Proposal
respon pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa acutangula) terhadap
pemberian pupuk organik granul pada lahan rawa lebak
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Oyong (Luffa acutangula) atau ridged
gourd, disebut juga gambas, emes atau kimput (Sunda) dan timput
(Palembang). Tanaman ini termasuk dalam famili Cucurbitaceae, berasal dari
India, namun telah beradaptasi dengan baik di Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Oyong (Luffa acutangula) termasuk
golongan sayuran buah seperti semangka, mentimun, terong, dan labu siam, tanaman ini merupakan sayuran yang
rasanya enak dan dingin. Buahnya dapat dibuat sayur lodeh , oseng-oseng, sop,
sayur bening, dikukus dan dilalap, sedangkan daunnya yang masih muda juga dapat
dibuat sayur (Soedijanto dan Warsito, 1978).
Menurut Sunarjono (2009), kelebihan
oyong (Luffa acutangula) dibandingkan
tanaman sejenis lainnya yaitu tanaman ini dapat di budidayakan di dataran
rendah maupun dataran tinggi. Pertumbuhannya pun mudah, tidak harus memerlukan
perawatan yang khusus, hanya memerlukan turus/ajir sebagai media rambatannya
karena oyong adalah tipe tanaman yang batangnya merambat, namun oyong dapat
juga dirambatkan pada pagar-pagar atau pohon-pohon yang ada di sekitarnya dan
umur panen tanaman oyong juga tergolong
cukup cepat (Lembaga Biologi Nasional, 2007).
Menurut Soedijanto dan Warsito
(1978), buah oyong dapat digunakan sebagai obat bagi penderita penyakit demam.
Di dalam tubuh manusia, buah oyong mempunyai khasiat untuk membersihkan darah.
Daunnya yang masih muda (pucuknya) pun dapat disayur, sementara buah oyong yang
telah tua dan kering baik sekali untuk spons penggosok untuk mencuci. Buah
oyong juga mengandung vitamin A , B dan
C yang bagus untuk sistem kekebalan tubuh (Sunarjono, 2009).
Data potensi tanaman oyong (Luffa acutangula) di Kabupaten Hulu
Sungai Utara hingga saat ini masih belum ada.
Para petani di Kabupaten HSU umumnya menanam tanaman lain seperti padi,
jagung, tomat, cabe, kacang tanah, terong, labu, dan lain-lain (Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2010).
Menurut Sunarjono (2009), tanaman
ini membutuhkan tanah yang cukup mengandung air, tetapi tidak tergenang atau
becek. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah yang subur, gembur, serta
mempunyai pH tanah antara 6-7.
Kendala utama untuk budidaya tanaman
oyong (Luffa acutangula) pada lahan
rawa lebak selama ini adalah genangan air dan kadang-kadang datangnya air
secara tiba-tiba. Tanah rawa lebak juga dikenal memiliki sifat dan watak
tanah sulfat masam yang mempengaruhi pada sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah.
Lahan rawa
lebak hampir merata terdapat di wilayah Kalimantan Selatan, begitu juga dengan
Hulu Sungai Utara yang merupakan salah satu kabupatennya. Potensi lahan rawa
lebak di Kabupeten Hulu Sungai Utara terbilang cukup luas, dari 37.498 ha luas
potensial baru 24.182 ha yang telah dimanfaatkan untuk budidaya pertanian
khususnya padi. Lahan rawa lebak di Kabupaten Hulu Sungai Utara
merupakan lahan yang kondisi airnya dipengaruhi oleh air hujan, baik yang turun
di daerah setempat maupun di daerah hulunya (Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2010).
Lahan rawa lebak adalah wilayah
daratan yang mempunyai genangan hampir sepanjang tahun, minimal selama tiga bulan dengan genangan
minimal 50 cm. Hal yang menjadi permasalahan pada lahan tersebut adalah sifat
fisik, kimia dan biologi tanah yang kurang menguntungkan untuk tanaman sayur (Noor, 2004).
Sifat fisik
berpengaruh pada warna tanah, kematangan tanah, dan permeabilitas tanah (sifat
tekstur, struktur dan konsistensi tanah).
Sifat kimia tanah akan berpengaruh pada kemasaman tanah (pH), salinitas
(kegaraman), dan ketersediaan hara.
Sedangkan sifat biologi tanah berpengaruh pada bakteri perombak bahan
organik, bakteri pereduksi sulfat dan besi serta bakteri pengoksidasi besi dan
pirit (Noor, 2004).
Sifat biologi
tanah, tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme. Jumlah setiap
mikroorganisme sangat bervariasi, ada yang terdiri dari beberapa individu, akan
tetapi jumlahnya ada yang mencapai jutaan per gram tanah. Mikroorganisme tanah
itulah yang bertanggung jawab atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur
hara. Dengan demikian mereka mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia
tanah (Annas, 1989).
