan band coklat tebal yang membentang sepanjang tepi
terkemuka, berakhir di tempat coklat yang lebih besar di ujungnya. Band lain tipis memanjang dari pangkal sayap persis di trailing edge dari sayap masing-masing. Sebuah bercak coklat terjadi di dekat margin sayap. Perut yang berwarna kuning kemerahan dengan pita gelap pada segmen perut ketiga dan kedua. Kaki kekuningan. Mereka memiliki penampilan mirip dengan lalat buah oriental kecuali sayap bermotif.
Stadia Merusak
Dacus cucurbitae Coq. merusak
tanaman stadia larva dengan memanfaatkan buah untuk makan dan tempat
hidupnya dan imago merusaknya dengan membuat lubang pada buah untuk
memasukkan telur.
Gejala Serangan dan Bagian yang Dirusak
Kerusakan
pada tanaman yang disebabkan oleh lalat melon hasil dari 1) oviposisi
buah-buahan dan jaringan lunak bagian vegetatif host 2) makan oleh
larva, dan 3) dekomposisi dari jaringan tanaman dengan menyerang
mikroorganisme sekunder.
Larva makan kerusakan di buah-buahan adalah yang paling merusak. Tanaman buah-buahan menyerang mengembangkan penampilan direndam air. Buah muda menjadi menyimpang dan biasanya drop. Terowongan larva memberikan entry point bagi bakteri dan jamur yang menyebabkan buah membusuk. Belatung
ini juga menyerang bibit muda, akar sukulen tekan semangka, dan batang
dan kuncup tanaman inang seperti mentimun, labu dan lain-lain.
Pengendalian
Sanitasi
Pengendalian
lalat buah dapat dilakuakan dengan cara sanitasi lingkungan areal
pertanaman, kebersihan harus tetap dijaga. Semua buah yang telah
terserang dikumpulkan menjadi satu kemudian dimusnahkan dengan cara
dibakar.
Secara Mekanik
Penggunakan
perangkap lalat buah. Konstroksi perangkap dibuat sedemikian rupa
sehingga waktu lalat masuk perangkap untuk memakan umpan, tetapi tidak
dapat keluar lagi. Selain itu dasar perangkap diberi air sehingga lalat
akan mati jika jatuh. Jika umpannya diberi isoeugenol atau metal augenal
maka lalat jantan saja yanag akan masuk dalam perangkap, tetapi jika
menggunakan protein hidrolisat, tidak hanya lalat jantan tetapi lalat
betina pun akan tertarik untuk masuk ke perangkap. Penyebabnya adalah
lalat buah ini membutuhkan protein selama masa bertelur.
Secara Kimia
Penyemprotan
dengan menggunakan insektisida yang hanya ditujukan untuk lalat
imagonya saja. Sementara itu telur dan larvanya tidak dapat disemprot
karena sudah ada di dalam buah atau di dalam tanah.
Secara Kultur Teknis
Sebelum
dilakuakan kegiatan budidaya sebaiknya dilakukan pengolahan tanah
dengan cara membajak atau mencangkul tanah yang akan ditanami hingga
kepompong yang ada di dalam tanah dapat mati karena terkena sinar
matahari.
b.2 Lalat pengkorok daun (Liriomyza huidobrensis)
Sistematika
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Agromyzidae
Genus : Liriomyza
Species : Liriomyza huidobrensis
(Anonimk, 2009)
Morfologi
Telur diletakakan pada
daun muda oleh serangga dewasa dengan cara menusukkan ovipositornya.
Jumlah telur 100 – 300 butir, telur tersebut akan menetas dalam 3-5 hari
(Maspary, 2011).
Telur menetas menjadi larva
dan langsung mengorok bagian mesofil (bagian dalam) daun. Larvanya
tidak berkaki dan panjangnya mencapai 2-3 mm dengan lebar mencapai 0,88
mm. Larvanya berwarna putih krem. Bagian belakang tumpul atau agak
membulat sedangkan bagain kepala agak meruncing. Warna pupariumnya
coklat atau coklat kekuningan. Pada 7-12 hari larva akan menetas setelah
mengalami 3 kali instar dan akan berubah menjadi pupa. Dalam 3- 6 hari
pupa (kepongpong) akan menjadi lalat dewasa (Maspary, 2011).
