Ternyata nanas itu tidak terlalu sulit merawatnya.
Kata pak Rochman, seorang petani nanas dari Subang yang saya temui di
kebunnya, tanah yang gembur dan berhawa panas lebih
baik dari pada tanah berbatu seperti tanahnya itu. Hawa yang panas juga
membuat nanas lebih manis.
Pohon nanas ditanam berbaris rapi seperti padi agar
mudah membersihkan rumput yang tumbuh disekitarnya setiap tiga bulan
sekali. Memupuknya juga setiap tiga bulan sekali
sehabis dibersihkan rumputnya itu. Karena nanas dipanen setahun dua kali,
berarti hanya butuh memberi pupuk dua kali untuk
sekali tanam. Pupuk urea dan KCl ditabur langsung ke sekitar batangnya. 20
Kg pupuk cukup untuk 2.000 batang pohon nanas. Atau
satu sendok teh per satu tanamanan.
Pada bulan-bulan pertama, tanaman nanas membutuhkan
tanaman pelindung. Untuk pak Rochman tanaman singkong adalah tanaman
pelindung pilihannya. Alasannya, hasil singkongnya
juga bisa dijual.
Setelah pohon nanas berdaun sekitar 20 lembar (pohon
nanas berumur + 3 bulan), pohon nanas disiram dengan obat dengan
takaran 20 mililiter obat untuk 20 liter air. 20
mililiter campuran obat itu disiramkan langsung ke pusat pohon dimana daun
termuda berada.
Kata pak Rochman, obat itu akan membuat pohon nanas
cepat berbuah. Nah ini mestinya rahasia petani.
Tetapi pak Rochman menceritakannya kepada saya
sangat rinci. Setelah sekitar satu minggu sebelum nanas dipanen, lagi-lagi
obat itu dimainkan dengan cara (menurut istilah pak Patahilla SP) dipulaskan, maksudnya dioleskan seperti mengecat dengan kuas,
pada buah nanas tersebut. Tentu harus dilakukan satu
persatu dengan telaten. Obat inilah yang membuat warna nanas menjadi
kuning sedikit kemerahan ketika kita beli. Jadi
kalau makan nanas harus dikupas lho ya, kecuali kulit nanas tidak enak, juga
mengandung pestisida.
Bagaimana pemasarannya? Ia tidak menjual sendiri
langsung pada pembeli, tetapi nanasnya di borong oleh pedagang. “Cara
menaksir harganya bagaimana pak, tanaman seluas ini,
dan nanasnya khan nggak kelihatan”, tanya saya. Jawabnya: ”Itu perlu
pengalaman. Tapi saya sendiri tahu persis berapa
kira-kira jumlah buah nanas saya. Khan saya setiap hari keliling
merawatnya”. Selanjutnya: “Kalau pedagang, cukup
bertanya berapa banyak saya menggunakan obat, dia langsung bisa menafsir
berapa harga seluruhnya”. Satu hektar lahan bisa
ditanami 10.000 batang pohon nanas.
Untuk nanas yang baik, yaitu besar dan sehat
(lagi-lagi ini masalah pengalaman), bisa mencapai Rp. 1.800,00 hingga Rp.
2.000,00 per Kg. Nanas yang kurang baik, Rp.
1.000,00 hingga Rp. 1.200,00 per Kg. Nanas yang baik, ia menyebutnya nanas ’
super’, satu biji bisa seberat hingga 3 Kg.
Hitung-hitung, sekali panen setengah hektar lahan bisa menghasilkan Rp. 6 juta.
“Itulah sebabnya saya tidak menanam padi seperti
orang lain”, katanya dengan bangga. “Sebelum ada orang menanam nanas di
daerah ini, sayalah yang merintisnya. Sekarang sudah
ribuan orang menanam nanas”, kata ketua himpunan petani nanas itu.
Dia melanjutkan ceritanya. Pohon nanas yang pohonnya
besar, bisa berbuah hingga 6-7 kali. Jadi bisa berumur 3 tahun lebih.
Setelah panenan pertama, daun nanas yang sudah tua
dibersihkan dari batangnya, kemudian dibiarkan tumbuh dengan diperlakukan
seperti tanaman baru termasuk membersihkan rumput
dan memupuknya. Ketika saya sedang membuat sedikit catatan, pak Patahilla SP
menghilang. Apa yang dilakukan?
Ternyata ia mengambil nanas sebesar kepalanya.
Katanya: ”Ini untuk kenang-kenangan bapak”. “Berapa pak harganya”. “Untuk
bapak saja”, katanya mencoba meyakinkan saya. Saya
bengong melihat nanas sebesar itu.
Ketika saya pamit setelah mengucapkan terima kasih
berkali-kali, ia bilang: ”Saya bersedia datang ke Surabaya untuk membantu
cara menanam nanas. Banyak orang sini yang pergi ke
daerah lain untuk mengajar menanam nanas”. “Oh, ya pak, semoga kita
ketemu lagi untuk mebicarakan itu”. Jadi, siapa
diantara pembaca yang punya lahan dan ingin ditanami nanas, saya bisa
membantu menghubungi pak Patahilla ini.
“Oh, ya pak, bedanya dengan nanas Palembang apa
pak?” “Kalau nanas Palembang, daunnya ada durinya. Nanas Subang daunnya
tidak berduri”, jelasnya. Saya perhatikan daunnya,
memang tidak berduri. Setelah mengucapkan terimakasih sekali lagi, saya
berpamitan.
Tangan kiri dengan sebuah nanas sebesar kepala,
tangan kanan dengan tas kecil berisi kamera dan catatan, saya menyusuri
No comments:
Post a Comment