Berdasarkan hasil analisis
laboratorium kimia, fisika dan bilogi tanah vakultas pertanian UNLAM (2012),
lahan rawa lebak di tempat
penelitian yang akan digunakan sebagai
lahan penelitian mengandung pH yang agak masam yaitu 5,59. N yang rendah 0,16%.
P yang cukup tinggi 54,81 PPM dan K yang rendah yaitu 10,86 PPM, kandungan
lahan rawa lebak di tempat penelitian dapat dilihat pada lampiran
Pupuk organik adalah pupuk yang
tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa - sisa
tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik digunakan untuk memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik,
sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen
(jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah
ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian (Haryono, 2011)
Pupuk organik sangat bermanfaat bagi
peningkatan produksi pertanian, diantaranya yaitu mengurangi pencemaran lingkungan,
dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik
granul dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat
mencegah degradasi lahan. peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat
fisika, kimia biologi tanah serta lingkungan. Bahan organik juga berperan
sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan
aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman. Penambahan
bahan organik di samping sebagai sumber hara bagi tanaman, juga sebagai sumber
energi dan hara bagi mikroba (Haryono, 2011).
Pupuk orrganik granul mengandung asam humik dan asam
fulvat. Menurut Halim (2008), asam humik dan asam fulvat yang terdapat pada POG
memiliki peranan seperti homon yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan
dapat pula meningkatkan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah artinya
tanaman akan lebih mudah menyerap unsur hara.
Menurut Isroi (2009), manfaat pupuk organik
granul juga sangat
bagus dan menguntungkan seperti
dapat memperbaiki struktur tanah menjadi lebih gembur, sehingga memudahkan akar
tanaman menembus dalam tanah, dapat membantu penyediaan hara bagi tanaman secara teratur dan
seimbang.
Untuk meningkatkan produksi oyong di
lahan rawa lebak yang mempunyai karakter
tanah ber pH rendah dan kurang
subur maka selain dengan pengapuran
untuk menaikkan pH tanah juga perlu dilakukan pemberiaan pupuk untuk
memenuhi ketersediaan unsur hara yang
dibutuhkan tanaman.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Simatupang, et. all, (2005), mengenai tanggap hasil varietas
mentimun terhadap pemakaian pupuk organik di lahan lebak, pengelolaan bahan
organik sebanyak 2,5 ton/ha menunjukkan beda nyata terhadap pertumbuhan dan
hasil varietas yang ditanam. Varietas Hercules dapat memberikan hasil tertinggi
yakni 29,99 ton/ha selanjutnya diikuti oleh varietas Panda dan Hijau Roket
masing-masing 18,56 dan 9,43 ton/ha.
Berdasarkan permasalahan di atas,
maka perlu dilakukan penelitian mengenai respon pertumbuhan dan hasil tanaman
oyong (Luffa acutangula) terhadap pemberian pupuk organik granul pada
lahan rawa lebak.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang diteliti adalah :
1. Bagaimana respon pertumbuhan dan
hasil tanaman oyong (Luffa acutangula)
terhadap pemberian pupuk organik granul pada lahan rawa lebak ?
2. Berapakah dosis pupuk organik granul
terbaik yang memberikan respon terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa
acutangula) pada lahan rawa lebak ?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui respon pertumbuhan dan
hasil tanaman oyong (Luffa acutangula) terhadap pemberian
pupuk organik granul pada lahan rawa lebak.
2. Mendapatkan dosis pupuk organik
granul terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa acutangula) pada lahan rawa lebak.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah :
1. Terdapat respon pertumbuhan dan
hasil tanaman oyong (Luffa acutangula) terhadap pemberian pupuk organik granul pada
lahan rawa lebak.
2. Terdapat dosis terbaik dari pupuk organik
granul yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman oyong (Luffa acutangula) pada lahan rawa lebak.
Manfaat
Penelitian
Penelitian ini
diharapkan dapat menjadi bahan informasi di kalangan akademik, pihak terkait
dan masyarakat khususnya agar dapat memanfaatkan pupuk organik granul untuk budidaya tanaman oyong skala kecil
maupun besar.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Dan Morfologi Tanaman Oyong (Luffa acutangula)
Oyong (Luffa acutangula) atau ridged gourd, disebut juga gambas, emes atau
kimput (Sunda) dan timput (Palembang). Oyong (Luffa acutangula) adalah salah satu tanaman berbulu dan merambat
yang mempunyai buah bulat panjang yang berbentuk belimbing dengan panjang 15-30 cm dan
diameter 2-4 cm serta mempunyai rusuk-rusuk yang jelas kelihatan dan mengecil
makin ke pangkalnya, sehingga penampang melintangnya seperti roda-roda yang
bergerigi (Lembaga Biologi Nasional, 2007).
