CARA KULTUR JARINGAN
Pendahuluan
1.1. Pengertian
Kultur Jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman
dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta
menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya
nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya
sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri & bergenerasi menjadi
tanaman lengkap. Prinsip utamanya adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan
bagian vegetatif tanaman, menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat
steril.
Teknik kultur jaringan pada saat ini telah berkembang menjadi teknik perkembangbiakan tanaman yang sangat penting pada berbagai spesies tanaman.
Teknik kultur jaringan pada saat ini telah berkembang menjadi teknik perkembangbiakan tanaman yang sangat penting pada berbagai spesies tanaman.
1.2. Latar belakang teori
Teknologi
ini dimulai dengan spekulasi ilmuwan dari German bernama Haberlandt pada awal
abad ke 20 tentang teori totipotensi. Haberlandt menyatakan bahwa setiap sel
mampu tumbuh dan berkembang menjadi tanaman normal jika dikulturkan pada
nutrisi dan lingkungan yang tepat.
1.3. Sejarah Perkembangan Kultur Jaringan
Kultur
jaringan tanaman pertama kali berhasil dilakukan ole White pada thaun 1934.
Pada tahun 1939, Whiter melaporkan keberhasilannya dalam membuat kultur kalus
dari wortel (animasi kultur kalus wortel) dan tembakau. Pada tahun 1957,
tulisan penting Skoog dan Miller dipublikasikan dimana mereka menyatakan bahwa
interkasi kuantitatif antara auksin dan sitokinin menentukan tipe pertumbuhan
dan morfogenik yang akan terjadi. Penelitian mereka pada tembakau
mengindikasikan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin yang tinggi akan
menginduksi pengakaran, sedangkan rasio sebaliknya akan menginduksi pembentukan
tunas. Akan tetapi pola respon ini tidak berlaku universal.
Temuan
penting lainnya adalah hasil penelitian Morel tentang perbanyakan anggrek
melalui kultur jaringan pada tahun 1960, dan penggunaan yang meluas media
kultur dengan konsentrasi garam mineral yang tinggi, dikembangkan oleh
Murashige dan Skoog tahun 1962.
Pengetahuan
dasar botani adalah sangat penting dalam kesuksesan kultur jaringan. Pada Bab
berikutnya kami akan memberi anda pengertian tentang anatomi dan morfologi
tanaman berbunga.
1.4. Manfaat Kultur Jaringan Tanaman
1. Perbanyakan
cepat dari klon
Kecepatan
multiplikasi sebanyak 5 akan memberikan 2 juta plantlet dalam 9 generasi yang
memerlukan waktu 9 – 12 bulan.
2. Keseragaman
genetik.
Karena
kultur jaringan merupakan perbanyakan vegetatif, rekombinasi karakter genetik
acak yang umum terjadi pada perbanyakan seksual melalui biji, dapat dihindari.
Karenanya, anakan yang dihasilkan bersifat identik. Akan tetapi, mutasi dapat
terjadi pada kultur jaringan pada saat sel bermultiplikasi, terutama pada
kondisi hormone dan hara yang tinggi. Mutasi genetik pada masa multiplikasi
vegetatif ini disebut ‘variasi somaklonal’.
3. Kondisi
aseptik
Proses
kultur jaringan memerlukan kondisi aseptik, sehingga pemeliharaan kultur
tanaman dalam kondisi aseptik memberi bahan tanaman yang bebas pathogen
4. Seleksi
tanaman
Adalah
memungkinkan untuk memiliki tanaman dalam jumlah besar pada wadah kultur yang
relative kecil. Seperti telah disebutkan sebelumnya, variasi genetik mungkin
terjadi. Juga, adalah memungkinkan untuk memberi perlakuan kultur untuk
meningkatkan kecepatan mutasi. Perlakkuan dengan bahan kimia (bahan mutasi,
hormone) atau fisik (radiasi) dapat digunakan.
5. Stok mikro
Memelihara
stok tanaman dalam jumlah besar mudah dilakukan pada in vitro culture. Stok
induk biasanya dipelihara in vitro, dan stek mikro diambil untuk diakarkan di
kultur pengakaran atau dengan perbanyakan biasa.
6. Lingkungan
terkontrol
7. Konservasi
genetik
Kultur
jaringan dapat digunakan untuk menyelamatkan spesies tanaman yang terancam
(rare and endangered species). Metode dengan pemeliharaan minimal, penyimpanan
jangka panjang telah dikembangkan.
8. Teknik kultur
jaringan dapat digunakan untuk menyelamatkan hibrida dari spesies yang tidak
kompatibel melalui kultur embrio atau kultur ovule.
9. Tanaman
haploid dapat diperoleh melaui kultur anther.
10. Produksi
tanaman sepanjang tahun.
11. Perbanyakan
vegetatif untuk spesies yang sulit diperbanyak secara normal dapat dilakukan
melalui kultur jaringan.
Anatomi dan Morfologi Tanaman
2.1. Perkembangan benih, bibit
Embrio
matang pada tanaman berbungan dapat memiliki 1 kotiledon (tanaman monokotil)
atau 2 kotiledon (tanaman dikotil). Kotiledon, kadang disebut sebagai keeping
biji, merupakan daun pertama tanaman muda.
Biji dapat didefinisikan sebagai bakal biji yang telah masak. Setiap biji memiliki kulit biji yang berfungsi sebagai pelindung, suatu bentuk penyimpanan makanan dan embrio. Pada saat benih berkecambah, embrio membesar (tumbuh), kulit biji pecah, dan tanaman baru muncul. Pertumbuhan awal tergantung pada makan yang tersimpan pada endosperma, atau, jika tidak ada endosperma, dalam kotiledon. Selama perkecambahan, akar primer tumbuh dari radikula (calon akar) dan merupakan struktur pertama yang muncul dari embrio. Cabang lateral lalu muncul dari akar primer. Batang muda lalu, muncul dari ujung batang plumula. Daun baru segera terbentuk, dan bibit tumbuh cepat pada tahap ini (gambar 2.1 dan 2.2).
Biji dapat didefinisikan sebagai bakal biji yang telah masak. Setiap biji memiliki kulit biji yang berfungsi sebagai pelindung, suatu bentuk penyimpanan makanan dan embrio. Pada saat benih berkecambah, embrio membesar (tumbuh), kulit biji pecah, dan tanaman baru muncul. Pertumbuhan awal tergantung pada makan yang tersimpan pada endosperma, atau, jika tidak ada endosperma, dalam kotiledon. Selama perkecambahan, akar primer tumbuh dari radikula (calon akar) dan merupakan struktur pertama yang muncul dari embrio. Cabang lateral lalu muncul dari akar primer. Batang muda lalu, muncul dari ujung batang plumula. Daun baru segera terbentuk, dan bibit tumbuh cepat pada tahap ini (gambar 2.1 dan 2.2).
2.2. Jaringan Dasar
(a)
Parenkim
Parenkim merupakan jaringan tanaman yang paling umum dan belum berdiferensiasi. Kebanyakan karbohidrat non-struktural dan air disimpan oleh tanaman pada jaringan ini. Parenkim biasanya memiliki dimensi panjang dan lebar yang sama (isodiametrik) dan protoplas aktif dibungkus oleh dinding sel primer dengan selulose yang tipis. Ruang interseluler antar sel umum terdapat pada parenkim.
Parenkim merupakan jaringan tanaman yang paling umum dan belum berdiferensiasi. Kebanyakan karbohidrat non-struktural dan air disimpan oleh tanaman pada jaringan ini. Parenkim biasanya memiliki dimensi panjang dan lebar yang sama (isodiametrik) dan protoplas aktif dibungkus oleh dinding sel primer dengan selulose yang tipis. Ruang interseluler antar sel umum terdapat pada parenkim.
Gambar
Jaringan Parenkim.
