Media
memiliki peranan penting sebagai katalisator dalam masyarakat (Lasswell, 1934),
bahkan teoretisi Marxis melihatmedia massa sebagai piranti yang sangat kuat (a
powerfull tool). Namun seiring dengan semakin beragamnya media dan semakin
berkembangnya masyarakat, kebenaran teori-teori tersebut menjadi diragukan.
Pers No. 40
Tahun 1999 dan UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 kemudian ditetapkan untuk
menjamin kebebasan dan independensi media massa. Media massa yang terjamin
kebebasan dan independensinya pada gilirannya menguntungkan semuanya, baik
negara maupun masyarakat. Walaupun seringkali dianggap merugikan
kepentingan-kepentingan politik tertentu.
Media massa
dipandang punya kedudukan strategis dalam masyarakat. Secara konseptual,
keberadaan media massa dan masyarakat perlu dilihat secara bertimbal balik.
Untuk itu ada 2 pandangan yaitu apakah media massa membentuk (moulder) atau
mempengaruhi masyarakat, ataukah sebaliknya sebagai cermin (mirror) atau
dipengaruhi oleh realitas masyarakat.
Albert
Camus, novelis terkenal dari Perancis pernah mengatakan bahwa pers bebas dapat
baik dan dapat buruk, namun tanpa pers bebas, yang ada hanya celaka. Oleh
karena salah satu fungsinya ialah melakukan kontrol sosial, pers melakukan
kritik dan koreksi terhadap segala sesuatu yang menrutnya tidak beres dalam
segala persoalan. Karena itu, ada anggapan bahwa pers lebih suka memberitakan
hah-hal yang salah daripada yang benar. Pandangan seperti itu sesungguhnya
melihat peran dan fungsi pers tidak secara komprehensif, melainkan parsial dan
ketinggalan jaman.Karena kenyataannya, pers sekarang juga memberitakan
keberhasilan seseorang, lembaga pemerintahan atau perusahaan yang meraih
kesuksesan serta perjuangan mereka untuk tetap hidup di tengah berbagai
kesulitan.
Berdasarkan
uraian diataslah penulis menyusun karya tulis ini agar pembaca lebih memahami
arti dan peranan pers itu.
a.
Apa itu pengertian pers ?
b. Apakah peran dan fungsi pers itu ?
c.
Bagaimana peran pers dari kemerdekaan sampai sekarang ?
Penulis membuat karya ilmiah ini dengan tujuan untuk :
1. Memberi
tahukan kepada pembaca mengenai pers dan memaparkan fungsi serta peranan pers
dari masa kemerdekaan hingga sekarang ini.
2. Dapat
mengajak pembaca untuk lebih memahami pers itu sendiri dan mampu menilai
bagaimana perananan pers dari kemerdekaan hingga sekarang.
3. Untuk
melengkapi tugas mata pelajaran sejarah.
A.
PENGERTIAN PERS
Istilah “pers”
berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Secara
harfiah pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti penyiaran secara
tercetak atau publikasi secara dicetak (printed publication).
Dalam
perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas
dan pers dalam pengertian sempit. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua
media komunikasi massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi
memancarkan/ menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan
seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain. Maka dikenal adanya istilah
jurnalistik radio, jurnalistik televisi, jurnalistik pers. Dalam pengertian
sempit, pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses
percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah
bulanan dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak.
B.
PERAN DAN FUNGSI PERS
Fungsi dan peranan pers Berdasarkan
ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungi pers ialah sebagai
media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. Sementara Pasal 6 UU
Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:
memenuhi hak masyarakat untuk mengetahuimenegakkkan nilai-nilai dasar
demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta
menghormati kebhinekaanmengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang
tepat, akurat, dan benarmelakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umummemperjuangkan keadilan
dan kebenaran.
Berdasarkan fungsi dan peranan pers
yang demikian, lembaga pers sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi (
the fourth estate) setelah lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif , serta
pembentuk opini publik yang paling potensial dan efektif. Fungsi peranan pers
itu baru dapat dijalankan secra optimal apabila terdapat jaminan kebebasan pers
dari pemerintah. Menurut tokoh pers, jakob oetama, kebebasan pers menjadi
syarat mutlak agar pers secara optimal dapat melakukan pernannya. Sulit
dibayangkan bagaiman peranan pers tersebut dapat dijalankan apabila tidak ada
jaminan terhadap kebebasan pers. Pemerintah orde baru di Indonesia sebagai
rezim pemerintahn yang sangat membatasi kebebasan pers . ha l ini terlihat,
dengan keluarnya Peraturna Menteri Penerangan No. 1 tahun 1984 tentang Surat
Izn Usaha penerbitan Pers (SIUPP), yang dalam praktiknya ternyata menjadi
senjata ampuh untuk mengontrol isi redaksional pers dan pembredelan.