Klasifikasi tanaman :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo :
Violales
Famili : Cucurbetaceae
Genus : Luffa
Spesies : Luffa acutangula
Oyong (Luffa acutangula) berasal dari India, namun telah beradaptasi
dengan baik di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Tanaman ini termasuk golongan
sayuran buah atau termasuk dalam famili Cucurbitaceae seperti semangka,
ketimun, terong, dan labu, tanaman ini
merupakan sayuran yang rasanya enak dan dingin, buahnya dapat dibuat sayur
lodeh, oseng-oseng, sop, sayur bening, dikukus dan dilalap, daunnya digunakan
untuk lalab dan dapat digunakan untuk obat bagi penderita demam (Soedijanto dan
Warsito 1978).
Menurut Sunarjono (2009), Oyong (Luffa acutangula) merupakan tananaman
merambat dengan alat pemegang yang berbentuk pilin batangnya panjang dan
umumnya daunnya lebar berlekuk menjari dengan bulu halus, tanaman ini mempunyai
daun beraroma segar dan berakar samping yang kuat dan agak dalam, saat muda
buahnya berwarna hijau dan tidak banyak mengandung air, setelah tua buahnya
berwarna kuning keputih-putihan atau abu-abu.
Syarat Tumbuh Tanaman Oyong (Luffa acutangula)
Iklim
Tanaman ini cocok pada iklim kering,
dengan ketersediaan air yang cukup sepanjang musim, lingkungan tumbuh yang
ideal bagi tanaman oyong adalah di daerah yang bersuhu 18-240C, dan
kelembaban 50-60%. Oyong termasuk tanaman
sayuran yang tidak tahan terhadap hujan semasa pertumbuhannya, sehingga
umumnya petani menanam oyong pada musim kemarau atau pada awal musim kemarau,
biasanya pada bulan Maret - April. Apabila terlalu banyak turun hujan, maka
buahnya akan banyak menjadi rusak (Soedijanto dan Warsito 1978).
Media Tanam
Menurut Sunarjono (2009), tanaman
oyong (Luffa acutangula) merupakan tanaman sayuran yang dapat ditanam
di dataran rendah maupun dataran tinggi
(pegunungan). Tanaman ini termasuk tanaman memanjat/merambat. Tanaman oyong
toleran terhadap berbagai jenis tanah, hampir semua jenis tanah bisa untuk
ditanami oyong. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, tanaman ini membutuhkan
tanah yang subur, beraerasi dan berdrainase baik, serta mempunyai pH 6,5. Jarak
lubang tanam 60 cm (Soedijanto dan Warsito, 1978).
Hama dan Penyakit
Hama
Hama yang
dapat menyerang pada tanaman oyong ialah cacantal (seperti ulat), gejalanya daun menjadi korokan. Chrysomelidae (Aula
copora), gejalanya menyebabkan daun dan buah berlubang. Liriomyza
sp, gejalanya menyebabkan korokan pada daun. Ulat(Pyrallidae), gejalanya daun
menjadi trasnparan. Thrips,
gejalanya banyak terdapat di permukaan bawah daun sehingga daun menjadi kering
(Adnyani, 2010).
Menurut
Sutrisno (2010), hama yang dapat menyerang tanaman oyong diantaranya adalah
kumbang daun, ulat grayak, ulat tanah dan lalat buah. Pengendalian hama
tersebut dilakukan tergantung pada hama yang menyerang. Bila harus menggunakan
pestisida, gunakan pestisida yang relatif aman sesuai rekomendasi dan
penggunaan pestisida hendaknya tepat dalam pemilihan jenis, dosis, volume
semprot, waktu aplikasi, interval aplikasi serta cara aplikasinya.
Penyakit
Penyakit
yang ditemukan pada tanaman oyong adalah menguningnya dan berlubangnya daun
oyong. Munculnya bercak-bercak kuning pada daun oyong menandakan bahwa tanaman
oyong terserang penyakit. Bercak tersebut lama-lama menyebabkan daun menguning
dan menjadi kering dan akhirnya buah oyong bisa membusuk (Adnyani, 2010).
Menurut
Sutrisno (2010), penyakit yang bias menyerang tanaman oyong adalah busuk daun,
embun tepung, antraknos, layu bakteri dan virus mosaik. Pemberantasan hama dan
penyakit pada tanaman oyong dapat dilakukan dengan membersihkan daerah di
sekitar bedengan termasuk mencabuti rumput
liar atau gulma yang ada di sekitar tanaman serta menyemprotkan
pestisida yang relatif aman untuk membunuh hama yang dapat menjadi salah
satu faktor perantara penyakit yang menyerang tanaman oyong (Adnyani, 2010).
Panen
Ciri dan Umur Panen
Panen dapat dilakukan setelah
tanaman berumur 6-8 minggu, pungutan ini jangan sampai terlambat dilakukan,
sebab buahnya akan menjadi banyak berserat
sehinga mempengaruhi rasa buah tersebut. Pungutan ini kita ulangi setiap
minggu sekali , tanaman yang baik akan menghasilkan 1,5 kg buah per pohon atau 10 ton buah per HA
(Soedijanto dan Warsito 1978).