(b)
Kolenkim
Kolenkim terdiri dari sel – sel yang serupa dengan parenkim tapi dengan penebalan pada dinding sel primer. Umumnya terletak pada bagian peripheral batang dan beberapa bagian daun. Dinding sel yang plastis dan fleksibel pada kolenkim member dukungan yang cukup untuk sel – sel tetangganya. Karena kolenkim jarang menghasilkan dinding sel sekunder, jaringan ini tampak sebagai sel – sel dengan penebalan dinding sel yang ekstensif
Kolenkim terdiri dari sel – sel yang serupa dengan parenkim tapi dengan penebalan pada dinding sel primer. Umumnya terletak pada bagian peripheral batang dan beberapa bagian daun. Dinding sel yang plastis dan fleksibel pada kolenkim member dukungan yang cukup untuk sel – sel tetangganya. Karena kolenkim jarang menghasilkan dinding sel sekunder, jaringan ini tampak sebagai sel – sel dengan penebalan dinding sel yang ekstensif
Gambar
jaringan kolenkim.
Hubungan
erat antara jaringan kolenkim dan parenkim tampak pada batang dimana kedua
jaringan ini terletak bersebelahan. Banyak contoh menunjukkan tidak adanya
batas khusus antara kedua jaringan, karena sel – sel dengan ketebalan sedang
ada antara kedua jenis jaringan yang berbeda ini.
(c)
Sklerenkim
Sklerenkim adalah jaringan pendukung pada tanaman. Penebalan lignin terletak pada dinding sel primer dan sekunder dan dinding menjadi sangat tebal sehingga hanya ada sedikit ruang untuk protoplas yang nantinya hilang jika sel dewasa (gambar jaringan sklerenkim). Sel – sel yang terdiri dari jaringan sklerenkim mungkin terbagi menjadi 2 tipe: serat (fibre) atau sklereid.
Serat atau fibre biasanya memanjang dengan dinding berujung meruncing pada penampang membujur (longitudinal section; L.S.), sedangkan sklereid, kecil dengan ukuran bervariasi. Terdapat pada bagian keras buah dan biji. Bagian bergerigi pada buah pir disebabkan oleh sel – sel batu (stone cell, sklereid).(gambar jaringan sklerenkim).
Sklerenkim adalah jaringan pendukung pada tanaman. Penebalan lignin terletak pada dinding sel primer dan sekunder dan dinding menjadi sangat tebal sehingga hanya ada sedikit ruang untuk protoplas yang nantinya hilang jika sel dewasa (gambar jaringan sklerenkim). Sel – sel yang terdiri dari jaringan sklerenkim mungkin terbagi menjadi 2 tipe: serat (fibre) atau sklereid.
Serat atau fibre biasanya memanjang dengan dinding berujung meruncing pada penampang membujur (longitudinal section; L.S.), sedangkan sklereid, kecil dengan ukuran bervariasi. Terdapat pada bagian keras buah dan biji. Bagian bergerigi pada buah pir disebabkan oleh sel – sel batu (stone cell, sklereid).(gambar jaringan sklerenkim).
2.3. Jaringan Vaskular
Jaringan
vaskular atau jaringan pengangkut membawa air dan larutan ke seluruh tanaman.
Xylem berfungsi untuk membawa air sedangkan floem membawa larutan organik. Baik
xylem maupun floem terdiri dari beberapa tipe sel. Pada batang primer jaringan
ini terletak pada berkas pengangkut dimanan floem di bagian luar dan xylem di
bagian dalam. Floem dan xylem dipisah oleh beberapa baris sel meristem
berdinding tipis yang disebut cambium.
(a)
Xylem
Ada 4 macam sel yang ditemukan pada xylem: vessels (berkas pengangkut), trakeid, serat dan parenkim. Yang merupakan karakteristik sel – sel xylem adalah berkas pengangkut dan trakeid yang memiliki dinding sel tebal mengandung lignin dan merupakan pengangkut air. Trakeid berbentuk sl memanjang, serupa dengan serat tapi berdiameter lebih besar. Pada penampang melintang (transverse section; T.S.) berkas pengangkut tampak besar dan bulat pada jaringan xylem. Trakeid sulit dibedakan dengan serat atau berkas pengangkut (kecuali untuk ukuran yang berbeda) pada T.S. Pada xylem, perbedaan berikut dapat dibuat pada T.S.
Metaxylem vessels : sel –sel yang lebih besar yang ditemukan pada bagian terakhir xylem
Protoxylem vessels : sel – sel yang pertama terlignifikasi, biasanya rusak atau pindah (akibat pemanjangan). Perlu dicatat bahwa pada batang, protoxylem berada di sebelah dalam metaxylem (posisi endarch), sedangkan pada akar, protoxylem pada bagian luar (exarch).
Ada 4 macam sel yang ditemukan pada xylem: vessels (berkas pengangkut), trakeid, serat dan parenkim. Yang merupakan karakteristik sel – sel xylem adalah berkas pengangkut dan trakeid yang memiliki dinding sel tebal mengandung lignin dan merupakan pengangkut air. Trakeid berbentuk sl memanjang, serupa dengan serat tapi berdiameter lebih besar. Pada penampang melintang (transverse section; T.S.) berkas pengangkut tampak besar dan bulat pada jaringan xylem. Trakeid sulit dibedakan dengan serat atau berkas pengangkut (kecuali untuk ukuran yang berbeda) pada T.S. Pada xylem, perbedaan berikut dapat dibuat pada T.S.
Metaxylem vessels : sel –sel yang lebih besar yang ditemukan pada bagian terakhir xylem
Protoxylem vessels : sel – sel yang pertama terlignifikasi, biasanya rusak atau pindah (akibat pemanjangan). Perlu dicatat bahwa pada batang, protoxylem berada di sebelah dalam metaxylem (posisi endarch), sedangkan pada akar, protoxylem pada bagian luar (exarch).
Penebalan
lignin dari trakeid dan berkas pengangkut terdiri dari 5 tipe. Penebalan
Annular atau spiral merupakan karakteristik protoxylem, sedangkan scalariform,
reticulate, atau penebalan pitted merupakan cirri metaxylem (gambar hal 6).
(b)
Floem
4 tipe sel ditemukan pada floem: sieve tube members, companion cells, sel parenkim dan serat (gambar floem, hal 7). Banyak sel – sel yang berbentuk tubular, memanjang dengan dinding tipis. Sel – sel ini aktif ketika muda tapi jika sieve tube member menua, inti menghilang tapi sitoplasma masih ada. Masing – masing sieve tube member dilengkapi oleh companion cell yang memiliki inti pada saat dewasa. Bagian dinding sieve tube member yang memiliki satu atau lebih daerah sieve seringkali disebut sieve plate. Beberapa sieve plate mungkin tersumbat. Sumbatan ini sering disebut slime plug, merupakan akumulasi protein pada pori. Plug – plug ini mencegah eksudasi terus – menerus dari sieve tubes.
4 tipe sel ditemukan pada floem: sieve tube members, companion cells, sel parenkim dan serat (gambar floem, hal 7). Banyak sel – sel yang berbentuk tubular, memanjang dengan dinding tipis. Sel – sel ini aktif ketika muda tapi jika sieve tube member menua, inti menghilang tapi sitoplasma masih ada. Masing – masing sieve tube member dilengkapi oleh companion cell yang memiliki inti pada saat dewasa. Bagian dinding sieve tube member yang memiliki satu atau lebih daerah sieve seringkali disebut sieve plate. Beberapa sieve plate mungkin tersumbat. Sumbatan ini sering disebut slime plug, merupakan akumulasi protein pada pori. Plug – plug ini mencegah eksudasi terus – menerus dari sieve tubes.
Anatomi dan morfologi organ utama tanaman
Tanaman
berbiji mendominasi lansekap modern. Merek termasuk tidak hanya pohon – pohon
yang menghasilkan cone (gymnosperma) seperti cycads, pines, cedars dan spruces,
tapi juga tanaman yang menghasilkan buah, tanaman berbunga (angiosperma).