Imago
betinanya memiliki panjang sekitar 2.2 mm, sedangkan yang janatan lebih
kecil yaitu 1.9 mm. Warnanya hitam mengkilap, kecuali kaki, antenna,
dan tulang sayap berwarna coklat muda. Abdomentnya berwarna kekuningan
(Pracaya, 2009).
Stadia Merusak
Liriomyza huidobrensis merusak tanaman pada saat stadia larva.
Gejala Serangan dan Bagian yang Dirusak
Gejala
awal dari serangan hama pengorok daun adalah adanya bintik berwarna
putih pada daun. Setelah beberapa hari dimulai dari bintik putih tadi
akan terbentuk garis putih yang berkelok-kelok pada daun. Semakin hari
garis-garis tersebut semakin banyak dan semakin panjang sehingga warna
daun menjadi keputih-putihan dan akhirnya daun mengering dan mati. lalat
dewasa meletakkan telur pada daun dengan cara menusukkan ovipositornya,
telur tersebut akan menetas dalam 3-5 hari. Telur menetas menjadi larva
dan langsung mengorok bagian mesofil (bagian dalam) daun. Larva terus
memakan mesovil daun sambil berjalan maju sehingga meninggalkan bekas
gerekan berupa garis-garis yang berkelok-kelok pada daun tanaman
(Maspary, 2011).
Dalam waktu hitungan kurang dari 5 hari jika hama pengorok daun ini menyerang bisa menyebabkan gagal panen.
Pengendalian
Untuk mengendalikan pengorok daun Liriomyza spp. melalui manipulasi lingkungan (tritropic levels) dengan memadukan antara pengaturan pola tanam dan penerapan teknologi pertanian ramah lingkungan, yaitu:
Secara Kultur Teknis
- Menanam tanaman kacang merah (red bean) atau buncis (snap bean) sebagai tanaman perangkap Liromyza sekaligus tempat berkembang biaknya parasitoid H. varicornis pada pematang atau pinggiran kebun, yang sebaiknya ditanam lebih awal sebelum tanaman pokoknya.
- Menanam tanaman pada awal musim tanaman yang jika terserang Liriomyza spp.
tidak mengakibatkan kerugian secara ekonomis, karena menyerang daun
yang sudah tua seperti brokoli atau kubis, kemudian pada musim tanam
kedua menanam kentang atau bawang daun yang ditumpangsarikan dengan
kacang merah atau buncis.
-
Melakukan sistem pola tanam tumpang sari antara kacang merah dengan
kentang, buncis dengan bawang daun, buncis dengan kubis, dan lain-lain
(Latifah, 2010).
Secara Biologis
Memanfaatkan musuh alami. Musuh alami yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama penggorok daun pada kentanng antara lain:
Hemiptarsenus varicorni
H. varicornis (Hymenoptera : Eulophidae) merupakan parasitoid penting pada hama Liriomyza huidobrensis. Parasitoid tersebut dapat di temukan di seluruh areal pertanaman kentang yang terserang L. huidobrensis. Tingkat parasitasi H. varicornis terhadap L. huidobrensis pada
tanaman kentang, kacang-kacangan, seledri, tomat dan caisin rata-rata
adalah 37,33%; 40,63%; 35,71%; 24,69% dan 31,68%. Nisbah kelamin antara
jantan dan betina adalah 1,5 : 1 (Setiawati dan Suprihatno, 2000).
Siklus hidup H. varicornis berkisar
antara 12-16 hari. Masa telur, larva dan pupa masing-masing 1-2 hari,
5-6 hari, dan 6-8 hari. Masa hidup betina berkisar antara 88-22 hari.
