BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penelitian
Sejauh mana yang kita ketahui
tentang sosialisasi terhadap setiap kebijakkan pembangunan ekonomi
disuatu daerah tentunya merupakan suatu
kebijakan yang penting untuk dilaksanakan
dalam roda pemerintahan. Setiap derap langkah
pembangunan ekonomi dilakukan disuatu daerah,
seringkali tujuannya tidak dipahami dengan baik
oleh masyarakat sebagai pihak yang
merasakan hasil pembagunan ekonomi tersebut.
Pemahaman yang kurang tepat terhadap sebuah
kebijakan pembangunan ekonomi tentunya akan
memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap
keberhasilan pelaksanaan kebijakkan pembangunan
yang dilaksanakan. Untuk itu pemerintah sebagai
pengambil kebijakan dalam sebuah pembangunan
tentunya memiliki kewajiban untuk memahamkan apa
yang diperbuat untuk kepentingan rakyat.
Sementara perikehidupan
ekonomi maupun pemerintahan dalam flame
otomi khusus yang baru dimulai ini,
tentunya diperlukan adanya pola pikir yang
sejiwa dengan kebijakan pemerintahan ini.
Kewenangan yang telah diberikan kepada
pemerintahan daerah dengan diikuti perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah, diharapkan,
pengelolaan dan penggunaan anggaran sesuai
dengan prinsip “money follows function”.
Salah satu
problema yang dihadapi oleh sebagian Daerah
Kota di Indonesia dewasa ini adalah
berkisar pada upaya peningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Problema ini muncul karena
adanya kecenderungan berpikir dari sebagian
kalangan birokrat di Daerah yang menganggap
bahwa parameter utama yang menentukan
kemandirian suatu Daerah di era Otonomi
adalah terletak Menurut UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sumber
pendapatan Daerah merupakan: Pendapatan
Asli Daerah itu Sendiri, yang terdiri
dari: Hasil Pajak Daerah, Hasil
Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah
dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
dipisahkan, Lain-lain pendapatan asli Daerah yang
sah.
Dalam rangka
mengoptimalisasikan Pendapatan Asli Daerah, Kota
jayapura dijadikan sektor Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah sebagai sumber keuangan yang paling
diandalkan. Sektor Pajak Daerah tersebut
meliputi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan
Jalan, Pajak Pengambilan Dan Pengolahan Bahan
Galian Golongan C serta Retribusi Daerah yang
terdiri: Retribusi Jasa Umum antara lain
Pelayanan Kesehatan dan Pelayanan pada besarnya
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Realitas mengenai
rendahnya PAD di sejumlah Daerah pada
masa lalu, akhirnya mengkondisikan Daerah untuk
tidak berdaya dan selalu bergantung pada
bantuan pembiayaan atau subsidi dana dari
Pemerintah Pusat. Rendahnya konstribusi Pendapatan
Asli Daerah terhadap pembiayaan Daerah,
karena Daerah hanya diberikan kewenangan
mobilisasi sumber dana retribusi yang mampu
memenuhi hanya sekitar 20%- 30% dari total
penerimaan untuk membiayai kebutuhan rutin
dan pembangunan, sementara 70% 80% didrop dari
pusat.
Selain karena
persoalan kewenangan yang terbatas dalam
memobilisasi sumber dana retribusi, juga terdapat
persoalan yang bersifat teknis yuridis
yaitu dalam bentuk regulasi yang dijadikan
dasar hukum bagi Daerah untuk memungut
Pendapatan Asli Daerah, baik yang bersumber
dari Retribusi Daerah.
Beberapa faktor-
faktor yang mempengaruhi Pemerintah Daerah
Kota jayapura dalam menetapkan target penerimaan
Retribusi Daerah. Faktor yang amat penting
dan mempengaruhi Pemerintah Daerah Kota jayapura
dalam menetapkan target pendapatan Retribusi
Daerah di Kota jayapura adalah situasi
dan kondisi perekonomian dan politik yang
kondusif. Hal ini menjadi penting artinya
karena kedua hal ini dapat dikatakan
sebagai dua sisi mata uang dan dapat
menentukan hitam- putihnya realisasi penerimaan.
Persoalan yang ada
dilapangan secara umum menunjukkan bahwa
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sudah ada
belum seluruhnya merupakan hasil maksimal dari
penggalian pendapatan dari sumber yang
sudah ada maupun belum tergalinya
sumber-sumber potensial pendapatan yang ada
di daerah tersebut. Permasalahan tersebut muncul
karena kurang maksimalnya usaha yang
bertujuan untuk mengembangkan potensi–potensi sumber
PAD secara intensif oleh pemerintah daerah.
Untuk hal itu
maka menjadi sangat strategis bagi daerah
untuk memiliki penguasaan terhadap potensi PAD
yang tidak sekedar potret PAD daerah
saat berjalan namun lebih pada kebijakan yang
akan berdampak pada peningkatan PAD.
Dimana Retribusi
menjadi andalan utama Pemerintah Kota
Jayapura untuk mengisi pendapatan daerah.
Merupakan sebagian
kecil dari sumber pendapatan retribusi
daerah yang dapat dikelola oleh Pemerintah
di Kota Jayapura, terutama Dinas Pendapatan
Daerah Kota Jayapura.
1.2. Perumusan Masalah
Berkenaan dengan
fungsi peraturan Daerah yang berorientasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam menunjang
pelaksanaan Otonomi Daerah di Kota
jayapura, maka masalah yang akan dibahas
dalam proposal ini adalah: Analisis Tingkat Penerimaan
Retribusi Daerah di Kota Jayapura.
1.3. Persoalan Penelitian
1. Berapa besar
Retribusi daerah sebagai sumber pendapatan
asli daerah terhadap total pendapatan asli
daerah (PAD) di Kota Jayapura?
2. Berapa besar
tingkat pencapaian, penerimaan Retribusi daerah
di kota jayapura ?
3. Faktor- faktor apa
saja yang mempengaruhi penerimaan Retribusi
daerah terhadap total pendapatan asli daerah
di Kota Jayapura
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian
sebagaimana permasalahan yang telah dikemukakan
di atas adalah untuk:
1. Untuk mengetahui tingkat retribusi daerah sebagai
sumber Pendapatan Asli Daerah di Kota Jayapura setiap tahun.
2. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat pencapaian,
penerimaan Retribusi Daerah di Kota Jayapura.
3. Untuk mengetahui Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
penerimaan Retribusi Daerah terhadap PAD di Kota Jayapura.
1.5. Manfaat Penulisan
Atas hasil
penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
- Bagi Pemerintah
Memberikan masukan kepada Dinas
Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset daerah di Kota Jayapura tentang
pentingnya Tingkat Retribusi Daerah terhadap PAD di Kota Jayapura .
- Bagi Penulis
Sebagai masukan atau tambahan
pengetahuan dan pengalaman mengenai cara peningkatan Retribusi terhadap PAD di
Kota Jayapura.