Tanaman
berbunga dibagi menjadi Dikotil dan Monokotil. Masing – masing biji berisi
embrio yang setidaknya memiliki 1 daun khusus, atau kotiledon, termodifikasi
untuk penyimpanan makanan atau absorbsi. Jumlah daun biji merupakan sifat yang
digunakan untuk membedakan 1 tanaman dengan yang lainnya, tapi karena ini ada
dalam benih dan tidak mudah diihat langsung, karakteristik lain juga digunakan
untuk membedakan antar tanaman.
1. Dikotil
dicirikan oleh adanya 2 kotiledon pada embrio, bagian bunga kebanyakan 4 atau
5, berkambium, berkas pengangkut membentuk melingkar dengan pit pusat,
berbentuk herbaceous atau woody (berkayu), dan daun kebanyakan bertulangdaun
menjari. Dikotil merupakan grup yang lebih besar dari Monokotil. Contoh umum,
sebagian besar pohon dan semak, seperti eucalyptus, anyelir, kentang.
2. Monokotil
dicirikan oleh adanya 1 kotiledon pada embrio, bagian bunga kebanyakan 3, tanpa
cambium, berkas pengangkut tersebar pada batang (pada pith atau jaringan
dasar). Hampir semua bentuk semak dengan daun bertulang parallel. Contoh umum
adalah jagung, bamboo, tebu, lili, anggrek dan palem.
3.1. Akar
Pada
kebanyakan tanaman berpembuluh, akar menjadi bagian sporofit yang terletak di
bawah tanah dan terutama terlibat dalam penyerapan air dan mineral, serta
membuat tanaman dapat berdiri tegak. Dua fungsi lainnya adalah sebagai tempat
penyimpanan dan penghubung. Kebanyakan akar berfungsi sebagai penyimpan,
seperti pada wortel, bit gula dan ketela rambat.
3.1.1. Organisasi ujung akar
Meristem
apikal akar sangat mirip dengan meristem apical pucuk, memiliki 3 daerah
meristem, protoderm (berkembang menjadi epidermis), prokambium (berkembang
menjadi stele) dan meristem dasar (yang membentuk korteks); juga, meristem
apikal akar membentuk sel – sel di depan posisinya yang membuat tudung akar dan
bertugas untuk melindungi meristem apikal akra pada saat akar menembus tanah.
Sistem perakaran tidak memiliki kutikula.
Sel
– sel protoderma memanjang dan memiliki vakuola dan, sedikit jauh dari ujung
akar, banyak yang tumbuh menonjol membentuk RAMBUT AKAR. Rambut akar ini
berkembang dengan cepat dan menembus partikel tanah. Dinding selnya yang tipis
menyerap air (dan ion – ion mineral) secara bebas. Zona rambut akar disebut
juga lapisan piliferous akar, meningkatkan permukaan penyerapan akar secara
luar biasa. Diperkirakan tanaman rye yang tumbuh cepat akan membentuk 5 km akar
baru dan 100 km rambut akar per hari. Masa hidup rambut akar sangat pendek.
Pada akar yang lebih tua, penyerapan erakhir dan permukaan membentuk kitin
(cutinized).
Akar
lateral berasal dari sekelompok sel – sel (perisikel) di dalam akar dan
berlawanan dengan ujung protoxylem. Massa sel – sel kecil berbentuk kerucut
terbentuk dan tumbuh di sebelah kanan axis akar utama, setelah beberapa waktu,
menembus epidermis. Anatomi dan organisasinya sama persis dengan akar utama.
3.1.2 Anatomi akar (Gambar hal 11)
Penampang
melintang akar, dilihat di bawah mikroskop, memperlihatkan fitur – fitur
berikut:
1. Epidermis atau
lapisan piliferous dengan akar rambut
Akar
rambut dihasilkan pada daerah muda akar di belakang ujung akar, dan pada akar
tua mungkin mengkerut atau menghilang.
2. Korteks
Daerah
yang lebar, homogen, terdiri dari sel – sel parenkim berdinding tipis, dengan
ruang antar sel yang besar. Sel – selnya seringkali berisis butiran pati,
terutama pada bagian akar yang lebih tua.
3. Endodermis
Bagian
terdalam dari korteks dan biasanya merupakan lapisan yang khas, selebar 1 sel,
dan dapat dibedakan karena menyerupai pita dengan penebalan dinding, disebut
pita kaspari.
4. Stele, terdiri
dari:
(i)
Perisikel : lapisan sel – sel berdinding tipis, berada persis disebelah dalam
endodermis. Akar lateral muncul dari perisikel, pada poin yang berlawanan
dengan protoxylem
(ii)
Xylem : terdiri dari baigan dengan dinding tebal, berlignin, dengan susunan
radial 3, 4, 5, atau 7 pada akar dikotil, dan mencapai 30 kelompk pada akar
monokotil.
(iii)
Floem : terdiri dari banyak kelompok seperti xylem, terletak diantara kelompok
protoxylem.
3.2. Batang (Gambar hal 13)
Batang
berfungsi terutamanya untuk mendukung daun sehingga daun selalu terekspos ke
sinar matahari. Bunga dan buah juga tumbuh pada batang dan cabang – cabangnya.
Batang bertugas membawa air dan larutan mineral ke atas dan mengantarkan hasil
fotosintesis pada daun ke arah bawah. Banyak batang termodifikasi sebagai
tempat penyimpanan makanan, ada juga yang berfungsi sebagai organ
berfotosintesis, lainnya merupakan alat perbanyakan vegetative (reproduksi
aseksual).
3.2.1. Organisasi ujung batang (Gambar hal 14).
Dua
region pada meristem apikal
1. Daerah luar 1-
4 lapis dimana divisi sel terjadi secara anti-klinal, yaitu vertical terhadap
permukaan; mengakibatkan peningkatan luas permukaan dan sedikit penambahan
kedalaman; daerah ini disebut TUNICA
2. Dibawah
tunika, sel membelah ke seluruh arah, meningkatkan volume jaringan; daerah ini
disebut CORPUS.
Jika
sel – sel baik tunika maupun korpus membelah dengan kecepatan yang sama, akan
menghasilkan lapisan permukaan yang lebih luas dan lapisan superficial akan
terbentuk. Pengaturan pertama untuk ini adalah divisi periklinal (misalnya
parallel terhadap permukaan) pada lapisan kedua tunika, lalu pembelahan akan
terjadi lagi dan membentuk tonjolan yang khas pada jaringan. Ini adalah
primordial daun, membelah cepat dan membentuk organ kecil berwarna hijau.
Dengan penumbuhan ujung batang, lapisan baru terbentuk pada apex, dan
primordial daun baru terbentuk. Proses inilah yang membuat filotaksis pada
tunas, susunan khas pada batang yang merupakan karakteristik individu pada
spesies.
Meristem
apikal dapat dibedakan menjadi 3 daerah meristematik.
1. Protoderm,
yang nantinya membentuk epidermis, lapisan terluar sel – sel tunas
2. Prokambium,
membentuk berkas pengangkut
3. Meristem
dasar, membentuk korteks dan pith.
Sangat
kecilnya meristem apikal membuatnya sangat sulit untuk diambil dan dikulturkan,
biasanya disebut MERISTEM CULTURE sebenarnya merupakan SHOOT TIP CULTURE atau
kultur ujung tunas, dimana eksplan terdiri dari meristem apikal dengan 1 atau 2
primordia daun dengan tunas aksiler.
3.2.2 Anatomi batang
Jika
batang dipotong melintang beberapa cm dari ujung tunas dan dilihat di bawah
mikroskop, jaringan berikut akan tampak (gambar hal 14):
1. Epidermis :
lapisan tunggal, terluar, dari sel parenkim dengan dinding luar diselimuti
kutin, kadang – kadang memiliki rambut dengan banyak sel atau satu sel pada
interval.
2. Korteks :
terdiri dari sel besar berdinding tipis (parenkim) dengan banyak ruang antar
sel, dan mungkin memiliki pita skelerenkim di bagian luar.
