
Sebagaimana yang dikutif dari sebuah Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh
AHMAD, bahwa katak dilarang (haram)
untuk dimakan, karena termasuk binatang amfibi yaitu binatang yang hidupnya
pada dua tempat (di darat dan di air). Keterangannya ialah karena Ijma’ para
sahabat dan hadist berikut, yang artinya :
“ Telah melarang Nabi SAW. Dari memakan Katak “. (H.R. Ahmad). Demikian juga di dalam kitab Sapinah ada
keterangan bahwa Nabi SAW. Telah melarang untuk membunuh katak atau kodok.
Dalam ilmu PHT
katak tergolong binatang predator yaitu sebagai musuh alami pengganggu
tanaman padi. Dimana katak selalu memangsa berbagai binatang kecil yang
bergerak pada tanaman padi terutama golongan serangga seperti lalat, ulat,
wereng, kumbang, kepinding, walang sangit, capung, kupu-kupu dll. Namun dalam
prakteknya, pelestarian predator katak dalam PHT Padi belum diangkat secara
serius, karena menyangkut berbagai kendala terutama bagaimanan menyadarkan para
penangkap atau buruh ini untuk beralih profesi
ke pekerjaan lain. Mungkin faktor budaya dan lingkunganlah yang
membentuk karakter mereka sejak jaman penjajahan Belanda dan Jepang, akibat
kemiskinan yang terus menerus karena tingkat pendidikan yang rendah dan pemahaman
agama yang kurang.
Katak atau
kodok termasuk binatang yang dapat dibudidayakan di kolam, dan merupakan
salahsatu komoditi hasil perikanan darat yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Tetapi ada pendapat lain yang mengatakan bahwa memelihara kodok lokal tidak
ekonomis karena pertumbuhannya lambat. Namun pengalaman empiris membuktikan
bahwa sebenarnya membudidayakan katak unggul, seperti katak Benggala, yang
tidak ekonomis karena inefisiensi dalam hal pakan. Dengan konversi pakan yang
hampir 1 : 4 – 5 dan harga pakan yang tinggi, maka membudidayakan katak unggul
harus dihitung ulang bila tidak ingin usaha tersebut bangkrut.
JENIS-JENIS
KATAK
Adapun
jenis-jenis katak yang biasa ditangkap untuk dikonsumsi dagingnya antara lain :
- Katak Sawah (Rana cancriovora).
Daerah
kehidupannya berada di sawah-sawah yang banyak air, sehingga disebut katak
sawah. Bentuknya tidak begitu besar, yang dewasa dapat mencapai panjang +
10 cm dengan kulit warna coklat tak rata. Bagian punggung dan pantat ada semburat
warna coklat tua, sedangkan bagian tengah punggung sampai kebelakang terdapat
garis berwarna hijau. Dalam keadaan jongkok atau siap melompat, kepa menunduk
sehingga sepintas lalu bagian punggungnya nampak rata dengan tanah. Karena hal
semacam ini, sering kali hampir sama dengan Lumpur sawah.
- Katak Rawa (Rana limnocharis).
Katak ini adalah katak rawa yang merupakan katak yang
terkecil ukuran maupun bentuknya. Sebab yang dewasa panjangnya hanya sekitar 8 cm.
Warna kulitnya bertotol-totol coklat tua dan yang paling banyak hidup didaerah
rawa-rawa.
- Katak Batu (Rana trigina/ Rana musholini).
Katak batu memiliki bentuk dan ukuran
lebih besar dari katak sawah. Kulitnya berwarna coklat gelap dengan bercak-bercak
hitam. Jernis ini, paling suka hidup di sungai-sungai yang banyak jeram dan
batu-bartu. Panjang yang dewasa bisa mencapai sekitar 12 cm.
- Katak Hijau (macrodon).
Dari ketiga
jenis katak tersebut di atas , katak hijaulah yang paling terkenal dan paling
besar bentuk maupun ukurannya. Warnanya hijau dengan semburat hijau tua,
sehingga disebut katak hijau. Jenis yang ini bisa terdapat dimana-mana, baik di
sawah, rawa-rawa, kubangan-kubangan
maupun ditempat-tempat lain. Yang dewasa bisa mencapai panjang + 20 cm
KEBIASAAN HIDUP KATAK di ALAM :
Kebiasaan hidup di alam katak berkembang biak secara berkelompok
dan tergolong binatang amfibi yang hidup di dua alam (di darat dan di air).