Lahan Rawa Lebak
Lahan rawa
lebak merupakan lahan yang dipengaruhi oleh iklim tropika basah dengan curah
hujan antara 2.000-3.000 mm per tahun. Bahan induk tanah rawa lebak umumnya
berupa endapan alluvial sungai, endapan marin, atau gambut. Sifat fisik tanah
dari lahan rawa lebak umumnya tergolong masih mentah, sebagian melumpur,
kandungan lempung (clay) tinggi atau gambut tebal dengan berbagai taraf
kematangan. Lapisan bawah sering berupa lapisan pirit (FeS2) yang berpotensi
masam; atau pasir kuarsa yang miskin hara menjadikan sifat kimia dan biologi
tanah pada lahan rawa lebak tergolong
sedang sampai sangat jelek (Farina, 2008).
Menurut Farina
(2008), kesuburan tanah yang cenderung jelek ini juga disebabkan oleh hidrologi
atau sistem tata air yang buruk. Ketersediaan sarana dan prasarana tata air
yang belum memadai sehingga kinerja pengatusan (drainage), pelindian (leaching),
dan penggelontoran (flushing) belum mampu mempercepat perkembangan
tanah.
Sifat fisik lahan rawa lebak umumnya tergolong masih
mentah, sebagian melumpur, kandungan lempung yang tinggi, atau gambut tebal
dengan berbagai taraf kematangan dari mentah (fibrik) sampai matang (saprik).
Lapisan bawah dapat berupa lapisan pirit (FeS2) yang berpotensi
masam atau pasir kuarsa yang miskin unsur hara. Sifat kimia, kesuburan dan
biologi tanah tergolong sedang sampai sangat jelek. Adapun sifat kimia lahan rawa lebak sangat tergantung pada
jenis tanah. Umumnya kemasaman berkisar pada pH 3,5 - 4,0 untuk yang tergolong
jenis tanah sulfat masam aktual (untuk ordoInceptisol),
yaitu tanah yang telah terbuka dan mengalami perkembangan kematangan sampai
matang, untuk tanah sulfat masam potensial (ordo
entisol), yaitu tanah yang umumnya mentah, tereduksi dan pH 4,0 - 5,0
(Noor, 2007).
Sifat biologi
tanah, tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme. Jumlah tiap
mikroorganisme sangat bervariasi, ada yang terdiri dari beberapa individu, akan
tetapi jumlahnya ada yang mencapai jutaan per gram tanah. Mikroorganisme tanah
itulah yang bertanggung jawab atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur
hara. Dengan demikian mereka mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia
tanah (Annas, 1989).
Lahan rawa
lebak hampir merata terdapat di wilayah Kalimantan Selatan, begitu juga dengan
Hulu Sungai Utara yang merupakan salah satu kabupatennya. Potensi lahan rawa
lebak di Kabupeten Hulu Sungai Utara terbilang cukup luas, dari 37.498 ha luas
potensial baru 24.182 ha yang telah dimanfaatkan untuk budidaya pertanian khususnya
padi. Lahan rawa lebak di Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan lahan yang
kondisi airnya dipengaruhi oleh air hujan, baik yang turun di daerah setempat
maupun di daerah hulunya. Berdasarkan genangan airnya lahan ini dibedakan dalam
3 zona hidrotopografi (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten
Hulu Sungai Utara, 2004).
Zona lebak
pematang yaitu lahan dengan genangan airnya relatif dangkal (< 50 cm)
potensi zona ini seluas 9.134 ha, yang telah dimanfaatkan seluas 5.949 ha. Zona
lebak tengahan yaitu lahan dengan gengangan air relatif dalam (50-100 cm)
potensi zona ini seluas 15.377 ha, yang telah dimanfaatkan seluas 13.462 ha.
Zona lebak dalam yaitu lahan dengan genangan airnya relatif sangat dalam (>
100 cm) dengan potensi lahan 12.987 ha, dan yang telah dimanfaatkan seluas
4.771 ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten
Hulu Sungai Utara, 2004).
Pupuk Organik
Granul
Pupuk organik adalah pupuk yang
tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa -sisa tanaman,
hewan, dan manusia. Pupuk organik digunakan untuk memperbaiki sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik, yang
pada umumnya sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk
kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut
kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian
(Haryono, 2011)
Bahan organik merupakan sumber
energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah
akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat,
terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan
organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam dekomposisi bahan organik
adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah, fauna
tanah juga berperan dalam dekomposi bahan organik antara lain yang tergolong
dalam protozoa, nematoda, Collembola,
dan cacing tanah. Fauna tanah ini berperan dalam proses mineralisasi atau
pelepasan hara, bahkan ikut bertanggung jawab terhadap pemeliharaan struktur
tanah (Tian, et. all., 1997 dalam Atmojo, 2003).