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi bagi
peneliti-peneliti lain untuk meneliti masalah yang sama pada akan datang.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1.
Retribusi Daerah
Retribusi
daerah sebagaimana halnya pajak merupakan salah
satu Pendapatan Asli Daerah yang diharapkan
menjadi salah satu sumber pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan
masyarakat. Menurut Ahmad Yani (2002: 55) “Daerah
provinsi, kabupaten/kota diberi peluang dalam
menggali potensi sumber daya keuangannya dengan
menetapkan jenis retribusi selain yang
telah ditetapkan, sepanjang memenuhi criteria
yang telah ditetapkan dan sesuia dengan
aspirasi masyarakat”.
Menurut
Marihot P. Siahaan (2005:6), “Retribusi Daerah
adalah pungutan daerah sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian izin tertentu
yang khusus disediakan dan atau diberikan
oleh pemerintah daerah untuk kepentingan
orang pribadi atau badan”. Jasa adalah
kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan
pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas,
atau kemanfaatan lainnya, dapat dinikmati
oleh orang pribadi atau badan, dengan
demikian bila seseorang ingin menikmati
jasa yang disediakan oleh pemerintah
daerah, ia harus membayar retribusi yang
ditetapkan sesuia dengan ketentuan yang berlaku.
Ciri- ciri retribusi
daerah:
1) Retribusi dipungut
oleh pemerintah daerah
2) Dalam pemungutan
terdapat paksaan secara ekonomis
3) Adanya kontraprestasi
yang secara langsung dapat ditunjuk
4) Retribusi dikenakan
pada setiap orang/badan yang mengunakan/mengenyam
jasa-jasa yang disiapkan negara
Menurut
Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah, Departemen Keuangan-RI (2004:6),
Kontribusi retribusi terhadap penerimaan
Pendapatan Asli Daerah Pemerintah kabupate/pemerintah
kota yang relative tetap perlu mendapat
perhatian serius bagi daerah. Karena secara
teoritis terutama untuk kabupaten/kota retribusi
seharusnya mempunyai peranan/kontribusi yang
lebih besar terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Dalam
Dwi Poernom (pengaturan pajak daerah dan
retribusi daerah dalam rangka pemasukan terhadap
pendapatan daerah, halaman 9 sampai 11,
Tahun 2001). Dasar hukum: Undang-undang Nomor
18 Tahu 1997, tentang pajak daerah
dan retribusi daerah dan Undang-undang
Nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang
pajak daerah dan retribusi daerah.
Pengertian-pengertian
yang berkaitan dengan retribusi daerah
diataur dalam pasal 1 Undang-undang Nomor
34 Tahun 2000, antara lain :
1. Retribusi Daerah
adalah : Pungutan daerah sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan atau diberikan oleh
pemerintah daerah yang berkepentingan orang
pribadi atau badan.
2. Jasa adalah :
Kegiatan pemerintah daerah berupa usaha
atau pelayanan yang menyebabkan barang fasilitas
atau kemanfaatan lainya yang dapat dinikmati
oleh orang pribadi atau badan.
3. Jasa Umum adalah :
Jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah
untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan
umum serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau badan
4. Jasa Usaha adalah
: Jasa yang disediakan oleh pemerintah
daerah dalam rangka pemberian izin kepada
orang pribadi atau badan yang dimasudkan
untuk pembinaan, pengaturan pengendalian dan
pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan
ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga
kelestarian lingkungan.
5. Wajib retribusi adalah
: orang/ badan diwajibkan untuk melakukan
pembayaran retribusi, termasuk pemungutan atau
pemotongan retribusi tersebut.
6. Masa retribusi adalah
: suatu jangka waktu tertentu yang
merupakan batas waktu bagi wajib retribusi
untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu
dari pemerintah daerah yang bersangkutan.
7. Surat Setoran
Retribusi Daerah (SSRD) adalah : surat
wajib retribusi digunakan untuk melakukan
pembayaran dan penyetoran yang terutang ke
kas daerah.
8. Surat Ketetapan
Retribusi Daerah (SKRD) adalah : surat
ketetapan retribusi yang menentukan besarnya
pokok retribusi.
9. Surat Tagihan
Retribusi Daerah (STRD) adalah : surat
untuk melakukan tagihan retribusi dan atau
sanksi administrasi berupa denda atau bunga.
2.1.1.
Objek Retribusi Daerah
Yang
menjadi objek dari retribusi daerah adalah
bentuk jasa. Jasa yang dihasilkan terdiri
dari:
a.
Jasa umum, yaitu
jasa yang disediakan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan
dan kemanfatan umum serta dapat dinikmati
oleh orang pribadi atau badan. Jasa
umum meliputi pelayanan kesehatan, dan
pelayanan persampahan. Jasa yang tidak termasuk
jasa umum adalah jasa urusan umum
pemerintah.
b. Jasa Usaha, yaitu
jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah
dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena
pada dasarnya dapat pula disediakan oleh swasta.
Jasa usaha antara lain meliputih penyewaan
asset yang dimiliki/ dikuasai oleh
pemerintah daerah, penyedian tempat penginapan,
usaha bengkel kendaraan, tempat pencucian
mobil, dan penjualan bibit.
c.
Perizinan Tertentu,
pada dasarnya pemberian izin oleh
pemerintah tidak harus dipungut retribusi.
Akan tetapi dalam melaksanakan fungsi
tersebut, pemerintah daerah mungkin masih
mengalami kekurangan biaya yang tidak
selalu dapat dicukupi oleh sumber-sumber
penerimaan daerah yang telah ditentukan
sehingga perizinan tertentu masih dipunggut retribusi.
2.1.2. Jenis-jenis Retribusi
Daerah
Retribusi
daerah menurut UU No 18 Tahun 1997
tentang pajak daerah dan retribusi daerah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU
No 34 Tahun 2000 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang
retribusi daerah dapat dikelompokkan menjadi
3 (tiga) yaitu:
a. Retribusi Jasa
Umum, adalah retribusi atas jasa yang
disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah
untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi
atau badan.
Sesuai
dengan Undang-undang No 34 Tahun 2000
Pasal 18 ayat 3 hurup a, retribusi
jasa umum ditentukan berdasarkan criteria
berikut ini:
1) Retribusi jasa
umum bersifat bukan pajak dan bersifat
bukan retribusi jasa usaha atau perizinan
tertentu.
2) Jasa yang
bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam
rangka pelaksanaa asas desentralisasi.
3) Jasa tersebut
memberikan manfaat khusus bagi orang
pribadi atau badan yang diharuskan membayar
retribusi, disamping untuk melayani kepentingan
dan kemanfaatan umum.
4) Jasa tersebut
layak untuk dikenakan retribusi.
5) Retribusi tersebut
tidak bertentangan dengan kebijakan nasional
mengenai penyelenggaraannya.