Adapun kebiasaannya antara lain :
- Kebiasaan makan
Umumnya, katak
aktif mencari pakan pada malam hari, sedangkan pada siang hari lebih banyak
beristirahat. Katak lebih menyukai pakan hidup dan bergerak seperti ikan-ikan
kecil, udang kecil, golongan serangga, ulat, belatung dan lain sebagainya. Hal
ini mungkin sering menjadi kendala di dalam membudidayakan kelompok perenang
gesit ini.
Pada fase
berudu (kecebong), membutuhkan plankton dan pada saat menjadi percil
(Bancet/Sunda) menuntut pakan bergerak seperti serangga. Oleh karena itu, saat
masih berudu katak tergolong hewan pemakan segala (omnivora), sedangkan saat
menjadi percil, kodok tergolong pemakan daging (karnivora).
- Kebiasaan berkembang biak
Kodok berkembang biak dengan cara bertelur. Induk jantan yang berukuran
lebih kecil akan digendong oleh induk betina di kolam pemijahan (dikubangan).
Telur-telur yang dikeluarkan akan dibuahi oleh sang jantan, lalu diselimuti lendir dan mengelompok.
Telur-telur ini akan menjadi mangsa ikan-ikan terutama ikan gabus.
Katak jantan dan betina dewasa yang kawin akan menghasilkan telur yang
mengelompok (katak sawah) atau seperti rantai beruntai (katak darat/krodok). Telur ini akan menetas
setelah 36 jam atau 2 x 24 jam, kemudian akan berkembang menjadi kecebong yang
hidupnya tergantung sepenuhnya pada media air. Pada akhirnya perlahan-lahan
ekor kecebong menyusut dan berubah menjadi katak muda yang bisa hidup di darat
dan di air.
Dari faktor
kebiasaan tersebut di atas dan agak sulitnya dalam penyediaan pakan hidup untuk
membudidayakan katak untuk keperluan konsumen, maka gerakan usaha penangkapan
katak dari alam bebas terutama dari sawah dan rawa sejak tahun 1970 an sampai dengan sekarang semakin hari semakin
tidak terkendali, dan akhirnya sekarang sang katak sudah punah dipersawahan.
Pada umumnya sekarang terutama pada
musim kemarau para penangkap katak dari Kabupaten Cirebon dan Majalengka sering melakukan penangkapan katak
ke daerah-daerah hulu sungai diperbukitan wilayah Kabupaten Sumedang, begitu
juga di Kabupaten-kabupaten lainnya di Jawa Barat.
Untuk mengatasi serangan hama wereng
terutama di daerah pantura, yang setiap tahunnya selalu meningkat sejak tahun
2001 – 2006 yaitu antara 80 – 700 Ha yang merugikan para petani, yang walaupun
program pengendalian OPT PHT Padi sudah diterapkan, namun serangan hama wereng
belum sepenuhnya terkendali. Hal ini mungkin.menurut pengamatan kami belum
memperhatikan keberadaan sang predator yang satu ini yaitu “ Sang Katak “ dengan pasukan dan
keturunannya. Menurut hemat penulis perlu adanya kajian ilmiah dari semua pihak
terutama dari Badan Litbang Departemen Pertanian.
SARAN-SARAN :
1) Perlu adanya
Peraturan Pemerintah atau Perda dan Perdes tentang larangan penangkapan katak
pada saat musim kawin pada waktu tertentu untuk melestarikan keberadaan katak
diareal pesawahan.
2) Membuat tempat
atau kolam khusus untuk berkembang biaknya katak dipesawahan secara terkontrol
( 5 X 5 )M2 / Ha.
3) Menebar percil
(anak katak) dipesawahan pada saat setelah tanam/tandur.
4) Memberi
kesempatan katak untuk berkembang biak secara alami di sawah dengan penundaan waktu tanam .
5)
Mengalihkan
profesi para penangkap katak ke usaha budidaya katak secara terkontrol, atau ke
usaha lain yang lebih layak dan Islami.
No comments:
Post a Comment