Pupuk organik granul mengandung unsur hara makro dan
mikro diperkaya dengan mikroorgnisme menguntungkan yang dapat menekan bakteri
yang merugikan, mempercepat proses penyuburan tanah, memperbaiki tingkat
pertukaran kation dalam tanah, sehingga memudahkan unsur-unsur hara terserap
oleh akar tanaman. Manfaat dari pupuk organik granul adalah untuk meningkatkan
kandungan bahan organik tanah yang banyak memiliki peranan penting di dalam
tanah. Bahan organik tanah menjadi salah
satu indikator kesehatan tanah karena memiliki beberapa peranan kunci di
tanah. Peranan-peranan kunci bahan
organik tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, dalam fungsi biologi
yaitu menyediakan makanan dan tempat hidup (habitat) untuk organisme (termasuk
mikroba) tanah, menyediakan energi untuk proses-proses biologi tanah, memberikan kontribusi pada daya pulih
(resiliansi) tanah . Dalam fungsi kimia yaitu merupakan ukuran kapasitas
retensi hara tanah, penting untuk daya pulih tanah akibat perubahan pH tanah
dan menyimpan cadangan hara penting, khususnya N dan K. Dalam fungsi fisika
yaitu mengikat partikel-partikel tanah
menjadi lebih remah untuk meningkatkan stabilitas struktur tanah, meningkatkan
kemampuan tanah dalam menyimpan air dan perubahahan moderate terhadap suhu
tanah. Fungsi-fungsi bahan organik tanah
ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Sebagai salah satu contoh bahan organik tanah
menyediakan nutrisi untuk aktivitas mikroba yang juga dapat meningkatkan
dekomposisi bahan organik, meningkatkan
stabilitas agregat tanah, dan meningkatkan daya pulih tanah (Isroi,
2009)
Menurut Garsoni (2010), manfaat dari pupuk organik granul
adalah untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Bahan organik tanah menjadi salah satu
indikator kesehatan tanah karena memiliki beberapa peranan kunci di tanah. Peranan-peranan kunci pupuk organik granul praktis dapat
diaplikasikan sebagai pupuk dasar, menghemat pemakaian pupuk kimia (anorganik)
sebesar 35-50% , dapat dipakai sebagai pupuk dasar dan atau pupuk susulan.
Dosis pemakaian untuk
tanaman pangan (padi, kedelai, jagung, kacang tanah, padi huma dan sejenisnya)
: 1–2 t.haˉ¹ diberikan sebelum tanam (setelah pengolahan tanah) dengan cara
ditabur. Pemberian granul pada tanaman pangan dapat juga ditaburkan pada usia
padi 20–25 hari, untuk tanaman hortikultura (sayuran, cabe, kentang, kubis dan
sejenisnya) 2–4 t.haˉ¹, diberikan pada sebelum atau saat tanam dengan pembuatan
larikan atau di sekitar tanaman dan untuk tanaman perkebunan:
2,5-5 kg/pohon, diberikan di sekitar perakaran dengan cara membuat parit
melingkar.
Pupuk organik granul secara aplikasinya termasuk dalam
jenis pupuk akar, artinya pemberian pupuk umumnya dibenamkan ke dalam tanah
dekat dengan akar tanaman agar unsur hara yanga ada di dalam pupuk dapat
diserap setelah pupuk mengurai menjadi
ion-ion yang dibutuhkan tanaman, pada penelitian ini perlakuan pupuk oranik granul
diberikan 30 hari sebelum dilakukan penanaman, karena pupuk organik
granul sama seperti bahan organik lainnya yang ditambahkan ke dalam tanah, sebelum tanaman dapat menyerap
hara dari pupuk organik, pupuk harus terlebih dahulu terdekomposisi sempurna
sehingga ion-ion yang dibutuhkan tanaman sudah dalam bentuk tersedia dan dapat
diserap oleh tanaman, sehingga pemberian pupuk sebaiknya diberikan sebelum
dilakukan penanaman.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Simatupang, et. all,
(2005), mengenai tanggap hasil varietas mentimun terhadap pemakaian pupuk
organik di lahan lebak, pengelolaan bahan organik sebanyak 2,5 ton/ha
menunjukkan beda nyata terhadap pertumbuhan dan hasil varietas yang ditanam.
Varietas Hercules dapat memberikan hasil tertinggi yakni 29,99 ton/ha
selanjutnya diikuti oleh varietas Panda dan Hijau Roket masing-masing 18,56 dan
9,43 ton/ha.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Nurhidayah
(2011), membudidayakan tanaman mentimun pada lahan gambut dengan dosis pupuk
organik granul sebanyak 5 ton.haˉ¹ memberikan pengaruh sangat nyata pada varibel pengamatan
masa vegetatif yaitu tinggi tanaman pada umur 14, 21 dan 28 hari setelah tanam,
serta berpengaruh sangat nyata pada pengamatan masa generatif yaitu pada jumlah
buah per tanaman, panjang buah per tanaman dan berat buah per tanaman.