6) Retribusi tersebut
dapat dipungut secara efektif dan efisiensi
serta merupakan satu sumber pendapatan daerah
yang potensial.
7) Pemungutan retribusi
memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan
tingkat dan atau kualitas pelayanan yang
lebih baik.
Jenis-jenis retribusi
jasa umum terdiri dari:
1) Retribusi Pelayanan
Kesehatan
2) Retribusi Pelayanan
Persampahan/Kebersihan
3) Retribusi Penggantian
Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan
Akte Catatan Sipil
4) Retribusi Pelayanan
Pemakaman dan Pengabuan Mayat
5) Retribusi Pelayanan
Parkir di Tepi Jalan Umum
6) Retribusi Pelayanan
Pasar
7) Retribusi Pengujian
kendaraan Bermotor
8) Retribusi Pemeriksaan
Alat Pemadam Kebakaran
9) Retribusi Penggantian
Biaya Cetak Peta
10) Retribusi
Pengujian Kapal Perikanan
b. Retribusi Jasa
Usaha, adalah retribusi atas jasa yang
disediakan oleh pemerintah daerah dengan
menganut prinsip komersial karena pada dasarnya
dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
Kriteria
retribusi jasa usaha adalah:
1) Bersifat bukan
pajak dan bersifat bukan retribusi jasa
umum atau retribusi perizinan tertentu
2) Jasa yang
bersangkutan adalah jasa yang bersifat
komersial yang seyogianya disediakan oleh
sektor swasta, tetapi belum memadai atau
terdapatnya harta yang dimiliki/ dikuasai
oleh pemerintah daerah.
Jenis-jenis
Retribusi Jasa Usaha terdiri dari:
1) Retribusi Pemakaian
Kekayaan Daerah
2) Retribusi Pasar
Grosir dan/atau Pertokoan
3) Retribusi Tempat
Pelelangan
4) Retribusi Terminal
5) Retribusi Tempat
Khusus Parkir
6) Retribusi Tempat
Penginapan/ Pesanggahan/ Villa
7) Retribusi Penyedot
Khusus
8) Retribusi Rumah
Potongan Hewan
9) Retribusi Pelayanan
Pelabuhan Kapal
10) Retribusi Tempat
Rekreasi dan Olah Raga
11) Retribusi Penyeberangan
di Atas Air
12) Retribusi Pengolahan
Limbah Cair
13) Retribusi Penjualan
Produksi Usaha Daerah.
c.
Retribusi Perizinan
Tertentu, adalah retribusi atas kegiatan
tertentu pemerintah daerah dalam rangka
pemberian izin kepada orang pribadi atau
badan yang dimaksudkan untuk pembinaan,
pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas
kegiatan pemanfaatan ruang. Penggunaan sumber
daya alam, barang, prasarana, sarana, atau
fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan
umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Kriterian
retribusi perizinan tertentu antara lain:
1. Perizinan tersebut termasuk
kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada
daerah dalam rangka asas desentralisasi
2. Perizinan tersebut
benar-benar diperlukan guna melindungi
kepentingan umum
3. Biaya yang menjadi
beban pemerintah dalam penyelenggaraan izin
tersebut dan biaya untuk menanggulangi
dampak negative dari pemberian izin
tersebut cukup besar sehingga layak
dibiayai dari perizinan tertentu.
Jenis-jenis Retribusi
perizinan tertentu terdiri dari ;
1)
Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan
2)
Retribusi Izin
Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
3)
Retribusi Izin Gangguan
4)
Retribusi Izin Trayek
2.1.3.
Sarana dan Tata Cara Pengumutan Retribusi
Daerah
Pemungutan
retribusi daerah tidak dapat diborongkan,
artinya seluruh proses kegiatan pemungutan
retribusi tidak dapat diserahkan kepada
pihak ketiga. Namun, dalam pengertian ini tidak
berarti bahwa pemerintah daerah tidak boleh
bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan
sangat selektif dalam proses pemungutan
retribusi, pemerintah daerah dapat mengajak bekerja
sama badan-badan tertentu yang karena
profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut
melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis
retribusi tertentu secara lebih efisien.
Kegiatan pemungutan retribusi yang tidak
dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga
adalah kegiatan perhitungan besarnya retribusi
yang terutang, pengawasan penyetoran retribusi,
dan penagihan retribusi.
Retribusi
dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan
Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain
yang dipersamakan. SKRD adalah surat ketetapan
retribusi yang menentukan besarnya pokok
retribusi. Dokumen lain yang dipersamakan antara
lain, berupa karci masuk, kupon dan
kartu langganan. Jika wajib retribusi tertentu
tidak membayar retribusi tepat pada
waktunya atau kurang membayar, ia dikenakan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar
dua persen setiap bulan dari retribusi
terutang yang tidak atau kurang dibayar
dan ditagih dengan menggunakan Surat
Tagihan Retribusi Daerah (STRD).
STRD
surat untuk melakukan tagihan retribusi dan
atau sanksi administrasi berupa bunga dan
atau denda. Tata cara pelaksanaan
pemungutan retribusi daerah ditetapkan oleh
kepala daerah.
Menurut Mahenrazulfan
(Fungsi Retribusi dalam meningkatkan PAD,
halaman 6, tahun 2010)
Pungutan
retribusi langsung atau konsumen dalam
praktekknya biasanya dikenakan karena satu
atau lebih dari pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut:
1. Apakah pelayanan
tersebut merupakan barang-barang public atau
privat,
mungkin pelayanan tersebut dapat disediakan kepada setiap orang.
mungkin pelayanan tersebut dapat disediakan kepada setiap orang.
2. Suatu jasa yang
melibatkan suatu sumber daya yang langka
atau mahal dan perlunya disiplin Masyarakat
dalam mengkonsumsinya.
3. Ada beberapa jenis
konsumsi yang dinikmati oleh individu bukan
karena
kebutuhan pokok sehingga lebih merupakan pilihan dari pada keperluan.
kebutuhan pokok sehingga lebih merupakan pilihan dari pada keperluan.
4. Jasa-jasa dapat
digunakan untuk kegiatan-kegiatan mencari keuntungan
disamping memuaskan kebutuhan-kebutuhan individual di kantor pos,
telepon seluruhnya digunakan secara luas oleh industri.
disamping memuaskan kebutuhan-kebutuhan individual di kantor pos,
telepon seluruhnya digunakan secara luas oleh industri.
Untuk
tata cara pemungutannya retribusi tidak
dapat diborongkan dan retribusi dipungut dengan
menggunakan surat ketetapan retribusi daerah atau
dokumen yang dipersamakan. Pelaksanaan penagihannya
dapat dipaksakan, dalam hal wajib retribusi
tertentu kepada mereka yang tidak membayar
tepat pada waktunya atau kurang membayar,
dikenakan sangsi administrasi, berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari
retribusi yang terutang yang tidak atau
kurang dibayar dan ditagih dengan Surat Tagihan
Retribusi daerah (STRD).