3. Stele : silinder
pusat, terdiri dari:
a)
Cincin berkas pengangkut
b)
Pith (medulla) menempati tengah batang dan terdiri dari sel – sel parenkim
besar berdinding tipis.
Setiap
berkas pengangkut terdiri dari xylem dan floem, dan pada batang dikotil,
memiliki zona cambium, yaitu daerah meristematik yang terdiri dari 2 – 4
lapisan sel –sel kecil, berdinding tipis yang ada diantara xylem dan floem.
Kambium (satu lapis) membentuk sel – sel baru yang akan pada saat dewasa
menjadi xylem dan floem (Gambar hal 15).
Batang
monokotil berbeda dengan dikotil dimana berkas pengangkut umumnya tersebat pada
batang dan tidak memiliki kambium (gambar hal 16). Inilah sebabnya kenapa
monokotil tidak dapat diperbanyak dengan tunas atau sambungan. Penebalan
sekunder pada batang dikotil biasanya tidak terjadi pada batang monokotil dan
tidak akan pernah menghasilkan silinder berkayu yang besar yang sangat khas
pada dikotil.
3.3. Anatomi daun
3.3.1. Daun Dorsiventral (gambar hal 17).
Daun
pada banyak dikotil (dan sebagian monokotil) bersifat dorsiventral, yaitu
memiliki permukaan atas (adaxial) dan bawah (abaxial) yang berbeda secara
morphologis.
1. Epidermis atas
terdiri dari satu lapis sel, berbentuk persegi, dinding terluarnya ditutupi
oleh kutikula, dan tidak mengandung kloroplas. Beberapa stomata, jika ada,
dapat ditemui pada epidermis atas.
2. Mesofil
Palisade. Terletak persis di bawah epidermis atas dan terdiri dari satu atau
lebih lapisan yang agak sempit, sel – sel berdinding tipis yang sangat
berdekatan, sel – sel persegi memanjang ke arah epidermis. Masing – masing sel
terdiri dari banyak kloroplas. Ada system yang telah terbentuk dari ruang antar
sel melalui jaringan ini.
3. Mesofil bunga
karang (spongy mesophyll). Terdiri dari sel berdinding tipis, longgar, bentuk
tidak teratur, dimana banyak ruang antar sel. Kloroplas ada di sel – sel ini,
tapi dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan sel palisade.
4. Epidermis
bawah, serupa dalam struktur permukaan atas, tapi memiliki banyak stomata. Tiap
pori stomata terbuka ke arah ruang antar sel besar yang disebut ruang
substomata atau cavity.
5. Sistem
vaskular. Potongan ke arah daerah midrib menunjukkan bentuk xylem seperti bulan
sabit ke arah permukaan atas daun dan floem ke arah permukaan bawah. Di atas
dan di bawah benang vaskuler,m di sebelah epidermis atas dan bawah, jaringan
mesofil digantikan oleh sel – sel kolenkim yang meningkatkan kekuatan mekanis
daun.
3.3.2 Daun isobilateral (gambar hal 18)
Daun
isobilateral secara morfologi sama di kedua sisinya, meskipun masih ada
permukaan abaxial dan adaxial, yang dapat dibedakan dari T.S (penanpang
melintang) dengan melihat posisi xylem dan floem pada berkas pengangkutnya.
Daun tipe ini biasanya berorientasi sehingga cahaya masuk merata pada kedua
permukaan. Daun pada monokotil umumnya isobilateral.
Perbanyakan Mikro
Perbanyakan
mikro atau kultur organ dimulai dengan bagian yang terorganisir dari suatu
tanaman, paling sering digunakan adalah kuncup, dan proses pengkulturan ini
menjaga keadaan terorganisir ini sambil mengarahkan pertumbihan dan
perkembangan ke arah perbanyakan dan regenerasi tanaman baru yang lengkap
(gambar hal. 22). Ini berbeda dengan kultur yang melibatkan produksi jaringan
tak terorganisir seperti kalus.
Pada
perbanyakan mikro, proses ini melibatkan beberapa atau semua tahap berikut:
1. Pemilihan
bahan tanaman yang tepat
2. Pengembangan
kultur aseptik
3. Mutliplikasi
4. Elongasi
5. Pembentukan
akar
6. Penanaman ke
lapang.
Pada
masing – masing tahap berbagai factor dan kondisi harus diberikan untuk
memanipulasi tanaman ke arah pertumbuhan yang diinginkan. Kebanyakan factor –
factor ini atau kondisi ini adalah pengaturan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Karenanya, praktek kultur jaringan harus didasari dengan pengetahuan
dasar fisiologi tanaman atau biologi.
1.
Seleksi bahan tanaman yang sesuai
1.1.
Seleksi tanaman stok
1.1.1.
Genotipe
Jika
memungkinkan, gunakan bahan tanaman dengan tetua yang memiliki kisaran genetik
berbeda.
1.1.2.
Kondisi tanaman
Eksplan
yang sehat dan vigiorous kemungkinan besar akan menghasilkan kultur yang baik
dan berhasil.
1.1.3.
Bagian tanaman
Tunas
atau ruas/node paling sering digunakan, tapi bagian lain juga dapat digunakan
tergantung pada spesies dan tujuan yang diinginkan
1.1.4.
Ukuran tanaman
Semakin
kecil eksplan, semakin kecil kemungkinan menularkan penyakit endogenus atau
mengintroduksikan variasi akibat chimera. Sebaliknya, eksplan yang lebih kecil
lebih mudah rusak pada saat penanganan dan lebih rentan terhadap kegagalan pada
kultur awal.
1.1.5.
Kemudahan mengkulturkan
Beberapa
spesies atau kultivar lebih mudah dikulturkan dibandingkan yang lain; secara
umum, tanaman yang mudah diperbanyak secara tradisional dengan stek, biasanya
lebih mudah dikulturkan.
1.1.6.
Posisi tanaman
Ujung
tunas dan daun yang baru tumbuh adalah bahan eksplan terbaik. Hindari
menggunakan bahan yang kontak langsung dengan tanah, dimana kemungkinan besar
infestasi penyakit sangat besar.
1.1.7.
Jaringan berpenyakit
Pilihlah
jaringan yang sehat. Ujung tunas yang sedang aktif tumbuh cenderung memiliki
sedikit infestasi.
1.1.8.
Khimera
Beberapa
tanaman mudah mengalami mutasi genetik atau chimera, misalnya warna berbeda
pada sebagaian daun, bentuk daun yang berbeda. Sifat genetik tertentu dapat
direproduksi pada kultur. Tapi, beberapa sifat chimera kadang dipilih sebagai
karakteristik yang diinginkan.
1.1.9.
Poliploidi
Jaringan
tanaman normal memiliki set jumlah kromosom tertentu pada selnya. Beberapa
individu atau jaringan mungkin memiliki tambahan (poliploidi) atau pengurangan
jumlah kromosom. Ini mungkin disebabkan abnormalitas alami atau disebabkan oleh
perlakuan bahan kimia.
1.2.
Siklus pertumbuhan tanaman
1.2.1.
Juvenil/dewasa
Jaringan
muda/juvenile dihasilkan dari bibit tanaman. Jaringan dewasa dihasilkan setelah
beberapa siklus pertumbuhan. Jaringan dewasa memiliki karakter fisiologis yang
berbeda yang mempengaruhi kebutuhan kulturnya.
1.2.2.
Vegetatif/generatif
Tunas
yang sedang berkembang bias jadi bersifat vegetatif atau generatif (floral)
tergantung pada posisi dan siklus pertumbuhannya. Umumnya tunas vegetatif lebih
disukai untuk kultur, karena akan dapat memproduksi tunas baru dan menghasilkan
banyak titik – titik tumbuh. Status fisiologi jaringan tunas berbeda pada
periode berbunga dan ini dapat mempengaruhi respon tunas vegetatif yang
dikoleksi pada saat itu. Disarankan untuk menghindari periode berbunga sebagai
bahan tanaman, tapi penelitian menunjukkan bahwa beberapa spesies tanaman asli
Australia menunjukkan hal yang berbeda.
