BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Didalam sistem pergaulan hidup, secara prinsip manusia itu
diciptakan bebas dan sederajat. Akan
tetapi dengan kebebasan tersebut manusia tidak bisa berbuat sekehendak hatinya
terhadap manusia lainnya, karena ada batasan
– batasan yang tidak boleh dilanggarnya berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia. Pada
dasarnya masing – masing anggota masyarakat sudah tentu mempunyai kepentingan yang kadang –
kadang sama dan sering pula berbeda. Perbedaan kepentingan ini selanjutnya dapat menimbulkan kekacauan
dalam masyarakat apabila tidak ada aturan yang dapat menyeimbangkannya. Demi tertib dan
teraturnya kelompok masyarakat diperlukan
adanya aturan, mulanya disebut kaidah. Jadi dapatlah dikatakan bahwa apa yang
disebut kaidah adalah patokan atau ukuran
ataupun pedoman untuk berkeprikelakuan atau bersikap tindak dalam hidup.
Masyarakat dalam pertumbuhannya selalu berkembang, dimulai
dari keluarga sebagai masyarakat
yang paling kecil atau masyarakat sederhana kemudian berkembang menjadi semakin kompleks atau masyarakat modern.
Perkembangan masyarakat tadi pasti dibarengi dengan timbulnya hukum untuk mengatur dan
mempertahankan sistem pergaulan hidup anggota – anggotanya. Keberadaan hukum didalamnya adalah sebagai
peraturan yang bersifat umum dimana seseorang atau kelompok secara keseluruhan ditentukan batas
– batas hak dan kewajibannya. Mengacu
kepada hak dan kewajiban, maka aturan yang paling tepat adalah apa yang
dinamakan hukum. Demikian dapat diketahui
bahwa hukum dapat mengatur segala kepentingan manusia mulai dari jabang bayi yang masih dalam
kandungan ibunya sampai seorang ibu itu meninggal dunia. Salah satu fungsi hukum adalah
sebagai alat penyelesaian sengketa atau konflik, disamping fungsi yang lain sebagai alat
pengendalian sosial dan alat rekayasa sosial. Pembicaraan tentang hukum barulah dimulai jika terjadi
suatu konflik antara dua pihak yang kemudian diselesaikan dengan bantuan pihak ketiga.
Dalam hal ini munculnya hukum berkaitan dengan suatu bentuk penyelesaian konflik yang bersifat
netral dan tidak memihak. Pelaksanaan
hukum di Indonesia sering dilihat dalam kacamata yang berbeda oleh masyarakat. Hukum sebagai dewa
penolong bagi mereka yang diuntungkan, dan hukum sebagai hantu bagi mereka yang dirugikan.
Hukum yang seharusnya bersifat netral bagi setiap pencari keadilan atau bagi setiap pihak yang
sedang mengalami konflik seringkali bersifat diskriminatif, memihak kepada yang kuat dan
berkuasa. Adanya ketimpangan pelaksanaan hukum tersebut maka timbullah pemasalahan hukum di
Indonesia. Permasalahan hukum di Indonesia
terjadi karena beberapa hal, baik dari system peradilannya, perangkat hukumnya, inkonsisten penegakan
hukum, intervensi kekuasaan, maupun perlindungan hukum.
Diantara banyak permasalahan tersebut, satu hal yang sering
dilihat dan dirasakan oleh masyarakat awam
adalah inkonsistensi penegakan hukum oleh aparat. Inkonsistensi penegakan hukum ini kadang
melibatkan masyarakat itu sendiri , keluarga maupun lingkungan terdekatnya yang lain. Namun
inkonsistensi penegakan hukum ini sering pula kita temui dalam media elektronik maupun cetak yang
menyangkut tokoh – tokoh masyarakat seperti, pejabat, orang kaya dan lain sebagainya. Akibat yang ditimbulkan dari tidak
berjalannya penegakan hukum dengan baik dan efektif atau yang disebut inkonsistensi
penegakan hukum adalah kerusakan dan kehancuran diberbagai bidang (politik, ekonomi, sosial dan
budaya). Selain itu buruknya penegakan hukum juga akan menyebabkan rasa hormat dan kepercayaan
masyarakat terhadap hukum semakin menipis dari hari ke hari. Akibatnya, masyarakat akan
mencari keadilan dengan cara mereka sendiri.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian penegakkan hukum ?
2. Pengaruh kesadaran hukum dalam
perkembangan hukum ?