2.1.4.
Perhitungan Retribusi Daerah
Besarnya
retribusi yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang menggunakan jasa atau
perizinan tertentu dihitung dengan cara
mengalikan tarif retribusi dengan tingkat
penggunaan jasa. Dengan demikian, besarnya
retribusi yang terutang dihitung berdasarkan
tarif retribusi dan tingkat penggunaan jasa.
a. Tingkat Penggunaan Jasa
Tingkat
Penggunaan Jasa dapat dinyatakan sebagai
kuantitas penggunaan jasa sebagai dasar
alokasi beban biaya yang dipikul daerah
untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan,
misalnya beberapa kali masuk tempat
rekreasi, berapa kali/berapa jam parker
kendaraan, dan sebagainya.
Akan
tetapi, ada pula penggunaan jasa yang
tidak dapat dengan mudah diukur. Dalam
hal ini tingkat penggunaan jasa mungkin
perlu ditaksir berdasarkan rumus tertentu
yang didasarkan atas luas tanah, luas
lantai bangunan, jumlah tingkat bangunan,
dan rencana penggunaan bangunan.
b. Tarif Retribusi Daerah
Tarif
Retribusi Daerah adalah nilai rupiah atau
persentase tertentu yang ditetapkan untuk
menghitung besarnya retribusi daerah yang
terutang. Tarif dapat ditentukan seragam
atau dapat diadakan perbedaan golongan
tarif sesuai dengan sasaran dan tarif
tertentu, misalnya perbedaan Retribusi Tempat
Rekreasi antara anak dan dewasa.
Tarif
retribusi ditinjau kembali secara berkala
dengan memperhatikan prinsip dan sasaran
penetapan tarif retribusi, hal ini
dimasudkan untuk mengantisipasi perkembangan
perekonomian daerah berkaitan dengan objek
retribusi yang bersangkutan. Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 ditetapkan
bahwa tarif retribusi ditinjau kembali
paling lama lima tahun sekali.
c.
Prinsip dan
Sasaran Penetapan Tarif Retribusi Daerah
Tarif retribusi
daerah ditetapkan oleh pemerintah daerah
dengan memperhatikan prinsip dan sasaran
penetapan tarif yang berbeda antar golongan
retribusi daerah.
Sesuai
dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000
Pasal 21 dan Peraturan Pemerintah Nomor
66 Tahun 2001 Pasal 8-10 prinsip dan
sasaran dalam penetapan tarif retribusi
daerah ditentukan sebagai berikut:
1) Tarif retribusi
jasa umum ditetapkan berdasarkan kebijakan
daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan
jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat,
dan aspek keadilan.
2) Tarif retribusi
jasa usaha ditetapkan berdasarkan pada
tujuan utama untuk memperoleh keuntungan
yang layak, yaitu keuntungan yang dapat
dianggap memadai jika jasa yang
bersangkutan diselenggarakan oleh swasta
3) Tarif retribusi
perizinan tertentu ditetapkan berdasarkan pada
tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh
biaya penyelenggaraan pemberian izin yang
bersangkutan meliputi penerbitan dokumen izin,
pengawasan dilapangan, penegakan hukum,
penatausahaan, dan biaya dampak negatif
dari pemberian izin tersebut.
Menurut Kesit Bambang Prakosa (2003:49-52) prinsip
dasar untuk mengenakan retribusi biasanya
didasarkan pada total cost dari
pelayanan-pelayanan yang disediakan. Akan tetapi
akibat adanya perbedaan-perbedaan tingkat
pembiayaan mengakibatkan tarif retribusi tetap
dibawah tingkat biaya (full cost) ada 4
alasan utama mengapa hal ini terjadi:
a) Apabila suatu
pelayanan pada dasarnya merupakan suatu public
good yang disediakan karena keuntungan
kolektifnya, tetapi retribusi dikenakan untuk
mendisiplinkan konsumsi. Misalnya retribusi air minum.
b) Apabila suatu
pelayanan merupakan bagian dari swasta dan
sebagian lagi merupakan good public. Misalnya
tarif bis disubsidi guna mendorong masyarakat
menggunakan angkutan umum dibandingkan angkuatan
swasta, guna mengurangi kemacetan.
c) Pelayanan seluruhnya
merupakan privat good yang dapat
disubsidi jika hal ini merupakan permintaan
terbanyak dan penguasa enggan menghadapi
masyarakat dengan full cost. Misalnya
fasilitas rekreasi dari kolam renang.
d) Privat good yang dianggap
sebagi kebutuhan dasar manusia dan
group-group berpenghasilan rendah. Misalnya
perumahan untuk tunawisma.
d. Cara Perhitungan
Retribusi
Besarnya
retribusi daerah yang harus dibayar oleh
orang pribadi atau badan yang menggunakan
jasa yang bersangkutan dihitung dari
perkalian antara tarif dan tingkat
penggunaan jasa dengan rumus sebagai berikut:
Retribusi Terutang
= Tarif Retribusi x Tingkat Penggunaan
Jasa
|
2.1.5.
Kriteria Efektivitas Retribusi Daerah
Untuk
menilai tingkat keefektivitas dari pemungutan
retribusi daerah ada beberapa kriteria yang
dipenuhi yaitu:
a. Kecukupan dan
Elastisitas
Elastisitas retribusi
harus responsif kepada pertumbuhan penduduk
dan pendapatan, selain itu juga tergantung
pada ketersediaan modal untuk memenuhi
pertumbuhan penduduk.
b. Keadilan
Dalam pemungutan
retribusi daerah harus berdasarkan asas
keadilan, yaitu disesuaikan dengan kemampuan
dan manfaat yang diterima.
c. Kemampuan Administrasi
Dalam hal ini
retribusi mudah ditaksir dan dipungut.
Mudah ditasir karena pertanggungjawaban
didasarkan atas tingkat konsumsi yang dapat
diukur. Mudah dipungut sebab penduduk hanya
mendapatkan apa yan mereka bayar, jika
tidak dibayar maka pelayanan dihentikan.
2.1.6. Peraturan
Pemerintah Tentang Retribusi Daerah
Peraturan yang
memuat tentang retribusi daerah adalah
Undang-Undang No 18 Tahun 1997 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, direvisi
menjadi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000
Tentang Pajak dan Retribusi Daerah dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah,
dalam peraturan-peraturan ini diatur hal-hal
yang berkaitan dengan ketentuan retribusi
daerah. Seperti jenis-jenis retribusi daerah,
tata cara dan sarana pemungutan retribusi,
perhitungan besarnya retribusi terutang dan
beberapa ketentuan lainnya.
2.2. Pendapatan
Asli Daerah
2.2.1.
Definisi Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli
Daerah adalah pendapatan yang diperoleh
dari sumber –sumber pendapatan daerah dan
dikelola sendiri oleh pemerintah daerah.