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Husna (2011), perlakuan pupuk organik granul terbaik pada tanaman buncis pada lahan rawa
lebak yakni pada dosis 20 ton.haˉ¹, didapati
bahwa pemberian dosis pupuk organik granul sebanyak 20 t.ha ˉ¹ terhadap
tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.)
pada lahan rawa lebak merupakan dosis terbaik pada variabel pengamatan
tinggi tanaman, jumlah cabang produktif,
jumlah polong per tanaman, bobot basah polong per tanaman dan panjang
polong per tanaman,
pada penelitian
ini tidak menggunakan pupuk kimia sebagai tambahan atau perlakuan pupuk organik granul
bukan sebagai subtitusi bersama pupuk kimia.
Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan
adalah peristiwa perubahan biologi
yang terjadi pada makhluk hidup berupa pertambahan ukuran (volume, massa, dan
tinggi) yang bersifat tidak kembali ke asal, dapat diukur serta dinyatakan
secara kuantitatif. Auksanometer adalah suatu alat untuk mengukur pertumbuhan
memanjang suatu tanaman, yang terdiri atas sistem kontrol yang dilengkapi jarum
penunjuk pada busur skala atau jarum yang menggaris pada silinder pemutar
(Yunita, 2011).
Perkembangan
adalah proses menuju tercapainya
kedewasaan atau tingkat yang lebih sempurna (kompleks). Peristiwa diferensiasi
menghasilkan perbedaan yang tampak pada struktur dan fungsi masing-masing
organ, sehingga perubahan yang terjadi pada organisme tersebut semakin
kompleks, proses perkembangan ini berlangsung secara kualitatif (Yunita, 2011).
Tahap awal pertumbuhan mula-mula
biji melakukan imbibisi atau penyerapan air sampai ukuran bijinya
bertambah dan menjadi lunak. Saat air masuk ke dalam biji, enzim-enzim mulai
aktif sehingga menghasilkan berbagai reaksi kimia. Kerja enzim ini antara lain,
mengaktifkan metabolisme di dalam biji dengan mensintesis cadangan makanan
sebagai persediaan cadangan makanan pada saat perkecambahan berlangsung.
Perkecambahan terjadi karena pertumbuhan radikula (calon akar) dan
pertumbuhan plumula (calon batang). Faktor yang memengaruhi
perkecambahan adalah air, kelembapan, oksigen, dan suhu. Perkecambahan biji ada
dua macam, yaitu tipe perkecambahan di
atas tanah (Epigeal), dan tipe
perkecambahan di bawah tanah (hipogeal). Tipe perkecambahan di atas
tanah (Epigeal) hipokotil memanjang sehingga plumula dan
kotiledon ke permukaan tanah dan kotiledon melakukan fotosintesis selama daun
belum terbentuk.Contoh: perkecambahan kacang hijau. Tipe perkecambahan di bawah tanah (hipogeal), Epikotil
memanjang sehingga plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di atas
permukaan tanah, sedangkan kotiledon tertinggal dalam tanah. Contoh:
perkecambahan kacang kapri (Yunita, 2011).
Menurut
Yunita (2011), faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan
diantaranya adalah faktor genetik, setiap jenis tumbuhan membawa gen untuk sifat-sifat
tertentu, seperti berbatang tinggi atau berbatang rendah. Tumbuhan yang
mengandung gen yang baik dan didukung lingkungan yang sesuai akan
memperlihatkan pertumbuhan yang baik pula. Faktor internal yang
mempengaruhi pertumbuhan, yaitu hormon. Hormon tumbuhan ditemukan oleh F. W.
Went pada tahun 1928. Hormon berasal dari bahasa Yunani hormalin yang
berarti penggiat. Hormon tumbuhan disebut fitohormon. Fitohormon tersebut, yaitu: Auksin atau AIA (Asam Indol Asetat), gibberellin, sitokinin, gas Etilen,
asam absisat (ABA), kalin, asam traumalin. Faktor Eksternal yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan adalah faktor lingkungan, misalnya nutrisi, air,
cahaya, suhu, dan kelembapan.
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan di laksanakan di Desa Pasar Senin, Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, pada bulan April 2012 sampai bulan Juni 2012.
Bahan dan Alat
Bahan
Benih oyong. Benih yang
digunakan adalah Varietas Hanoman F1
Media tanam. Tanah yang digunakan dalam
penelitian ini adalah lahan rawa lebak yang terdapat di Desa Pasar Senin, Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Pupuk. Pupuk yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pupuk organik
granul cap kuda laut.
Turus/ajir. Digunakan
untuk media rambatan tanaman,
dipakai dari kayu lurus.
Air. Digunakan untuk menyiram tanaman.
Alat
Alat Pengolah Tanah. Alat yang digunakan untuk mengolah
tanah adalah cangkul, sekop dan parang.
Meteran,
Digunakan untuk mengukur tinggi tanaman oyong.