3. Bagaimana Penegakan Hukum dan
Keadilan Dalam Konteks Negara Hukum dan Masyarakat ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Penegakkan Hukum
Penegakan hukum merupakan istilah hukum yang sudah
sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Sepertinya masyarakat kita
sudah sangat memahami apa itu penegakan hukum, sehingga dalam
menyebut istilah penegakan hukum â??biasanyaâ? dibarengi dengan ungkapan sinis dan
keraguan. Setidaknya ini pengalaman penulis dan semoga tidak sama dengan
keadaan yang pembaca jumpai di masyarakat.
Penegakan hukum memang telah menjadi
persoalan yang hingga saat ini mungkin masih menimbulkan tanda tanya. Bukan
tanpa alasan, namun karena secara faktual telah banyak kasus-kasus hukum yang
terlewatkan dan gagal dieksekusi oleh aparat penegak hukum.
Menurut  Adnan Topan Husodo
(Wakil Koord. ICW), selama kurun waktu sepuluh tahun, yakni sejak tahun 2002 sampai
dengan tahun 2012 dalam pemantauan ICWÂ telah ditemukan sekitar empat
puluh sembilan (49) terpidana dalam kasus korupsi yang putusan terhadap
mereka tidak dapat dieksekusi karena berbagai alasan.
Realitas tersebut jelas dapat
membuat masyarakat luas menjadi sinis atau ragu terhadap penegakan
hukum. Keraguan
terhadap penegakan hukum di sisi lain juga akan menurunkan
tingkat kesadaran hukum masyarakat. Sehingga yang terjadi adalah kekacauan
hukum, dimana penegakan aturan hukum berjalan lambat dan kesadaran hukum
masyarakat rendah.
1. Pengertian Penegakan Hukum
Dalam tulisan Prof. Dr. Jimly
Asshiddiqie, SH. yang berjudul â??Penegakan Hukumâ? disebutkan bahwa penegakan
hukum adalah: proses dilaksanakannya upaya untuk menegakkan atau memfungsikan
norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku hubungan hukum dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegaraâ?.
Selain itu, penegakan hukum juga
dapat ditinjau dari sudut subyek  dan sudut obyek penegakan hukum. Sudut
subyek penegakan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yakni dalam arti sempit dan
dalam arti luas.
Dalam arti sempit, penegakan hukum
dari segi subyeknya dapat diartikan sebagai upaya aparat penegak hukum untuk
menjamin dan memastikan aturan hukum berjalan sebagaimana mestinya, dimana
aparat penegak hukum tersebut, apabila diperlukan dapat menggunakan daya paksa
untuk menegakkannya.
Dalam arti luas, penegakan hukum
dari segi subyeknya dapat diartikan sebagai keterlibatan seluruh subyek hukum
dalam setiap hubungan hukum untuk penegakan hukum.
Selanjutnya, penegakan hukum dari
sudut pandang obyeknya atau hukum itu sendiri juga dapat dibedakan dalam arti
luas dan sempit. Penegakan hukum dalam arti luas dapat berarti penegakan hukum
yang mencakup atau meliputi nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah
masyarakat dan nilai-nilai keadilan yang terkandung dalam hukum formal itu
sendiri.
Penegakan hukum dari aspek
obyeknya dalam arti sempit dapat diartikan sebagai penegakan hukum yang
sebagaimana yang tertuang dalam aturan yang tertulis atau formal.
2. Aparatur Penegak Hukum
Aparatur
penegak hukum dapat diartikan sebagai sebagai seluruh institusi dan aparat
penegak hukum yang terlibat dalam proses penegakan hukum. Setidaknya ada 3
elemen penting yang mempengaruhi kinerja penegakan aturan hukum, antara lain:
institusi penegak hukum termasuk sarana dan prasarana yang mendukung dan
mekanisme atau tata kerja yang berlaku di lembaga tersebut. Selanjutnya adalah
budaya kerja aparat penegak hukum termasuk kesejahteraannya. Selanjutnya yang
ketiga adalah peraturan yang mendukung kinerja lembaga penegak hukum, baik
hukum materil maupun hukum acara.
Prof.
Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. berpendapat bahwa persoalan yang dihadapi oleh
Indonesia saat ini bukan hanya terletak pada persoalan penegakan hukum. Oleh
karena penegakan aturan hukum iu sendiri hanya dapat terwujud apabila hukum
yang hendak ditegakkan mencerminkan nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Dengan kata lain, dalam rangka penegakan aturan hukum diperlukan pula
pembaharuan atau pembentukan peraturan hukum yang baru.