1.2.3.
Aktif/dorman
Seperti
pada pembungaan, tanaman dan tunas individu atau jaringan melalui siklus
pertumbuhan aktif dan tidak aktif (dormansi) dan perbedaan keadaan ini
mempengaruhi respon tanaman terhadap kondisi kultur.
1.3.
Keadaan fisiologis
Tujuan
kultur jaringan adalah untuk mengontrol kondisi dimana eksplan yang dikulturkan
dapat tumbuh sesuai arah yang diinginkan. Pertumbuhan organ, jaringan, baik
pada kultur maupun pada tanaman biasa, ditentukan oleh kondisi fisiologis pada
jaringan. Respon tanaman terhadap perubahan pada kondisi pertumbuhan harus
dimediasi oleh perubahan fisiologis pada jaringan.
Dalam
prakteknya, ini berarti bahwa kondisi yang tepat diperlukan untuk memungkinkan
respon pertumbuhan tertentu pada kultur tergantung pada status fisiologis bahan
tanaman. Status fisiologis tanaman bervariasi secara alami karena tanaman
tumbuh pada tahap yang berbeda dan kondisi berbeda atau musim yang berbeda.
Kita dapat mengontrol beberapa perubahan ini baik secara tidak langsung dengan
mengontrol lingkungan, seperti suhu, sinar, suplai air, supai hara atau secara
langsung dengan memberikan zat pengatur tumbuh.
1.3.1.
Hormon tanaman (Zat Pengatur Tumbuh)
Dengan
memanipulasi tipe dan level hormon tanaman pada kultur jaringan, kita dapat
mengatur pola pertumbuhan yang diinginkan. (Zat pengatur tumbuh akan dibahas
tersendiri pada minggu ke 13).
1.3.2.
Level karbohidrat
Tunas
umumnya mengakumulasi karbohidrat pada antara periode pertumbuhan tunas atau
pertumbuhan buah dan mengkonsumsinya pada periode berikutnya. Karenanya,
tingkat karbohidrat yang lebih tinggi dibutuhkan pada awal dan akhir masa
pertumbuhan.
Karena
media kultur mengandung sumber karbohidrat, biasanya sukrosa, level karbohidrat
endogenus pada tanaman mungkin tidaklah penting. Sebaliknya, jika stek
dirangsang untuk membentuk akar secara konvensional, ia akan tergantung pada
suplai karbohidrat internal untuk sumber energinya hingga daun terbentuk.
Inilah dasar mengapa stek (dan eksplan untuk kultur) sebaiknya tidak dikoleksi
pada periode berbunga atau pembuahan. Sementara cadangan karbohidrat mungkin
pada level tertinggi pada akhir musim, tunas mungkin masuk ke fase dormansi.
Karenanya awal pertumbuhan daun baru biasanya lebih disukai sebagai eksplan
kultur.
1.3.3.
Status hara
Ada
2 parameter status hara, level sebenarnya dari masing – masing unsur dan
keseimbangan antar unsur. Pada kultur jaringan, semua hara penting, yang
biasanya disuplai pada tanah, harus disediakan pada media dengan proporsi yang
sesuai. Ketersediaan hara dapat mempengaruhi keseimbangan media. Status nutrisi
bahan tanaman awal mungkin juga memiliki pengaruh.
1.3.4.
Dormansi
Tanaman
tidak tumbuh dengan kecepatan yang sama secara kontinyu. Pertumbuihan bagian
tanaman yang berbeda dibatasi oleh periode dimana sedikit pertumbuhan atau
tidak tumbuh sama sekali, yang biasanya disebut dormansi. Tiga macam atau
dormansi dapat dibedakan berdasarkan asal penghambatan pertumbuhan. Ini dapat
disebabkan oleh:
-
Kondisi lingkungan yang berubah, seperti suhu ekstrim (dormansi akibat
lingkungan)
-
Apikal dominansi dan hambatan korelatif
- Kondisi yang terjadi pada waktu yang lebih awal,
menyebabkan perubahan pada jaringan yang akhirnya menghambat pertumbuhan,
misalnya dormansi tunas di musim dingin akibat kondisi pertumbuhan pada saat
musim panas sebelumnya (biasa disebut rest).
Karena
tujuan kultur jaringan umumnya untuk merangasang pertumbuhan dan perkembangan
cepat dari tunas, kita perlu menghindari atau menanggulangi dormansi. Dormansi
yang disebabkan factor lingkungan dapat dihindari dengan menyediakan kondisi
lingkungan yang terkontrol. Hambatan korelatif pada suatu tunas dapat
ditanggulangi dengan cara mengioslasi tunas atau menghilangkan titik tumbuh
terminal dan daun – daun. Aplikasi sitokinin dapat menghilangkan dominansi
apikal dan merangsang pertumbuhan tunas aksiler, sehingga tunas memperbanyak.
Tapi rest, seperti definisinya, terletak pada tunas atau jaringan itu sendiri
dan tidak dapat dihilangkan dengan perlakuan langsung seperti disebut di atas.
Sifat
alami restm dan bentuk dormansi lainnya, belum diketahui. Suatu penjelasan
menyebutkan perubahan fisik dan kimia pada jaringan dan struktur di sekitarnya
suatu organ. Beberapa hipotesis menyatakan bahwa rest disebabkan oleh akumulasi
inhibitor (misalnya asam absisik); leaching atau netralisasi inhibitor ini akan
memecah rest. Aplikasi bahan kimia termasuk hormon (giberelin, sitokinin)
kadangkala efektif. Ekspos pada suhu rendah adalah cara alami untuk mengatasi
rest. Pelukaan jaringan didekatnya juga efektif.
Rest
dapat dihindari pada kultur dengan mengambil eksplan dari bagian yang tidak
dorman, yaitu ujung tunas yang sedang aktif tumbuh atau pucuk yang ada dekat
daun yang baru tumbuh. Mengekspos kultur terhadap suhu dingin selama beberapa
minggu dapat mengatasi dormansi pada beberapa kasus, misalnya pada benih atau
embrio.
1.3.5.
Sinar
Sinar
memiliki berbagai pengaruh pada pertumbuhan tanaman, selain menyediakan sumber
energy untuk fotosintesis. Sebaliknya, ketiadaan sinar akan memperngaruhi
status fisiologis jaringan tanaman. Level karbohidrat berkurang pada intensitas
cahaya rendah atau gelap. Perubahan pada level hormon endogenus atau komponen fisiologis
lainnya dapat dipengaruhi olej perubahan intensitas cahaya, durasi atau
kualitas cahaya. Pengaruh ini mungkin terjadi pada tanaman tetua atau kultur
pada tahap tertentu.
1.3.6. Stress
air
Kekurangan
air dapat menyebabkan layu permanen, serta akumulasi asam absisik pada daun.
Ini dapat menginduksi dormansi atau rest. Periode kekurangan air sub-lethal
(hampir mati) kadang dapat merangsang inisiasi bunga. Layu dan kerusakan
jaringan adalah kekawatiran utama pada kultur jaringan, terutama pada masa persiapan
eksplan.
Bacaan
selanjutnya :
a) Anthurium
Pembentukan kultur aseptik
5.1. Desinfestasi/Kontaminasi
5.1.1. Tipe – tipe kontaminasi
Eksplan atau kultur dapat terkontaminasi oleh berbagai mikrooganisme seperti jamur, bakteri, serangga atau virus. Organisme – organisme tersebut secara universal terdapat pada jaringan tanaman. Banyak yang bersifat non-patogenik, artinya mereka tidak menyebabkan bahaya bagi tanaman inang pada kondisi normal. Kondisi kering dan adanya organisme competitor menyebabkan mereka dalam kondisi terkontrol. Tapi, kondisi in vitro yang disukai eksplan, yaitu mengandung sukrosa dan hara dalam konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi dan suhu yang hangat, juga disukai mikroorganisme yang seringkali tumbuh dan berkembang sangat cepat, mengalahkan eksplan.