Pendapatan Asli Daerah merupakan tukang punggung
pembiayaan daerah, oleh karenanya kemampuan
melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya
kontribusi yang diberikan oleh Pendapatan
Asli Daerah terhadap APBD, semakin besar
kontribusi yang dapat diberikan oleh
Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD
berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah
daerah terhadap bantuan pemerintah daerah.
Pendapatan Asli
Daerah hanya merupakan salah satu komponen
sumber penerimaan keuangan negara disamping
penerimaan lainnya berupa dana perimbangan,
pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan
yang sah juga sisa anggaran tahun
sebelumnya dapat ditambahkan sebagai sumber
pendanaan penyelenggaraan pemerintah di daerah.
Keseluruhan bagian penerimaan tersebut setiap
tahun tercermin dalam anggaran pendapatan
dan belanja daerah (APBD). Meskipun PAD
tidak seluruhnya dapat membiayai APBD,
namun proporsi PAD terhadap total
penerimaan tetap merupakan indikasi derajat
kemadirian keuangan suatu pemerintah daerah.
Pemerintah daerah
diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber
keuangan secara maksimal, namun tentu saja
dalam koridor perundang-undangan yang berlaku
khusunya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
pemerintahan dan pembangunan didaerahnya melalui
Pendapatan Asli Daerah. Menurut DR.Mchfud
Sidik,MSc, tuntutan penigkatan semakin besar
seiring dengan semakin banyaknya kewenangan
pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah
itu sendiri. Dalam penggalian dan
peningkatan pendapatan daerah itu sendiri
banyak permasalahan yang ditemukan, hal ini
dapat disebabkan oleh:
a.
Perannya tergolong
kecil dalam total penerimaan daerah
sebagian besar penerimaan daerah masih
berasal dari bantuan Pusat. Dari segi
upaya pemungutan pajak, banyaknya bantuan
dari subsidi ini mengurangi “usaha” daerah
dalam pemungutan PAD-nya, dan lebih
mengandalkan kemampuan “negosiasi” daerah terhadap
Pusat untuk memperoleh tambahan bantuan.
b. Kemampuan administrasi
pemungutan di derah yang masih rendah.
Hal ini mengakibatkan bahwa pemungutan
pajak cenderung dibebani oleh biaya pungut
yang besar
c.
Kemampuan perencanaan
dan pengawasan keuangan yang lemah. Hal
ini mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat
berarti bagi daerah.
Menurut
Undang-undang No. 33 Tahun 2004,
“Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan
yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di
dalam daerahnya sendiri yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Pendapatan
Asli Daerah merupakan sumber penerimaan
daerah yang asli digali di daerah
yang digunakan untuk modal dasar pemerintah
daerah dalam membiayai pembangunan dan
usaha-usaha daerah untuk memperkecil
ketergantungan dana dari pemerintah pusat.
Menurut
Undang-undang No. 33 Tahun 2004 pasal
6, “ Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
terdiri dari : 1). Pajak daerah, 2).
Retribusi daerah, 3). Hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4).
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
sah”.
Menurut
Mardiasmo (2002: 132), “Pendapatan Asli Daerah
adalah penerimaan daerah dari sektor pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
Pendapatan Asli Daerah yang sah”.
Dalam
rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
pemerintah daerah dilarang:
a.
Menetapkan peraturan
daerah tentang pendapatan yang menyebabkan
ekonomi biaya tinggi dan
b. Menetapkan peraturan
daerah tentang pendapatan yang menghambat
mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan
jasa antar daerah, dan kegiatan impor/ eksport.
2.2.2
. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pengertian
pendapatan asli daerah, Pendapatan Asli
Daerah adalah salah satu sumber dari
pendapatan daerah, yang dimaksud pendapatan
asli daerah adalah penerimaan yang diperole
daerah dari sumber-sumber pendapatan dalam
wilayanya sendiri. Pendapatan asli daerah
tersebut dipungut berdasarkan peraturan daerah.
Menurut
Mardiasmo (2002:132) dalam AMRI SIREGAR
tentang (ANALISIS TINGKAT EFEKTIVITAS PAJAK DAN
RETRIBUSI, halaman 34,38 dan 40. Tahun 2009)
Pendapatan
asli daerah adalah penerimaan yang
diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi
daerah, hasil perusahaan milik daerah,
hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, dan
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Menurut
Halim dan Nasir (2006:44), pendapatan asli
daerah adalah pendapatan yang diperoleh
daerah yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah sesuai dengan peraturan daerah.
2.2.3.
Jenis-jenis Pendapatan Asli Daerah
Klasifikasi
PAD berdasarkan Permendagri Nomor 13/2006 adalah
: Pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain pendapatan asli yang sah. Jenis
pajak daerah dan retribusi daerah dirinci
menurut objek pendapatan sesuai dengan undang-undang
pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan
yang mencakup bagian laba atas pernyataan
modal pada perusahaan milik daerah/BUMD,
bagian laba atas pernyataan modal pada
perusahaan milik pemerintah/BUMN, dan bagian
laba atas pernyataan modal pada perusahaan
milik swasta atau kelompok usaha masyarat.
Jenis-jenis lain PAD yang di sahkan disediakan
untuk menganggarkan penerimaan daerah yang
tidak termaksud dalam pajak daerah, retribusi
daerah, dan hasil pengelolan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dirinci menurut objek
pendapatan yang mencakup hasil penjualan daerah
yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan
bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian
daerah, penerimaan komisi, potongan atau
bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
atau pengadaan barang dan / atau jasa oleh
daerah, penerimaan keuntungan selisi dari
nilai tukar Rupiah terhadap mata uang
asing, pendapatan denda atas keterlambatan
pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak,
pendapatan denda retribusi. Pendapatan hasil
ekskusif atau jaminan, pendapatan dari
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan,
pendapatan dari ansuran/ cicilan penjualan.
2.2.4. Keuangan Daerah
Menurut Menurut
Mahenrazulfan (Fungsi Retribusi dalam
meningkatkan PAD, halaman 8, tahun 2010)
Salah
satu kriteria penting untuk mengetahui
secara nyata kemampuan Daerah dalam mengatur
dan mengurus rumah tangganya adalah
kemampuan self supporting dalam bidang
keuangan. Sehubungan dengan pentingnya posisi
keuangan ini, Pamudji menegaskan:
“Pemerintah
Daerah tidak akan dapa melaksanakan
fungsinya dengan efektif dan efisien tanp
biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan
dan pembangunan… Dan keuangan inilah yang
merupakan salah satu dasar criteria untuk
mengetahui secara nyata kemampuan Daerah dalam
mengurus rumah tangganya sendiri”.