Timbangan. Digunakan untuk menimbang pupuk dan mengukur bobot basah buah oyong setelah pemanenan.
Jangka Sorong. Digunakan untuk
mengukur diameter batang oyong.
Gembor.
Digunakan untuk menyiram tanaman.
Alat tulis. Digunakan
untuk mencatat secara tertulis kondisi yang ditunjukkan oleh tanaman, termasuk
untuk mencatat hasil-hasil dari variabel pengamatan dalam penelitian.
Tali rapia. Digunakan
untuk mengikat ujung turus/ajir.
Gunting. Digunakan untuk memotong tali rapia
dan memotong buah oyong saat panen.
Alat dokumentasi. Digunakan untuk
dokumentasi kegiatan penelitian.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini disusun dan
dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Pengelompokan
dilakukan berdasarkan distribusi sinar matahari. Faktor yang diteliti adalah dosis pupuk organik granul sebanyak 5 taraf, yaitu :
g0 = 0 ton/haˉ¹ setara dengan 0 ton = 0 kg/petak
g1 = 10 ton/haˉ¹ setara dengan 0,001 ton = 1
kg/petak
g2 = 20 ton/haˉ¹ setara dengan 0,002 ton = 2
kg/petak
g3 = 30 ton/haˉ¹ setara dengan 0,003 ton = 3
kg/petak
g4 = 40 ton/haˉ¹ setara dengan 0,004 ton = 4
kg/petak
Perlakuan dosis pupuk organik granul ini diulang sebanyak 5 kali ulangan. Dengan demikian untuk keseluruhan percobaan
sebanyak 25 petak percobaan dimana dalam satu petak terdiri dari 4 tanaman sampel.
Tabel 1. Kombinasi perlakuan
pemberian pupuk organik granul.
Perlakuan
|
Ulangan
|
||||
Kelompok
I
|
Kelompok
II
|
Kelompok III
|
Kelompok IV
|
Kelompok V
|
|
g0
g1
g2
g3
g4
|
g0. I
g1. I
g2. I
g3. I
g4. I
|
g0. II
g1. II
g2. II
g3. II
g4. II
|
g0. III
g1. III
g2. III
g3. III
g4. III
|
g0. IV
g1. IV
g2. IV
g3. IV
g4. IV
|
g0. V
g1. V
g2. V
g3. V
g4. V
|
Pelaksanaan
Penelitian
Persiapan
Sebelum memulai
penanaman terlebih dahulu dilakukan persiapan bahan dan alat-alat yang
digunakan selama penelitian berlangsung, juga dilakukan pengukuran luas lahan
dan penyesuaian tata letak bedengan terhadap arah penyinaran.
Pelaksanaan
Pengolahan
tanah. Tanah dibersihkan dari gulma ataupun tumbuhan yang mengganggu, kemudian diolah dengan menggunakan cangkul
serta peralatan lain yang dibutuhkan untuk membuat bedengan. Ukuran bedengan
adalah panjang 1
m dan lebar 1 m
dengan jarak antar petakan 50 cm dan 100 cm antar kelompok. Dalam
penelitian ini terdiri dari 25 petak dan
masing-masing petak terdiri dari 4 lubang tanam.
Pemupukan. Pemupukan
bertujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah dengan memberikan pupuk yang
dijadikan perlakuan pada penelitian ini. Pupuk organik granul secara aplikasinya termasuk dalam jenis pupuk akar, artinya
pemberian pupuk umumnya dibenamkan ke dalam tanah dekat dengan akar tanaman
agar setelah pupuk mengurai menjadi ion-ion yang dibutuhkan tanaman
proses absorsi akan berlangsung lebih baik, sebelum tanaman dapat menyerap hara
dari pupuk organik, pupuk harus terlebih dahulu terdekomposisi sempurna
sehingga ion-ion yang dibutuhkan sudah dalam bentuk tersedia. Pupuk diberikan 30 hari sebelum
penanaman dilakukan, dengan mencampur rata pupuk di tiap bedengan sesuai dengan
dosis perlakukan
yang telah ditentukan.
Persiapan
benih. Benih yang digunakan dalam penelitian
ini adalah benih oyong varietas Hanoman F1.
Penanaman. Tanaman oyong tidak
memerlukan persemaian karena termasuk tanaman yang sukar dipindahkan, sehingga
benih oyong sebaiknya
ditanam langsung pada bedengan yang sudah disiapkan sebelumnya dengan cara
menanam benih oyong pada lubang
tanam (lubang tugalan). Lubang tugalan atau lubang tanam dapat diisi 2 butir
benih setelah itu lubang tanah ditutup dengan tanah.