Eksplan atau kultur dapat terkontaminasi oleh berbagai mikrooganisme seperti jamur, bakteri, serangga atau virus. Organisme – organisme tersebut secara universal terdapat pada jaringan tanaman. Banyak yang bersifat non-patogenik, artinya mereka tidak menyebabkan bahaya bagi tanaman inang pada kondisi normal. Kondisi kering dan adanya organisme competitor menyebabkan mereka dalam kondisi terkontrol. Tapi, kondisi in vitro yang disukai eksplan, yaitu mengandung sukrosa dan hara dalam konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi dan suhu yang hangat, juga disukai mikroorganisme yang seringkali tumbuh dan berkembang sangat cepat, mengalahkan eksplan.
5.1.2. Kontaminasi permukaan
Kontaminasi mungkin terjadi pada permuakan tanaman, antar sel atau dalam sel tanaman. Kontaminasi permukaan dapat diatasi dengan cara pencucian menggunakan berbagai perlakuan bahan kimia (lihat minggu 11 untuk informasi detail). Keterbatasan utama adalah untuk memberikan perlakuan yang cukup kuat untuk mengeliminasi kontaminasi tanpa merusak jaringan tanaman. Jika permukaan tanaman ditutupi oleh rambut atau sisik, perhatian mesti diberikan untuk memastikan penetrasi bahan kimia, karena kontak dengan organisme sangat penting untuk sterilisasi. Ini biasanya dicapai dengan menambahkan detergen, agitasi (digoyang –goyang), atau membenamkan eksplan dengan sedikit tekanan untuk mengilangkan gelembung udara yang mungkin mengandung mikroorganisme.
Kontaminasi mungkin terjadi pada permuakan tanaman, antar sel atau dalam sel tanaman. Kontaminasi permukaan dapat diatasi dengan cara pencucian menggunakan berbagai perlakuan bahan kimia (lihat minggu 11 untuk informasi detail). Keterbatasan utama adalah untuk memberikan perlakuan yang cukup kuat untuk mengeliminasi kontaminasi tanpa merusak jaringan tanaman. Jika permukaan tanaman ditutupi oleh rambut atau sisik, perhatian mesti diberikan untuk memastikan penetrasi bahan kimia, karena kontak dengan organisme sangat penting untuk sterilisasi. Ini biasanya dicapai dengan menambahkan detergen, agitasi (digoyang –goyang), atau membenamkan eksplan dengan sedikit tekanan untuk mengilangkan gelembung udara yang mungkin mengandung mikroorganisme.
Perlakuan
awal atau manajemen bahan tanaman dapat mengurangi jumlah kontaminasi dan
karenanya mengurangi perlakuan dekontaminasi yang diperkukan dan tentu saja
mengurangi resiko kerusakan jaringan eksplan.
5.1.3. Sumber kontaminan
Eksplan awal merupakan sumber utama kontaminasi, tapi kontaminasi kembali dapat terjadi selama proses kultur. Pertama tama, media dan semua wadah dan alat harud disterilisasi. Semua kegiatan harus dilakukan pada kondisi higienis, meskipun tidak selalu perlu pada laboratorium yang steril. Udara merupakan sumber utama spora dan agen kontaminasi lainnya, termasuk badan dan pakaian si pelaksana.
Eksplan awal merupakan sumber utama kontaminasi, tapi kontaminasi kembali dapat terjadi selama proses kultur. Pertama tama, media dan semua wadah dan alat harud disterilisasi. Semua kegiatan harus dilakukan pada kondisi higienis, meskipun tidak selalu perlu pada laboratorium yang steril. Udara merupakan sumber utama spora dan agen kontaminasi lainnya, termasuk badan dan pakaian si pelaksana.
5.1.4. Kontaminasi endogenus
Organisme yang hidup pada jaringantanaman lebih susah ditangani. Hal ini mungkin dapat dikontrol dengan pemberian pestisida atau fungisida sistemik yang diberikan pada tanaman stok sebelum dijadikan eksplan atau dapat juga diberikan di kultur itu sendiri.
Organisme yang hidup pada jaringantanaman lebih susah ditangani. Hal ini mungkin dapat dikontrol dengan pemberian pestisida atau fungisida sistemik yang diberikan pada tanaman stok sebelum dijadikan eksplan atau dapat juga diberikan di kultur itu sendiri.
5.2. Eliminasi virus
Virus biasanya terdapat pada sel – sel jaringan tanaman dan ditransfer ke sel batu pada saat pembelahan sel, karenanya virus ditransfer ke tanaman anak (progeny) pada saat pembiakan vegetatif. Virus mungkin tidak menunjukkan gejala apapun pada saat tanaman dikulturkan, tapi akan tampak nantinya setelah tanaman di transfer ke lapang.
Cara utama untuk mengeliminasi virus adalah dengan menggunakan therapy panas. Pada kondisi pertumbuhan normal, suatu virus akan ditransfer ke jaringan baru pada saat tunas baru tumbuh. Jika tanaman dapat ditumbuhkan pada suhu tinggi, adalah memungkinkan untuk memperlambat kecepatan replikasi virus sehingga ujung tunas dapat tumbuh lebih dulu sebelum terkontaminasi. Ujung tunas dapat kemudian dapat dipindahkan dan tumbuh bebas virus. Biasanya perlu untuk menguji pertumbuhan selanjutnya untuk memastikan tanaman bebas virus.
Virus biasanya terdapat pada sel – sel jaringan tanaman dan ditransfer ke sel batu pada saat pembelahan sel, karenanya virus ditransfer ke tanaman anak (progeny) pada saat pembiakan vegetatif. Virus mungkin tidak menunjukkan gejala apapun pada saat tanaman dikulturkan, tapi akan tampak nantinya setelah tanaman di transfer ke lapang.
Cara utama untuk mengeliminasi virus adalah dengan menggunakan therapy panas. Pada kondisi pertumbuhan normal, suatu virus akan ditransfer ke jaringan baru pada saat tunas baru tumbuh. Jika tanaman dapat ditumbuhkan pada suhu tinggi, adalah memungkinkan untuk memperlambat kecepatan replikasi virus sehingga ujung tunas dapat tumbuh lebih dulu sebelum terkontaminasi. Ujung tunas dapat kemudian dapat dipindahkan dan tumbuh bebas virus. Biasanya perlu untuk menguji pertumbuhan selanjutnya untuk memastikan tanaman bebas virus.
Perlakuan
panas dapat diaplikasikan pada tanaman normal, namun suhu yang diperlukan
(misalnya 39oC selama 7 hari) seringkali mematikan bagi tanaman. Tunas in vitro
mungkin lebih dapat bertahan terhadap perlakuan ini.
5.3 Media awal
Biasanya dignakan media dasar dengan sukrosa tanpa penambahan hormon untuk penanaman eksplan awal. Ini menghindari pemborosan media dimana sebagian kultur biasanya akan terkena kontaminasi atau mati akibat perlakuan awal. Kebanyakan kontaminasi jamur atau bakteri akan terjadi pada 2 minggu pertama.
Biasanya dignakan media dasar dengan sukrosa tanpa penambahan hormon untuk penanaman eksplan awal. Ini menghindari pemborosan media dimana sebagian kultur biasanya akan terkena kontaminasi atau mati akibat perlakuan awal. Kebanyakan kontaminasi jamur atau bakteri akan terjadi pada 2 minggu pertama.
Pada
beberapa contoh, pestisida mungkin dimasukkan pada media awal atau sukrosa
mungkin dihilangkan agar eksplan dapat tumbuh tanpa terkontaminasi. Tanaman
yang baru tumbuh ini lalu dapat dipindah dengan hati – hati dengan cara
mensubkultur. Perhatian juga mesti diberikan pada ruang persiapan kultur, untuk
menghindari kontaminasi.