Oleh
karena itu terdapat empat hal penting yang perlu mendapat perhatian, yakni:
perlunya pembentukan peraturan baru, perlunya sosialisasi hukum kepada
masyarakat, perlunya penegakan aturan hukum dan yang tidak kalah pentingnya
untuk mendukung seluruh kegiatan tersebut adalah perlunya administrasi hukum
yang yang efektif dan efisien serta akuntabel.
B. Pengaruh kesadaran hukum dalam
perkembangan hukum
Dalam
tubuh hukum terjadi semacam perkembangan sehingga sampai pada hukum yang maju,
atau diasumsi maju seperti yang dipraktekan saat ini oleh berbagai negara.
Perkembangan hukum itu sendiri umumnya terjadi sangat lamban meskipun sekali
terjadi agak cepat. Namun perkembangan dari hukum kuno pada hukum modern
merupakan perjuagan manusia tiada akhir satu dan lain hal disebabkan masyarakat
, dimana hukum berlaku berubah terus menerus dalam perkembangan hukum itu
sendiri terkadang dilakukan dengan revisi atau amendemen terhadap undang –
undang yang sudah ada tetapi sering pula dilakukan dengan menganti undang –
undang lama dengan undang – undang baru. Bahkan hukum modern telah menetukan
prinsip dan asas hukum yang baru dan meninggalkan prinsip dan asas hukum yang
lama dan sudah cenderung ketinggalan zaman. Dalam hubungannya dengan
perkebangan masyarakat, hukum mengatur tentang masalah struktur sosial nilai –
nilai dan larangan – larangan atau hal – hal yang menjadi tabu dalam masyarakat.
Dalam
abad Ke-20 terjadi perkembangan diberbagai bidang hukum dimana sebagiaan hukum
disebagian negara sudah menyelesaikan pengaturannya secara tuntas, tetapi
sebagian hukum dinegara lain masih dalam proses pengaturannya yang berarti
hukum dalam bidang bidang tersebut masih dalam proses perubahannya. Hukum
merupakan kaidah untuk mengatur masyarakat, karena itu hukum harus dapat
mengikuti irama perkembangan masyarakat, bahkan hukum harus dapat mengarahkan
dan mendorong berkembangnya masyarakat secara lebih tepat dan terkendali.
Kerena
terdapatnya ketertiban sebagai salah satu tujuan hukum, dengan begitu terdapat
interklasi dan interaksi antara hukum dan perkembangan masyarakat.
Namun tidak dapat diabaikan salah satu faktor yang mengikuti perkembangan hukum dalam masyarakat adalah Kesadaran hukum masyarakat itu sendiri. Faktor kesadaran hukum ini sangat memainkan peran penting dalam perkembangan hukum artinya semakin lemah tingkat kesadaran masyarakat, semakin lemah pula kepatuhan hukumnya sebaliknya semakin kuat kesadaran hukumnya semakin kuat pula faktor kepatuhan hukum. Sehingga proses perkembangan dan efektifitas hukum dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Namun tidak dapat diabaikan salah satu faktor yang mengikuti perkembangan hukum dalam masyarakat adalah Kesadaran hukum masyarakat itu sendiri. Faktor kesadaran hukum ini sangat memainkan peran penting dalam perkembangan hukum artinya semakin lemah tingkat kesadaran masyarakat, semakin lemah pula kepatuhan hukumnya sebaliknya semakin kuat kesadaran hukumnya semakin kuat pula faktor kepatuhan hukum. Sehingga proses perkembangan dan efektifitas hukum dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
C. Penegakan Hukum dan Keadilan
Dalam Konteks Negara Hukum dan Masyarakat
Indonesia
adalah Negara hukum, demikian penegasan Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945. Terlepas
dari kesederhaan rumusan pasal dimaksud terkandung suatu pertanyaan yang
berkaitan dengan penegakan hukum dalam konteks Negara hukum, dan mengingat
Republik Indonesia adalah Negara demokratis, berarti hukum yang ditegakkan
adalah dalam lingkup masyarakat demokratis. Tegasnya hukum dan keadilan yang
menjadi pedoman dalam masyarakat Negara Republik Indonesia tidak lepas dari
konteks Negara hukum dan masyarakat demokratis yang dianut dalam UUD 1945.