C.
PERANAN MEDIA/PERS DARI KEMERDEKAAN SAMPAI SEKARANG
A. Masa
Penjajahan Belanda
Pada tahun
1615 atas perintah Jan Pieterzoon Coen, yang kemudian pada tahun 1619 menjadi
Gubernur Jenderal VOC, diterbitkan “Memories der Nouvelles”, yang ditulis
dengan tangan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa “surat kabar” pertama
di Indonesia ialah suatu penerbitan pemerintah VOC. Pada Maret 1688, tiba mesin
cetak pertama di Indonesia dari negeri Belanda. Atas intruksi pemerintah,
diterbitkan surat kabar tercetak pertama dan dalam nomor perkenalannya dimuat
ketentuan-ketentuan perjanjian antara Belanda dengan Sultan Makassar. Setelah
surat kabar pertama kemudian terbitlah surat kabar yang diusahakan oleh pemilik
percetakan-percetakan di beberapa tempat di Jawa. Surat kabar tersebut lebih
berbentuk koran iklan.
Tujuan
pendirian pers masa itu :
· Untuk
menegakkan penjajahan
·
Menentang pergerakan rakyat
·
Melancarkan perdagangan
B. Masa Pendudukan
Jepang
Pada masa ini, surat kabar-surat kabar Indonesia yang semula berusaha dan
berdiri sendiri dipaksa bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya
disesuaikan dengan rencana-rencana serta tujuan-tujuan tentara Jepang untuk
memenangkan apa yang mereka namakan “Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur
Raya. Dengan demikian, di zaman pendudukan Jepang pers merupakan alat Jepang.
Kabar-kabar dan karangan-karangan yang dimuat hanyalah pro-Jepang semata.
C. Awal
Kemerdekaan (1942-1945)
Pers di awal
kemerdekaan dimulai pada saat jaman jepang. Dengan munculnya ide bahwa beberapa
surat kabar sunda bersatu untuk menerbitkan surat kabar baru Tjahaja (Otista),
beberapa surat kabar di Sumatera dimatikan dan dibuat di Padang Nippo (melayu),
dan Sumatera Shimbun (Jepang-Kanji). Dalam kegiatan penting mengenai kenegaraan
dan kebangsaan Indonesia, sejak persiapan sampai pencetusan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, sejumlah wartawan pejuang dan pejuang wartawan turut
aktif terlibat di dalamnya. Di samping Soekarno, dan Hatta, tercatat antara
lain Sukardjo Wirjopranoto, Iwa Kusumasumantri, Ki Hajar Dewantara, Otto
Iskandar Dinata, G.S.S Ratulangi, Adam Malik, BM Diah, Sjuti Melik, Sutan
Sjahrir, dan lain-lain.
Penyebarluasan
tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dilakukan oleh
wartawan-wartawan Indonesia di Domei, di bawah pimpinan Adam Malik. Berkat
usaha wartawan-wartawan di Domei serta penyiar-penyiar di radio, maka praktisi
pada bulan September 19945 seluruh wilayah Indonesia dan dunia luar dapat
mengetahui tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
RRI (Radio
Republik Indonesia) terbentuk pada tanggal 11 September 1945 atas prakasa
Maladi. Dalam usahanya itu Maladi mendapat bantuan dari rekan-rekan wartawan
lainnya, seperti Jusuf Ronodipuro, Alamsjah, Kadarusman, dan Surjodipuro. Pada
saat berdirinya, RRI langsung memiliki delapan cabang pertamanya, yaitu di
Jakarta, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Surakarta, dan Surabaya.
D. Setelah
Indonesia Merdeka (1945-1959)
1. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI
Pada masa
ini, pers sering disebut sebagai pers perjuangan. Pers Indonesia menjadi salah
satu alat perjuangan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia sekaligus penggerak
pembangunan bangsa. Beberapa hari setelah teks proklamasi dibacakan Bung Karno,
terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat,
termasuk pers. Hal yang diperebutkan terutama adalah peralatan percetakan.