Satu ekor betina mampu menghasilkan telur sebanyak 24-42 butir
(Hindrayani dan Rauf, 2002. dalam A.S.
Duriat et al. 2006).
Opius sp.
Opius sp. merupakan parasitoid penting hama L. huidobrensis.
Telur berbentuk lonjong, dengan salah satu bagian ujungnya sedikit
lebih membengkak dibandingkan dengan ujung yang lain. Siklus hidupnya
berkisar antara 13-59 hari. Masa telur, larva dan pupa masing-masing 2,
6, dan 6 hari. Satu ekor betina mampu menghasilkan telur sebanyak 49-187
butir. Instar yang paling cocok untuk perkembangan parasitoid Opius sp.,
adalah instar ke-3. Pada instar tersebut masa perkembangan parasitoid
lebih singkat dan keturunan yang dihasilkan lebih banyak dengan proposi
betina yang lebih tinggi. Nisbah kelamin jantan dan betina adalah 1:1
(Rustam et a.l, 2002. dalam A.S. Duriat et al., 2006).
Penggunaan ekstrak biji mimba (Azadirachta indica)
Musuh alami yang lain adalah parasitoid hama tersebut, antara lain adalah sebagai berikut :
1. Diglyphus-begini, ektoparasitoid larva;
2. Diglyphus-intermedius, ektoparasitoid larva;
3. Chrysocaris-oscinidus, endoparasitoid larva-pupa;
4. Ganaspidium-utilis, endoparasitoid larva-pupa;dan
5. Halticoptera-circulus, endoparasitoid larva-pupa
Secara Kimia
Insektisida
untuk mengendalikan hama ini, dengan Frekuensi aplikasi dua kali per
minggu. Insektisida yang paling banyak digunakan adalah dari golongan
piretroid dan organofosfat.
b.3 Oteng-oteng atau Kutu Kuya (Aulocophora similis Oliver)
Sistematika
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Coleoptera
Family : Chrysomelidae
Genus : Aulocophora
Species : Aulocophora similis Oliver
(Anonim, 2009)
Morfologi
Telur
dari serangga ini biasanya diletakkan di dalam tanah atau di daun,
telur berbentuk bolat lonjong berwarna putih. Larvanya umumnya berwarna
abu-abu kehitaman, agak gemuk dan memiliki duru-duri dipermukaan
tubuhnya. Banyak dijumpai di areal budidaya, larvanya ada yang hidup di
tanah. Serangga ini membentuk pupa di permukaan tanah.
Serangga
imagonya memiliki tubuh yang relative kecil, pendek, dan gemuk.
Memiliki warna yang cerah dan mengkilap polos. Kepalanya tidak memenjang
menjadi suatu moncong, ujung abdomennya tertutup elytra. Antena pendek,
kurang dari setengah panjang tubuhnya. Imagonya sering menjatuhkan diri
dari tanaman dan seolah-olah mati bila ada yang mengganggu.
Stadia Merusak
Aulocophora similis Oliver merusak tanaman dari stadia larva dan stadia imago.
Gejala Serangan dan Bagian yang Dirusak
Gejala
terserang kumbang ini yaitu tanaman menjadi layu karena jaringan
akarnya dimakan larva dan daunnya dimakan kumbang. Hama ini juga
menyerang akar. Kumbang daun ini merusak dan memakan daging daun
sehingga daun bolong; pada serangan berat, daun tinggal tulangnya.
Pengendalian
Pengendalian
secara kimia yaitu dengan menyemprot insektisida curacon 500 EC.
Pengendalian secara mekanik yaitu dengan gropyokan. Pengendalian juga
dapat menggunakna Natural BVR atau PESTONA.