Berkenaan
dengan hal tersebut, setidak-tidaknya di dalam UUD 1945 terdapat lima hal yang
berkaitan dengan penegakan hukum dan keadilan, yaitu: 1) mengenai subtansi, 2)
batasan penegakan, 3) kewenangan penegakan, 4) mekanisme penegakan hukum dan keadilan,
dan 5) bentuk pengaturan hukum dan keadilan.
Secara
subtansial, UUD 1945 menegaskan kebebasan dan hak atas kebebasan sebagai
intisari hukum dan keadilan yang diatur dalam suatu bentuk peraturan
perundang-undangan sesuai dengan pasal-pasal terkait dengan hal dimaksud. Di
dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 terkandung landasan subtansi dari hukum
dan keadilan yaitu hukum dan keadilan yang mencerminkan adanya kedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mengenai
batasan penegakan hukum dan keadilan, UUD 1945 menegaskan hukum dan keadilan
yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan yang diadakan untuk itu,
serta batasan yang berkaitan dengan pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis seperti ditegaskan pada Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945
Mengenai
kewenangan penegakan hukum, UUD 1945 menempatkan lembaga lembaga pelaku
kekuasaan kehakiman dan lembaga kepolisian sebagai lembaga penegak hukum. Pasal
24 Ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa: “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tatausaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi”. Kemudian Pasal 30 Ayat (4) UUD 1945: “Kepolisian Negara Republik
Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas
melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”.
Sementara itu terait dengan hakim sebagai penegak hukum, Pasal 24B Ayat
(1) UUD 1945 menyatakan bahwa: “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim”.
Mengenai
mekanisme penegakan hukum dan keadilan, UUD 1945 menegaskan dalam suatu
peradilan seperti ditegaskan pada Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945, bahwa: “Kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan”, hal ini menempatkan peradilan sebagai
penyelenggaraan penegakan hukum dan keadilan.
Mengenai
bentuk pengaturan hukum dan keadilan, UUD 1945 menegaskan undang-undang sebagai
bentuk peraturan perundang-undangan yang dipergunakan sebagai wadah hukum dan
keadilan, termasuk di dalam atas keberadaan kesatuan masyarakat hukum adapt,
seperti ditegaskan pada Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945, bahwa: “Negara mengakui
dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang”.
Mengacu
kepada penegakan hukum dan keadilan sebagai hal yang lebih bersifat praksis
dari keberadaan undang-undang sebagai wadah pengaturan hukum dan keadilan, maka
hal yang bersifat “demokratis” menjadi warna utama dari prinsip Negara hukum,
seperti dalam hal penegakkan dan perlindungan hak asasi manusia pada Pasal 28I
Ayat (5) UUD 1945: “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai
dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia
dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan”. Hal
ini kemudian dipertegas dengan adanya parameter keadilan dalam hal menjalankan
hak dan kebebasan, seperti ditegaskan pada Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945: “Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam arti luas, penegakan hukum
dari segi subyeknya dapat diartikan sebagai keterlibatan seluruh subyek hukum
dalam setiap hubungan hukum untuk penegakan hukum. Selanjutnya, penegakan hukum
dari sudut pandang obyeknya atau hukum itu sendiri juga dapat dibedakan dalam
arti luas dan sempit. Penegakan hukum dalam arti luas dapat berarti penegakan
hukum yang mencakup atau meliputi nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah
masyarakat dan nilai-nilai keadilan yang terkandung dalam hukum formal itu
sendiri.
Faktor kesadaran hukum ini sangat
memainkan peran penting dalam perkembangan hukum artinya semakin lemah tingkat
kesadaran masyarakat, semakin lemah pula kepatuhan hukumnya sebaliknya semakin
kuat kesadaran hukumnya semakin kuat pula faktor kepatuhan hukum. Sehingga
proses perkembangan dan efektifitas hukum dapat dirasakan langsung oleh
masyarakat.
Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis
B. Saran
Makalah ini
diharapkan menjadi bahan masukan bagi pengembang untuk mengembangkan pengetahuan kami khusunya tentang Antropologi
Hukum. Kekurangan-kekurangan yang ada harap
dimaklumi adanya, karena ini sebagai pembelajaran bagi kami.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh
Hakim, Dalam Persfektif Hukum Progresif (Jakarta:
Sinar Grafika, 2010).
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana
Indonesia (Jakarta: Sapta Artha Jaya, 1996)
Bismar Siregar, Kata Hatiku, Tentangmu (Jakarta: Diandra
Press, 2008).
Darji Darmodiharjo, Shidarta. Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum
Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1995).
J.B Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta:
Prenhallindo, 2007)
Lili Rasdjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2001)
No comments:
Post a Comment