5.4 Eksudat
Tipe lain kontaminasi adalah eksudasi dair eksplan, bukan dari organisme lain. Ketika jaringan tanaman terluka, dengan cara pemotongan atau perlakuan bahan kimia seperti larutan klorin, reaksi fisiologis terjadi pada sel sekitar luka. Salah satu prosesnya adalah produksi bahan biokimia apakah sebagai produk pecahan atau sintesa sebagai mekanisme perlindungan. Keluarnya substansi dari jaringan akan terjadi. Bahan kimia ini mungkin atau mungkin tidak memberi pengaruh mematikan pada pertumbuhan kultur.
Tipe lain kontaminasi adalah eksudasi dair eksplan, bukan dari organisme lain. Ketika jaringan tanaman terluka, dengan cara pemotongan atau perlakuan bahan kimia seperti larutan klorin, reaksi fisiologis terjadi pada sel sekitar luka. Salah satu prosesnya adalah produksi bahan biokimia apakah sebagai produk pecahan atau sintesa sebagai mekanisme perlindungan. Keluarnya substansi dari jaringan akan terjadi. Bahan kimia ini mungkin atau mungkin tidak memberi pengaruh mematikan pada pertumbuhan kultur.
Dengan
cara mencuci eksplan sebelum penanaman dan menghindarai desikasi dapat
mengurangi reaksi luka tapi beberapa spesies masih memproduksi eksudat. Mungkin
perlu untuk mentransfer eksplan ke media segar/baru secara teratur pada minggu
– minggu awal kultur untuk menghilangkan eksudat. Pada kasus lain, tambahan
bahan kimia mungkin digunakan untuk menyerap eksudat. Adsorbent misalnya arang
aktif, PVP (polyvinylpyrrolidine). Agen anti-oksidising seperti asam askorbat,
asam sitrat atau sistein mungkin dapat mengurangi atau mencegah produksi
eksudat, terutama senyawa fenolik.
Perendaman
ekplan pada air steril 50oC selama 5 – 15 menit berhasil mengatasi produksi
eksudat pada beberapa tanaman asli Australia.
Produksi
eksudat gelap pada Eucalyptus, dapat dikurangi dengan menempatkan kultur dalam
gelap selama beberapa hari.
Bahan kimia lain yang tidak tampak tapi memiliki pengaruh nyata adalah gas etilen. Etilen diproduksi secara alami pada jaringan tanaman dan memegang peran penting pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman normal. Seringkali diproduksi sebagai akibat stress pada tanaman, seperti pelukaan atau desikasi jaringan. Etilen mungkin terakumulasi pada wadah kultur dan mempengaruhi eksplan. Gejalanya meliputi layu daun dan nekrosis daun.
Bahan kimia lain yang tidak tampak tapi memiliki pengaruh nyata adalah gas etilen. Etilen diproduksi secara alami pada jaringan tanaman dan memegang peran penting pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman normal. Seringkali diproduksi sebagai akibat stress pada tanaman, seperti pelukaan atau desikasi jaringan. Etilen mungkin terakumulasi pada wadah kultur dan mempengaruhi eksplan. Gejalanya meliputi layu daun dan nekrosis daun.
5.5. Kondisi kultur
5.5.1. Tipe substrat
Hampir semua kultur dilakukan pada media semi-solid (semi-padat) dengan menggunakan agar atau Gelrite. Gel ini menjadi pendukung fisik untuk eksplan dan meningkatkan aerasi pada media. Gelrite adalah produk sintetik yang memiliki keuntungan gel yang lebih jernih dibandingkan agar yang agak keruh (dari ekstrak rumput laut). Gelrite membuat pengamatan kontaminan atau perkembangan akar lebih mudah. Gelrite memiliki kondisi fisik dan kimia yang sedikit berbeda sehingga memerlukan sedikit modifikasi pada persiapan media.
Media cair seringkali digunakan untuk kultur kalus atau sel, dimana jaringan harus dibenamkan pada media untuk menghindari kekeringan. Penggoyangan pada media perlu dilakukan untuk mendapatkan aerasi dan distribusi larutan hara yang merata. Penggoyangan yang cukup keras dapat dilakukan untuk memisahkan sel – sel atau kumpulan kalus. Eksplan mungkin harus disuspensikan pada media cair dengan menggunakan jembatan yang dibuat dari kertas saring atau Sorba rods.
Tipe substrat dapat mempengaruhi tipe pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi, misalnya morfologi akar.
5.5.1. Tipe substrat
Hampir semua kultur dilakukan pada media semi-solid (semi-padat) dengan menggunakan agar atau Gelrite. Gel ini menjadi pendukung fisik untuk eksplan dan meningkatkan aerasi pada media. Gelrite adalah produk sintetik yang memiliki keuntungan gel yang lebih jernih dibandingkan agar yang agak keruh (dari ekstrak rumput laut). Gelrite membuat pengamatan kontaminan atau perkembangan akar lebih mudah. Gelrite memiliki kondisi fisik dan kimia yang sedikit berbeda sehingga memerlukan sedikit modifikasi pada persiapan media.
Media cair seringkali digunakan untuk kultur kalus atau sel, dimana jaringan harus dibenamkan pada media untuk menghindari kekeringan. Penggoyangan pada media perlu dilakukan untuk mendapatkan aerasi dan distribusi larutan hara yang merata. Penggoyangan yang cukup keras dapat dilakukan untuk memisahkan sel – sel atau kumpulan kalus. Eksplan mungkin harus disuspensikan pada media cair dengan menggunakan jembatan yang dibuat dari kertas saring atau Sorba rods.
Tipe substrat dapat mempengaruhi tipe pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi, misalnya morfologi akar.
5.5.2. pH media
pH media biasanya diatur 5.5 pada saat persiapan. pH media dapat memepngaruhi kelarutan hara, pengambilan hara oleh tanaman dalam kultur dan pembekuan agar atau pengaruh terhadap morfologi. Satu hal yang seringkali diabaikan adalah perubahan pH pada media akibat proses pemanasan dengan autoklaf.
pH media biasanya diatur 5.5 pada saat persiapan. pH media dapat memepngaruhi kelarutan hara, pengambilan hara oleh tanaman dalam kultur dan pembekuan agar atau pengaruh terhadap morfologi. Satu hal yang seringkali diabaikan adalah perubahan pH pada media akibat proses pemanasan dengan autoklaf.
5.5.3 Lingkungan
Faktor lingkungan tuama untuk kultur adalah cahaya dan suhu, karena tingkat kelembaban terpelihara dalam wadah tertutup. Umumnya kultur disimpan pada suhu ruang, misalnya 20 – 25oC. Cahaya disuplai dengan lampu neon, memberikan kira – kira 30 – 50umol m-2 s-1 irradiasi pada kultur. Iradiasi yang relative rendah ini cukup untuk respon morfologi normal tapi tidak cukup untuk fotosintesis yang mana ini belrumlah penting karena sukrosa masih diberikan pada media. Fotoperiode atau panjang hari biasanya 12 -1 6 jam, kadang – kadang 24 jam.
Tempat yang cukup ternaung dalam rumah kaca atau dekat jendela kamar dapat menjadi ruang kerja rutin skala kecil.
Faktor lingkungan tuama untuk kultur adalah cahaya dan suhu, karena tingkat kelembaban terpelihara dalam wadah tertutup. Umumnya kultur disimpan pada suhu ruang, misalnya 20 – 25oC. Cahaya disuplai dengan lampu neon, memberikan kira – kira 30 – 50umol m-2 s-1 irradiasi pada kultur. Iradiasi yang relative rendah ini cukup untuk respon morfologi normal tapi tidak cukup untuk fotosintesis yang mana ini belrumlah penting karena sukrosa masih diberikan pada media. Fotoperiode atau panjang hari biasanya 12 -1 6 jam, kadang – kadang 24 jam.
Tempat yang cukup ternaung dalam rumah kaca atau dekat jendela kamar dapat menjadi ruang kerja rutin skala kecil.