Untuk
dapat memiliki keuangan yang memadai dengan
sendirinya Daerah membutuhkan sumber keuangan
yang cukup pula. Dalam hal ini Daerah
dapat memperolehnya melalui beberapa cara,
yakni: Pertama : mengumpulkan dana dari Pajak
Daerah yang sudah direstui oleh Pemerintah
Pusat; Kedua : melakukan pinjaman dari pihak
ketiga, pasar uang atau bank atau
melalui Pemerintah Pusat; Ketiga : mengambil
bagian dalam pendapatan pajak sentral yang
dipungut Daerah, misalnya sekian persen dari
pendapatan sentralnya tersebut; Keempat :
menambahkan tarif pajak sentral tertentu,
misalnya pajak kekayaan atau pajak
pendapatan; Kelima : menerima bantuan atau
subsidi dari pemerintah pusat.
Undang-undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, menjelaskan bahwa :
1. Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Daerah sendiri, yang terdiri
dari:
·
Pajak Daerah
·
Retribusi Daerah
·
Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang dipisahkan;
2. Sumber PAD lainnya
yang sah;
Dana
perimbangan, yang terdiri dari :
·
Dana bagi hasil
yang bersumber dari pajak dan sumber
daya alam
·
Dana alokasi umum,
yang dialokasikan berdasarkan persentase tertentu
dari pendapatan dalam negeri neto
·
Dana alokasi
khusus yang dialokasikan dari APBN
·
Lain-lain pendapatan
Daerah yang sah, misalnya hibah dan
dana darurat.
Dari
ketentuan tersebut di atas maka pendapatan
Daerah dapat dibedakan kedalam dua jenis
yaitu: Pendapatan Asli Daerah dan
pendapatan non-asli Daerah.
Sumber
pendapatan daerah yang penting lainnya
adalah retribusi daerah. Pengertian retribusi
secara umum adalah “pembayaran-pembayaran kepada
Negara yang dilakukan oleh mereka yang
menggunakan jasa–jasa negara”.
2.2.5.
Hasil Perusahan Milik Daerah dan Hasil
Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah Yang di
Pisahkan
Menurut Halim
(2004: 68), Hasil perusahaan milik daerah
dan hasil kekayaan milik daerah yang
dipisahkan menurut penerimaan daerah yang
berasal dari hasil perusahaan milik daerah
dan pengelolaan kekayaan milik daerah yang
dipisahkan.
Menurut
Halim (2004: 68), jenis pendapatan ini
meliputi objek pendapatan berikut :
·
Bagian laba
perusahaan milik daerah
·
Bagian laba
lembaga keuangan milik Bank
·
Bagian laba
keuangan nonbank
·
Bagian laba atas
pernyertaan modal/invetasi
Sumber
penerimaan PAD yang lainnya menduduki
peranan penting setelah pajak dan retribusi daerah
adalah bagian pemerintah daerah atas laba
Badan Usaha Milik daerah (BUMD). Menurut
Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 hasil
perusahan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan milik daerah yang di pisahkan.
BUMD
merupakan badan usaha yang didirikan
selurunya atau sebagian dengan modal daerah.
Tujuan didirikan BUMD adalah dalam rangka
menciptakan lapangan kerja atau mendorong
pembangunan ekonomi daerah. Selain itu BUMD
juga merupakan cara yang lebih efisiensi
dalam melayani masyarakat, dan merupakan
salah satu sumber penerimaan Negara. Bagian
laba BUMD tersebut digunakan untuk
membiayai pembanguanan daerah dan anggaran
belanja daerah, setelah dikurangi dengan
penyusutan, dan pengurangan lain yang wajar
dalam BUMD.
BUMD
sebenarnya juga merupakan salah satu
potensi sumber keuangan bagi daerah yang
perlu terus ditingkatan guna mendukung
pelaksanaan otonomi daerah. Besarnya kontribusi
laba BUMD dalam pendapatan asli daerah
dapat menjadi indikator kuat dan lemahnya
BUMD dalam suatu daerah.
2.2.6. Lain-lain
Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Menurut
Halim (2004: 69), pendapatan ini merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain
milik pemerintah daerah.
Menurut
Halim (2004: 69), jenis pendapatan ini
meliputi objek pendapatan berikut :
1) Hasil penjualan
asset daerah yang tidak dipisahkan, 2)
Penerimaan jasa giro, 3) penerimaan bunga deposit,
4) Denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, 5)
penerimaan ganti rugi atas/kehilangan kekayaan
daerah .
2.2.7.
Pengelolaan Pendapatan Daerah beserta
Implikasinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan
Daerah dalam struktur APBD masih merupakan
elemen yang cukup penting Fungsinya baik
untuk mendukung penyelenggaraan Pemerintahan maupun
pemberian pelayanan kepada publik. Apabila
dikaitkan dengan pembiayaan, maka pendapatan
Daerah masih merupakan alternative pilihan
utama dalam mendukung program dan kegiatan
penyelenggaraan Pemerintahan dan pelayanan public
di kota/ kabupaten di Indonesia.
Formulasi
kebijakan dalam mendukung pengelolaan anggaran
pendapatan Daerah akan lebih difokuskan pada
upaya untuk mobilisasi pendapatan asli
Daerah, dana perimbangan dan penerimaan
Daerah lainnya.
Kebijakan
pendapatan Daerah Kota/ kabupaten di
Indonesia tahun 2007- 2011 diperkirakan akan
mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar kurang
lebih 10 % dan pertumbuhan tersebut lebih
disebabkan oleh adanya pertumbuhan pada komponen
PAD dan komponen Dana Perimbangan.
2.3.
Kerangka Pemikiran
Teoritis
1. Kewenangan Pemerintah
Dalam Hal Pengendalian Sumber Pendapatan
Asli Daerah
Pada
Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 diatur
pada Pasal 10 menyebutkan :
a) Kewenangan Daerah
Kota jayapura mencakup semua kewenangan
Pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan
dalam Pasal 7 dan yang diatur dalam
Pasal 9.
b) Bidang Pemerintahan
yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kota
jayapura meliputi Pekerjaan Umum, Kesehatan,
Pendidikan dan Kebudayaan, Pertanian, Perhubungan, Industri
dan Perdagangan, Penanaman Modal, Lingkungan
Hidup, Pertanahan, Koperasi dan Tenaga Kerja.
Dalam
Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 hal
tersebut secara rinci telah disebutkan pada
Pasal 14 Ayat (1) kewenangan untuk
Daerah Kota/kota meliputi 16 kewenangan dan
pada Ayat (2) urusan Pemerintahan ada
juga bersifat pilihan meliputi urusan
Pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan Masyarakat
sesuai dengan kondisi, keiklasasan dan
potensi unggulan Daerah yang bersangkutan.
Memperhatikan
kewenangan yang telah dikemukakan di atas,
maka dapat diketahui bahwa terdapat sejumlah
kewenangan dibidang Pemerintahan yang tidak
diserahkan kepada Daerah, sehingga kewenangan
tersebut tetap menjadi wewenang Pemerintah pusat
dalam wujud Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
Undang-undang Nomor
34 Tahun 2004 tercantum pada Pasal
157. Sumber Pendapatan Daerah terdiri dari:
Pendapatan Asli Daerah (PAD) meliputi:
Hasil Retribusi Daerah.