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, di Sumatera dan sekitarnya, usaha
penyebarluasan berita dilakukan mula-mula berupa pamflet-pamflet, stensilan,
sampai akhirnya dicetak, dan disebar ke daerah-daerah yang terpencil. Di
Sulawesi dan sekitarnya, kalangan pers selalu mendapat tekanan-tekanan, seperti
yang dialami Manai Sophiaan yang mendirikan surat kabar Soeara Indonesia di
Ujung Pandang.
Pada bulan
September-Desember 1945, kondisi pers RI semakin kuat, yang ditandai oleh mulai
beredarnya koranSoeara Merdeka(Bandung),Berita Indonesia (Jakarta), Merdeka,
Independent, Indonesian News Bulletin, Warta Indonesia,da nThe Voice of Free
Indonesia.
Kalangan
pers membutuhkan wadah guna mempersatukan pendapat dan aspirasi mereka. Hal
tersebut terwujud pada tanggal 8-9 Februari 1946, dengan terbentuknya Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) di Solo atau Surakarta.
2. Setelah Agresi Militer
Setelah
agresi militer Belanda 1 pada tanggal 21 Juli 1947, keadaan pers republik
bertambah berat dan sulit. Kegiatan penerbitan dan penyiaran waktu itu
mengalami pengekangan dan penekanan yang berat, karena pihak penguasa Belanda
bisa secara tiba-tiba langsung menyerbu ke kantor redaksi atau percetakan surat
kabat yang bersangkutan, sekaligus menangkap pemimpin redaksi maupun wartawan
surat kabar tersebut.
Keadaan
Republik Indonesia bertambah suram lagi sewaktu pada tanggal 19 Desember 1948
karena pada masa ini jumlah wartawan sedikit, umumnya para wartawan tersebut
ditangkap dan dipenjarakan sebagai tahanan politik. Para wartawan yang berhasil
lolos ada yang keluar kota dan ada juga yang ikut bergerilya bersama TNI di
pedalaman dan di desa-desa terpencil. Meski begitu, mereka tetap mengusahakan
penerbitan berupa stensilan.
E. Tahun 1950± 1960-an
Masa ini
merupakan masa pemerintahan parlementer atau masa demokrasi liberal. Pada masa
demokrasi liberal, banyak didirikan partai politik dalam rangka memperkuat
sistem pemerintah parlementer. Pers, pada masa itu merupakan alat propaganda
dari Par-Pol. Beberapa partai politik memiliki media/koran sebagai corong
partainya. Pada masa itu, pers dikenal sebagai pers partisipan.
F. Tahun 1970 -an
Orde baru
mulai berkuasa pada awal tahun 1970-an. Pada masa itu, pers mengalami
depolitisasi dan komersialisasi pers. Pada tahun 1973, Pemerintah Orde Baru
mengeluarkan peraturan yang memaksa penggabungan partai-partai politik menjadi
tiga partai, yaitu Golkar, PDI, danPP P. Peraturan tersebut menghentikan
hubungan partai-partai politik dan organisasi massa terhadap pers sehingga pers
tidak lagi mendapat dana dari partai politik.
G. Tahun 1980 -an
Pada tahun
1980-an banyak Media Massa Cetak yang
menyesuaikan kebijakannya pada sistem politik yang berlaku (Hermawan Sulistyo,
dalam Maswadi Rauf 1993). Surat kabar bukan hanya dipahami sebagai saluran
kegiatan politik, namun juga sebagai saluran kegiatan ekonomi, budaya, sosial,
dan sebagainya. Ukuran ekonomi tampak dari penerbitan pers yang melihat hal ini
sebagai lapangan bisnis.
Pada tahun
1982, Departemen Penerangan mengeluarkan Peraturan Menteri Penerangan No. 1
Tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Dengan adanya
SIUPP, sebuah penerbitan pers yang izin penerbitannya dicabut oleh Departemen
Penerangan akan langsung ditutup oleh pemerintah. Oleh karena itu, pers sangat
mudah ditutup dan dibekukan kegiatannya. Pers yang mengkritik pembangunan
dianggap sebagai pers yang berani melawan pemerintah. Pers seperti ini dapat
ditutup dengan cara dicabut SIUPP-nya.