Sistematika
Kingdom : Animalia
Phylum : Molluska
Kelas : Gastropoda
Ordo : Pulmonata
Famili : Achanidae
Genus : Achatina
Species : Achatina fulica
Kelas : Gastropoda
Ordo : Pulmonata
Famili : Achanidae
Genus : Achatina
Species : Achatina fulica
(Anonim, 2009)
Morfologi
Bentuk
cangkang siput pada umumnya seperti kerucut dari tabung yang melingkar
seperti konde. Puncak kerucut merupakan bagian yang tertua, disebut
apex. Sumbu kerucut disebut columella. Gelung terbesar disebut body
whorl dan gelung kecil-kecil di atasnya disebut spire. Di antara bibir
dalam dan gelung terbesar terdapat umbilicus, yaitu ujung culumella yang
berupa celah sempit sampai lebar dan dalam. Apabila umbilicus tertutup,
maka cangkang disebut imperforate.
Bekicot termasuk keong darat yang pada umumnya mempunyai kebiasaan hidup di tempat lembab dan aktif di malam hari (nocturnal).
Bekicot
termasuk golongan mollusca karena memiliki badan lunak dan coelom tanpa
segmen. Badan ditutup oleh cangkang, panjang sekitar 90 mm. ciri-ciri
umumnya yakni memiliki sel-sel kemoreseptor yang terletak pada ujung
tentakel okuler dan juga memiliki reseptor cahaya berupa ocelli.
Bekicot
dapat hidup normal sampai umur 3 tahun. Bekicot senang berada di tempat
yang lembab dan banyak terdapat sampah. Hewan ini memakan berbagai
tanaman budidaya, oleh karena itu bekicot termasuk salah satu hama
tanaman. Kondisi lingkungan optimal untuk hidupnya adalah di daerah
tropis basah. Suhu minimal letal adalah 45 ˚F atau 7,22 ˚C dan bekicot
senang di daerah yang mempunyai pH antara 7-8. Selain itu, di lingkungan
yang berkapur mempunyai korelasi yang positif dengan banyaknya populasi
bekicot.
Telur
bekicot berwarna merah muda bergerombol dalam jumlah banyak, biasanya
diletakkan di batang di pinggir sungai atau tempat-tempat yang lembab.
Stadia Merusak
Hama bekicot (Achatina fulica) merusak tanaman pada stadia imago atau hewan dewasa.
Gejala Serangan dan Bagian yang Dirusak
Hama
tersebut dapat daun menghabiskan daun hingga yang tersisa tulang daun
beserta jalur-jalur kecil mesofilnya sehingga daun menjadi kering
kecokelatan. Bila ini dibiarkan, produksi buah bisa berkurang.
Siput
juga dapat menyerang tanaman pare. Tanaman terkoyak-koyak dan rusak.
Bila tanaman masih kecil, serangan siput bisa mematikan.
Bagian
tumbuhan yang diserang bekicot berbeda-beda mulai dari bagian kulit
batang, daun, bunga, buah, tumbuhan muda, sisa tumbuhan yang telah
kering sampai bagian keseluruhan dari tumbuhan tersebut.
Pengendalian
Pengendalian hama bekicot di antaranya dapat dilakukan dengan cara: Pemberantasannya dengan membuang dan membasmi semua bekicot yang berada di tanaman dan sekitar tanaman. Bila dalam jumlah banyak perlu memakai insektisida/dijebak dengan bubuk prusi.
Selain
itu dapat dilakuakan dengan sanitasi lingkungan yaitu dengan
membersihkan areal pertanaman karena hama ini menyukai tempat-tempat
yang lembab dan kotor.
Pengendalain secraa biologi dapat dilakuakan dengan menggunakan Jamur Metharizium, karena Metharizium anisopliae merupakan salah satu mikroba yang dapat mengendalikan hama tanaman ya termasuk hama bekicot ini.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari
hasil pembahasan makalah Hama Penting Tanaman Sayuran Famili
Brassicaceae dan Cucurbitaceae dapat disimpulkan sebagai berikut:
Untuk
melakukan pengendalian terhadap hama-hama penting tanaman sayuran
sebaiknya tidak menggunakan pengendalain secara kimia yang menggunakan
pestisida, karena akan meninggalkan residu pada sayuran tersebut. Residu
pestisida tersebut akan berbahaya bagi kesehatan manusia.
No comments:
Post a Comment