Pemberlakuan
jenis-jenis pajak ini tentunya disesuaikan dengan peraturan-Peraturan
perundang-undangan yang berlaku, seperti UU No. 34/2000 tentang Perubahan atas
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Pada Undang undang ini lebih leluasa dalam menarik Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah di wilayah yurisdiksinya, dengan mengeluarkan
Peraturan Daerah, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi. Sebagai operasionalisasi dari Undang undang ini, Pemerintah
juga telah mengeluarkan PP No. 66/2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Daerah, baik
Pemerintah propinsi maupun di Pemerintah /Kota.
2. Fungsi
Dalam
sebuah organisasi, sistem fungsi memegang fungsi penting untuk memastikan bahwa
segala sesuatunya berjalan sesuai dengan mandat, visi, misi,tujuan serta
target-target organisasi. Sistem fungsi memiliki dua tujuan utama yaitu
akuntabilitas dan proses belajar.
Dari
sisi akuntabilitas, sistem fungsi akan memastikan bahwa dana pembangunan
digunakan sesuai dengan etika dan aturan hukum dalam rangka memenuhi rasa
keadilan. Dari sisi proses belajar,sistem Fungsi akan memberikan informasi
tentang dampak dari program atau intervensi yang dilakukan,sehingga pengambil
keputusan dapat belajar tentang bagaimana menciptakan program yang lebih
efektif.
Berdasarkan
obyek Fungsi, dapat membagi Fungsi terhadap Pemerintah Kota jayapura menjadi
tiga jenis,yaitu Fungsi terhadap:
- Produk hukum dan kebijakan Daerah
- Pelaksanaan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kota jayapura serta produk hukum dan kebijakan
- Keuangan Daerah
Berdasarkan
uraian diatas maka penelitian ini dapat
dirumuskan dalam sebuah kerangka konseptual
1. Kerangka
Penerimaan Retribusi Daerah
pemerintah Kota di Jayapura (X)
|
Pendapatan Asi Daerah Pemerintah
Kota di jayapura (Y)
|
BAB III
METEDOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
3.1.1. Jenis Data
Dalam setiap
kegiatan yang menyakut penelitian pastinya
membutuhkan data-data yang berkaitan dengan
apa yang diteliti. Dengan arti lain bahwa
tanpa sebuah data kegiatan penelitian tidak
akan berjalan dengan baik. Dalam hal
ini juga masih banyak orang (peneliti)
belum menyadari bahwa pentingnya pengidentifikasi
data, sehingga akan berpengaruh pada hasil
penelitian yang dilakukan nanti. Oleh sebab
itu data dalam suatu kegiatan penelitian sangat
di perlukan.
3.1.2. Sumber Data
Data yang
diperlukan dalam penelitian ini :
a. Data kwantitatif
yaitu data yang berupa pendekatan perpustakaan
yang berhubungan dengan permasalahan yang
di bahas
b. Data kwantitatif
yaitu data yang menjelaskan permasalahan
dengan memakai angka-angka dan table mengenai
Analisis Tingkat Penerimaan Retribusi Daerah
terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di
kota Jayapura.
c. Data Internal
yaitu Data yang diperoleh langsung dari
Pimpinan Dispenda kota jayapura
d. Data Ekstenal
yaitu data yang diperoleh dari Kantor
Dispenda dan berupa dokumen-dokumen, dan
literature yang berkaitan dengan kegiatan
penelitian yang dilakukan.
3.2. Satuan Analisis dan Satuan
Pengamatan
Yang menjadi satuan analisis adalah
data Retribusi Tingkat Pendapatan Terhadap Kantor Dinas Pendapatan Asli Daerah
dan yang menjadi satuan pengamatan adalah perusahaan dalam hal ini perusahaan
yang dimaksud adalah Dinas Pendapatan Asli Daerah (DISPEMDA).
3.3.
Metode Pengumpulan Data
Dalam
Penelitian dan kajian akan dipergunakan
Data Primer dan Data sekunder, yaitu:
·
Data Primer
Data
primer adalah data yang diperoleh dari
sumber pertama dan pengamatan secara langsung
serta wawancara mendalam (depth interview)
dengan pihak-pihak terkait.
·
Data sekunder.
Data
yang diperoleh dari Kantor Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA)
dan telah diolah oleh pihak lain dan
lebih lanjut dikaitkan, dengan pembahasan
dalam penelitian.
3.4.
Metode Analisis
Data
Setelah data-data
yang diperlukan sebagai bahan penulis
terkumpul melalui pengumpulan data, kemudian
data tersebut dengan menggunakan metode
analisis deskritif kualitatif dengan pengelolaan
data dalam bentuk distribusi frekwensi
relative (presentase) yang selanjutnya dalam
bentuk table.
3.5. Definisi Operasional
Variabel
3.5.1. Retribusi Daerah
1. Pengertian Retribusi Daerah
Retribusi
Daerah atau Retribusi adalah pungutan daerah adalah (otonom)
sebagai pembayaran Atas Jasa atau pemberian Izin tertentu Yang KHUSUS disediakan sampai / atau diberikan Oleh
Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orangutan Pribadi atau badan .
2. Ciri-ciri
·
Dipungut Oleh pemerintah daerah
adalah, berdasarkan kekuatan diatur dalam peraturan
perundang-Undangan
.
·
Dapat dipungut apabila ADA Jasa Yang
disediakan Oleh pemerintah daerah adalah Dan dinikmati Oleh orangutan atau
badan.
·
Pihak Yang membayar retribusi daerah
adalah mendapatkan Imbalan / balas Jasa secara Langsung Bahasa Dari pemerintah
daerah adalah Atas pembayaran Yang dilakukannya.
3. Objek dan Golongan Retribusi
Objek Retribusi Adalah:
Ø Jasa UMUM;
Ø Jasa Usaha; Dan
Ø Perizinan Tertentu.
Artikel Baru demikian, retribusi
digolongkan menjadi:
Ø Retribusi Jasa UMUM;
Ø Retribusi Jasa Usaha; Dan
Ø Retribusi Perizinan Tertentu.
4. Jenis-jenis Retribusi
Retribusi
Jasa Umum
Objek Retribusi Jasa Umum adalah
pelayanan Yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan
kepentingan Dan kemanfaatan UMUM Serta dapat dinikmati Oleh orangutan Pribadi
atau Badan.