Maksudnya, pada tahun 1990-an
sebelum gerakan reformasi dan jatuhnya Soeharto, pers di Indonesia mulai
menentang pemerinah dengan memuat artikel- artikel yang kritis terhadap tokoh
dan kebijakan Orde Baru. Pada tahun 1994, ada tiga majalah mingguan yang
ditutup, yaitu Tempo,DeT IK, dan Editor.
H. Masa Reformasi (1998/1999)
± sekarang
Tumbuhnya pers
pada masa reformasi merupakan hal yang menguntungkan bagi masyarakat. Kehadiran
pers saat ini dianggap sudah mampu mengisi kekosongan ruang publik yang menjadi
celah antara penguasa dan rakyat. Dalam kerangka ini, pers telah memainkan
peran sentral dengan memasok dan menyebarluaskan informasi yang diperluaskan
untuk penentuan sikap, dan memfasilitasi pembentukan opini publik dalam rangka
mencapai konsensus bersama atau mengontrol kekuasaan penyelenggara negara.
Peran inilah
yang selama ini telah dimainkan dengan baik oleh pers Indonesia. Setidaknya,
antusias responden terhadap peran pers dalam mendorong pembentukan opini publik
yang berkaitan dengan persoalan-persoalan bangsa selama ini mencerminkan
keberhasilan tersebut.
Pada masa
reformasi, pers Indonesia menikmati kebebasan pers. Pada masa ini terbentuk UU
Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Era reformasi ditandai dengan terbukanya
keran kebebasan informasi. Di dunia pers, kebebasan itu ditunjukkan dengan
dipermudahnya pengurusan SIUPP. Sebelum tahun 1998, proses untuk memperoleh
SIUPP melibatkan 16 tahap, tetapi dengan instalasi Kabinet BJ.
Habibie
proses tersebut melibatkan 3 tahap saja. Berdasarkan perkembangan pers
tersebut, dapat diketahui bahwa pers di Indonesia senantiasa berkembang dan
berubah sejalan dengan tuntutan perkembangan zaman.
Pers di Indonesia telah mengalami
beberapa perubahan identitas. Adapun perubahan- perubahan tersebut adalah :
·
Tahun
1945-an, pers di Indonesia dimulai sebagai pers perjuangan.
·
Tahun
1950-an dan tahun 1960-an menjadi pers partisan yang mempunyai tujuan
·
sama dengan
partai-partai politik yang mendanainya.
·
Tahun
1970-an dan tahun 1980-an menjadi periode pers komersial, dengan
·
pencarian
dana masyarakat serta jumlah pembaca yang tinggi.
·
Awal tahun
1990-an, pers memulai proses repolitisasi.
·
Awal
reformasi 1999, lahir pers bebas di bawah kebijakan pemerintahan BJ.
·
Habibie,
yang kemudian diteruskan pemerintahan Abdurrahman Wahid dan
·
Megawati
Soekarnoputri, hingga sekarang ini.
Pers
memiliki peranan yang sangat penting untuk bangsa ini mulai dari zaman
kemerdekaan hingga saat ini, itu disebabkan karena antara pemerintah dan
warga negara memerlukan komunikasi dan media yang dapat menghubungkan keduanya.
Apalagi saat ini perkembangan pers di Indonesia sudah maju dengan pesat. Dengan adanya
berita melalui koran, tabloid, majalah, radio, televisi, dan internet,
masyarakat dapat dengan cepat mengetahui suatu kebijakan pemerintah. Penyajian
berita atau kejadian melalui pers dapat diketahui masyarakat dengan cepat, akurat, dan
efektif.
Tanpa adanya
pers bisa-bisa kita akan menjadi bangsa yang terbelakang karena media sangatlah
dibutuhkan. Dapat disimpulkan bahwa fungsi & peranan pers di Indonesia
antara lain:
1. media
untuk menyatakan pendapat dan gagasan-gagasannya.
2. media
perantara bagi pemerintah dan masyarakat.
3. penyampai
informasi kepada masyarakat luas.
4.
penyaluran opini publik.
Setelah mengetahui arti dan peranan pers di Indonesia, penulis mengharapkan
bahwa hendaknya kita sebagai bangsa Indonesia meyakini bahwa keberadaan pers
sangat dibutuhkan dalam memperoleh suatu informasi, akan tetapi kita juga harus
lebih pandai dalam memilah informasi yang disampaikan oleh media.
No comments:
Post a Comment