Pemeliharaan. Kegiatan
pemeliharaan meliputi penjarangan,
penyulaman, pemasangan turus/ajir, penyiraman dan pengendalian terhadap
gulma, hama dan penyakit. Penjarangan
dilakukan 5 hari setelah tanam, penyulaman dilakukan pada benih tanaman
yang tidak tumbuh atau terhadap bibit yang mati dengan cara mencabut tanaman
yang mati untuk diganti dengan benih yang baru dari varietas yang sama dalam kurun waktu 7 hari setelah
tanam. Perambatan batangnya harus selalu
diatur agar batang tersebut tetap berada menjalar diatas rambatan/ajir dan
buahnya menggantung tidak terkena tanah. Buah yang terkena tanah akan menjadi
busuk. Turus/ ajir ini dibuat dari kayu lurus dengan ukuran
panjang 2 m. Turus tersebut ditancapkan
didekat tanaman namun jangan sampai mengenai atau merusak perakaran tanaman.
Pelaksanaan pemasangan turus ini dapat dilakukan bersamaan dengan pembumbunan
yang pertama yaitu pada tanaman berumur
10 hari setelah tanam. Penyiangan gulma dilakukan dengan parang kecil dengan
hati-hati agar tidak merusak tanaman oyong dan perakarannya, bisa juga mencabut
rumput-rumput secara manual dengan tangan. Penyiraman dilakukan 2 kali yaitu
pada pagi dan sore hari apabila
tidak terjadi hujan dengan
menggunakan alat penyiram/gembor.
Panen
Panen pertama dapat dilakukan
setelah tanaman berumur 6-8 minggu. Panen
ini diulang setiap minggu sekali sebanyak 3 kali panen. Pada saat
proses pemanenan, alat yang digunakan adalah gunting yang tajam dan bersih.
Sebelum melakukan pemanenan, kita harus mengetahui syarat-syarat yang harus
dipenuhi sebuah tanaman oyong untuk bisa dipanen, diantaranya ukuran buah oyong
tidak terlalu besar ataupun terlalu kecil dan buah masih berwarna hijau segar,
belum berserat, dan buah mudah untuk dipatahkan.
Pemanenan
dilakukan dengan memotong batang buah oyong menggunakan pisau yang tajam
agar buah tidak patah. Pemotongan batang buah oyong harus hati-hati, karena
buah oyong mudah patah.
Pengamatan
Panjang
tanaman. Diukur mulai dari
pangkal sampai dengan ujung tertinggi tanaman, pada saat tanaman berumur 2, 3
dan 4 minggu, satuan pengukuran dinyatakan dalam cm.
Diameter
batang. Dilakukan pada 2, 3, 4 minggu setelah tanam, diukur 5 cm
dari pangkal batang menggunakan jangka sorong, dalam satuan cm.
Waktu berbunga. Dihitung saat
pertama kali tanaman berbunga dari hari setelah tanam.
Jumlah buah
pertanaman. Jumlah buah dapat diketahui dengan menghitung banyaknya
buah pertanaman,dalam satuan buah.
Bobot basah
buah pertanaman. Bobot basah buah tanaman dapat diketahui dengan
menimbang berat buah oyong setelah dipanen, satuan berat dinyatakan dalam gram
(g).
Analisis
Data
Model linear aditif yang digunakan
untuk menganalisa faktor yang diamati adalah
Yij = μ + αi + βj + ∑ij
Dimana :
i = 1, 2, 3, 4 dan 5 (perlakuan pupuk organik
granul)
j = 1, 2, 3, 4 dan 5 (kelompok)
Yij = Hasil pengamatan satuan percobaan yang
menerima perlakuan pupuk
organik granul ke-i dan kelompok ke-j.
μ = Nilai tengah umum
αi = Pengaruh dosis pupuk organik granul ke-i
βj = Pengaruh kelompok ke-j
∑ij = Tambahan galat pada perlakuan pupuk organik
granul ke-ij
Tabel 2. Analisis
ragam setiap peubah yang diamati
Sumber Keragaman
|
Db
|
(JK)
|
(KT)
|
F-hit
|
F tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Kelompok
|
4
|
JKK
|
JKK/dbK
|
KTK/KTE
|
3,01
|
4,77
|
Perlakuan
|
4
|
JKP
|
JKP/dbP
|
KTP/KTE
|
3,01
|
4,77
|
Galat
|
16
|
JKE
|
JKE/dbE
|
|||
Total
|
24
|
JKT
|
Setelah data terkumpul, maka
terlebih dahulu dilakukan uji kehomogenan ragam Bartlett. Apabila data homogen
untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan pemberian pupuk organik granul terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman oyong, maka dilakukan uji – F pada taraf nyata 5 % dan 1 %. Apabila uji – F menunjukkan pengaruh
nyata atau sangat nyata, pengujian dilanjutkan dengan Uji Beda Nilai Tengah
perlakuan dengan menggunakan Uji DMRT pada taraf nyata 5 % (Langai, 2003).
Terima kasih karena telah mengcopy karya ilmiah saya di blog www.raihan1990.blogspot.com, untuk laporan hasil dan daftar pustakanya silahkan buka postingan berikutnya, thnks.
ReplyDelete