Jenis Retribusi Jasa Umum Adalah:
Ø Retribusi Pelayanan Kesehatan;
Ø Retribusi Pelayanan persampahan /
Kebersihan Kota Bandung;
Ø Retribusi Penggantian Wesel Cetak
Kartu Tanda Penduduk Dan Akta PT BUMI Sipil;
Ø Retribusi Pelayanan Pemakaman Dan
Pengabuan Mayat;
Ø Retribusi Pelayanan PARKIR di Tepi
Jalan UMUM;
Ø Retribusi Pelayanan Pasar;
Ø Retribusi Pengujian Kendaraan
Bermotor;
Ø Retribusi Pemeriksaan Alat pemadam
KEBAKARAN;
Ø Retribusi Penggantian Wesel Cetak
PETA;
Ø Retribusi Penyediaan sampai / atau
Penyedotan Kakus;
Ø Retribusi Pengolahan Dasar hukum:
Regulations Cair;
Ø Retribusi Pelayanan Tera / Tera
Ulang;
Ø Retribusi Pelayanan Pendidikan, Dan
Ø Retribusi Pengendalian Menara
Telekomunikasi.
Jenis Retribusi di atas dapat tidak
dipungut apabila Potensi penerimaannya Kecil sampai / atau kebijakan pendidikan
nasional Atas / daerah adalah untuk memberikan pelayanan nihil secara
Cuma-Cuma.
Retribusi
Jasa Usaha
Objek Retribusi Jasa Usaha adalah
pelayanan Yang disediakan Oleh Pemerintah Daerah Artikel Baru menganut Prinsip
Komersial Yang meliputi:
Ø pelayanan Artikel Baru menggunakan /
memanfaatkan kekayaan Daerah Yang belum dimanfaatkan secara optimal, sampai /
atau
Ø Oleh Pemerintah Daerah pelayanan
Sepanjang belum disediakan secara memadai Oleh pihak swasta.
JENIS Retribusi Jasa Usaha Adalah:
Ø Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
Ø Retribusi Pasar Grosir dan / atau
Pertokoan;
Ø Retribusi TEMPAT Pelelangan;
Ø Retribusi Terminal;
Ø Retribusi TEMPAT KHUSUS PARKIR;
Ø Retribusi TEMPAT Penginapan /
Pesanggrahan / Villa;
Ø Retribusi Rumah Potong Pada Hewan;
Ø Retribusi Pelayanan kepelabuhanan;
Ø Retribusi TEMPAT Rekreasi Dan
OLAHRAGA;
Ø Retribusi Penyeberangan di Air; Dan
Ø Retribusi PENJUALAN Produksi Usaha
Daerah.
Retribusi
Perizinan Tertentu
Objek Retribusi Perizinan Tertentu
adalah pelayanan perizinan tertentu Oleh Pemerintah Daerah kepada orangutan
Pribadi atau Badan Yang dimaksudkan untuk pengaturan Dan Pengawasan Atas usaha
atau kegiatan Pemanfaatan RUANG, penggunaan Sumber Daya alam, Barang,
prasarana, Sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan UMUM Dan
menjaga kelestarian Lingkungan.
JENIS Retribusi Perizinan Tertentu
Adalah:
Ø Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
Ø Retribusi Izin TEMPAT PENJUALAN
Minuman beralkohol;
Ø Retribusi Izin Gangguan;
Ø Retribusi Izin trayek; Dan
Ø Retribusi Izin Usaha Perikanan.
Kriteria
Retribusi
Selain JENIS-JENIS retribusi di
Atas, pemerintah Pusat dapat pula berwenang menetapkan JENIS retribusi Lain
melalui PERATURAN
Pemerintah .
Kriteria retribusi adalah sebagai
berikut:
Ø Retribusi Jasa UMUM:
1) Retribusi Jasa UMUM bersifat Bukan
before Dan bersifat Bukan Retribusi Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan
Tertentu;
2) Jasa Yang bersangkutan merupakan
kewenangan Daerah Dalam, Rangka pelaksanaan waktu desentralisasi;
3) Jasa nihil memberi MANFAAT KHUSUS
Bagi orangutan Pribadi atau Badan Yang diharuskan membayar retribusi, disamping
untuk melayani kepentingan Dan kemanfaatan UMUM;
4) Jasa nihil hanya diberikan kepada
orangutan Pribadi atau Badan Yang membayar retribusi Artikel Baru memberikan
keringanan * Bagi Yang 'masyarakat tidak mampu;
5) Retribusi tidak bertentangan Artikel
Baru kebijakan pendidikan nasional mengenai penyelenggaraannya;
6) Retribusi dapat dipungut secara
efektif Dan pengerjaannya efisien, Serta merupakan salat Satu Sumber pendapatan
Daerah Yang potensial; Dan
7) pemungutan Retribusi memungkinkan
penyediaan Jasa nihil Artikel Baru tingkat sampai / atau kualitas pelayanan
Yang lebih BAIK.
Ø Retribusi Jasa Usaha:
1) Retribusi Jasa Usaha bersifat Bukan
before Dan bersifat Bukan Retribusi Jasa UMUM atau Retribusi Perizinan
Tertentu;
2) Jasa Yang bersangkutan adalah Jasa
Yang bersifat Komersial Yang seyogyanya disediakan Oleh sektor perikanan swasta
tetapi belum memadai atau terdapatnya memiliki harta Yang dimiliki / dikuasai
Daerah Yang belum dimanfaatkan secara Penuh Oleh Pemerintah Daerah.
Ø Retribusi Perizinan Tertentu:
1) perizinan nihil termasuk kewenangan
pemerintahan Yang Diserahkan kepada Daerah Dalam, Rangka asas waktu
desentralisasi;
2) perizinan nihil benar-benar
diperlukan guna * Melindungi kepentingan UMUM; Dan
3) Wesel yang menjadi pendapatan daerah
dalam, penyelenggaraan Izin nihil dan wesel untuk menanggulangi dampak negatif
bahasa dari pemberian Izin nihil cukup besar sehingga layak dibiayai bahasa
dari retribusi perizinan;
3.5.2. Pendapatan Asli Daerah
Definisi variabel intervening
menurut Sugiyono (2006:41) adalah “variabel yang secara teoritis mempengaruhi
hubungan antara variable independen dengan dependen. Variabel ini merupakan
variabel penyela/antara yang terletak di antara variabel independen dan dependen,
sehingga variable independen tidak langsung mempengaruhi berubahnya atau
timbulnya variable dependen”. Dengan adanya perubahan pada variabel independen,
maka variable dependen pun akan mengalami perubahan. Dalam penelitian ini, maka
yang menjadi variabel intervening adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurut UU No. 33 Tahun 2004,
definisi dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah “pendapatan yang diperoleh
daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”.
3.5.3. Kemandirian Daerah / Variabel
Dependen
Menurut Sugiyono (2006:40)
menjelaskan tentang variabel dependen atau variabel terikat yaitu: “ variabel
terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena
adanya variabel bebas ”. Dalam penelitian ini, maka yang menjadi variabel
dependen adalah kemandirian daerah.
Menurut Forum Dosen Akuntansi Sektor
Publik Yogyakarta (2004:28) menyatakan pengertian kemandirian daerah, yaitu : “
Kemandirian suatu daerah adalah bagaimana daerah tersebut mampu menjalankan
fungsinya untuk menyejahterakan masyarakat daerahnya tanpa bergantung kepada
daerah lain ”.
No comments:
Post a Comment