5.6. Pengamatan dan transfer
Kultur awal mungkin terkontaminasi, kultur lain mungkin rusak akibat proses persiapan dan disinfestasi. Ini akan tampak dalam 2 minggu pertama kultur. Eksplan yang selamat kemudian dapat ditransfer ke kultur yang mengandung media kompleks. Jika produksi eksudat menjadi masalah, beberapa kali transfer ke media dasar baru mungkin diperlukan selama periode pengembangan.
Kultur tunas mungkin menghasilkan perpanjangan tunas selama masa awal ini dan tunas ini dapat dipotong pada saat transfer ke media baru
Kultur awal mungkin terkontaminasi, kultur lain mungkin rusak akibat proses persiapan dan disinfestasi. Ini akan tampak dalam 2 minggu pertama kultur. Eksplan yang selamat kemudian dapat ditransfer ke kultur yang mengandung media kompleks. Jika produksi eksudat menjadi masalah, beberapa kali transfer ke media dasar baru mungkin diperlukan selama periode pengembangan.
Kultur tunas mungkin menghasilkan perpanjangan tunas selama masa awal ini dan tunas ini dapat dipotong pada saat transfer ke media baru
Multiplikasi
Jika
kultur aseptik telah berhasil diperoleh, tujuan berikutnya adalah untuk
menginduksi multiplikasi. Pada beberapa spesies, eksplan mungkin akan membentuk
akar pada tahap awal pertumbuhan di media yang sederhana. Spesies lain
menghasilkan banyak tunas tanpa perlakuan khusus. Dalam hal ini, kebutuhan akan
media yang lebih kompleks tergantung pada tingkat multiplikasi yang diperoleh
atau diperlukan.
6.1. Tipe – tipe multiplikasi
Multiplikasi
tunas dapat diperoleh dengan beberapa cara.
·
Ujung
tunas yang sudah ada akan memanjang menghasilkan ruas dan buku baru yang
nantinya dapat dipotong lagi (gambar hal 35).
·
Tunas
lateral yang ada pada eksplan akan menghasilkan tunas yang selanjutnya akan
menghasilkan tunas baru. Seringkali tunas lateral ini sulit dilihat dengan mata
telanjang, tapi sebagian besar titik tumbuh daun (leaf axil) mengandung banyak
calon tunas (gambar hal 35).
·
Perkembangan
tunas adventif. Pada banyak spesies, organ tanaman seperti akar, tunas, atau
umbi dapat diinduksi untuk membentuk jaringan yang biasanya tidak dihasilkan
pada organ ini. Organogenesis adventif seperti ini lebih berpotensi
dibandingkan induksi tunas aksilar untuk perbanyakan klonal tanaman. Satu daun,
contohnya, mungkin akan dapat memproduksi tunas atau pucuk yang identik secara
genetik dengan eksplan.
·
Somatik
embryogenesis. Potensi terbesar multiplikasi klon adalah melalui somatic
embryogenesis, dimana 1 sel dapat menghasilkan 1 embrio dan menjadi tanaman
lengkap. Somatic embryogenesis dapat terjadi pada kultur suspense atau kadang
terjadi pada kalus. Induksi embryogenesis memerlukan ekspos terhadap auksin,
biasanya 2,4-D yang diikuti oleh penurunan pada level auksin. Induksi embrio
juga memerlukan pengurangan nitrogen pada media.
6.2. Faktor yang mengontrol/Faktor penentu
Tunas
yang sudah ada mungkin tidak tumbuh pada kondisi normal, karena dihalangi oleh
daun atau dominansi apikal. Membuang ujung tunas biasanya dilakukan untuk
mengatasi dominansi apikal tapi seringkali perlakuan hormon yang digunakan.
Produksi banyak tunas pada media yang kaya sitokinin akan mengatasi dominansi
apikal.
Rest
juga mencegah tunas untuk tumbuh. Perlakuan pemberian suhu dingin (chilling),
aplikasi giberelin atau etilen atau periode hari panjang (long light) mungkin
dapat mengatasi rest. Penelitian pada pohon apel memperlihatkan bahwa pelukaan
distal tunas dekat pucuk dapat memecah rest dan karenanya proses pelukaan tunas
pada ruas dapat mengatasi dormansi jenis ini.
Produksi
banyak tunas (multiplikasi) dari tunas merupakan cara yang paling sederhana dan
paling aman karena tidak melibatkan diferensiasi dari jaringan lain yang
memiliki resiko mutasi somatic.
Kultur
multiplikasi dapat dibagi berulang –ulang untuk menghasilkan banyak tunas,
disebut bulking-up. Kadang – kadang terjadi anomaly fisiologis atau morfologis
yang dikenal dengan sebutan hyperhydration (Vitrification) ketika kultur
disubkultur, dibagi – bagi berulangkali. Ini dapat mengakibatkan kehilangan
vigor pada kultur atau peningkatan mutasi somatic. Dengan alasan tersebut,
sebaiknya memelihara kultur stok yang tidak sering – sering disubkultur,
sedangkan sebagian dari kultur stok ini yang diambil untuk produksi massal.
6.3. Kecepatan multiplikasi
Jumlah
tanaman yang diproduksi dari masing – masing eksplan berbeda pada kondisi
kultur yang berbeda. Pada stroberi, 1.5 x 107 tanaman dapat dihasilkan dalam
setahun, dari 1 eksplan. Table 6.1 memberi panduan jumlah tanaman yang dapat
dihasilkan dari 1 eksplan dala msatu tahun, berdasarkan kecepatan multiplikasi
yang berbeda – beda. Tabel tersebut memberi gambaran potensi, tapi harus
diingat bahwa ini merupakan gambaran teoritis dan mungkin sulit dicapai dalam
prakteknya.
Tabel
6.1. Kecepatan multiplikasi teoritis berdasarkan transfer ke media baru setiap
bulannya
Kecepatan
multiplikasi / bulan
|
Ribu tanaman
per tahun
|
2.0
|
4
|
3.0
|
531
|
3.5
|
3.379
|
4.0
|
16.777
|
4.5
|
68.953
|
5.0
|
244.140
|
6.4. Elongasi/Pemanjangan
Jika
multiplikasi sudah didapat, kultur perlu diberi kondisi khusus untuk
pemanjangan tunas. Biasanya memindahkan kultur ke media tanpa hormon setelah
tahap multiplikasi cukup untuk merangsang pertumbuhan tunas. Pemberian GA juga
dapat menginduksi pertumbuhan memanjang.
6.5. Pembentukan akar
Jika
banyak tunas sudah dihasilkan, tahap selanjutnya adalah inisiasi akar in vitro.
Cara mudah dan praktis adalah dengan mengakarkan stek mikro di luar kultur,
terutama untuk spesies – spesies yang mudah berakar. Ini tidak memerlukan media
baru dan perlunya bekerja pada kondisi aseptik. Kelembaban tinggi diperlukan
untuk menghindari kekeringan tunas baru yang masih lunak. Stek mikro dapat
diberi perlakuan hormon (tepung auksin atau pencelupan pada larutan auksin)
seperti pada stek biasa.
Keuntungan
lain pengakaran di luar kultur adalah tipe akar yang dihasilkan lebih
beradaptasi pada lingkungan luar/tanah. Stek mikro yang diakarkan pada media
kultur biasanya memiliki morfologi yang beradaptasi pada air dan bukan pada tanah,
sehingga kadang tidak berfungsi normal saat dipindah ke lapang.
Jika
mengakarkan pada media kultur, auksin diperlukan untuk menginduksi pembentukan
akar. Sitokinin biasanya menghambat pembentukan akar. Mungkin saja ada efek
carry over (terbawa) dari perlakuan sitokinin pada media multiplikasi, sehingga
pemindahan ke media tanpa hormon mungkin diperlukan sebelum dipindah ke media
pengakaran.
Pengakaran
tanaman berkayu biasanya lebih sulit dibandingkan tanaman herbaceous. Untuk
tanaman berkayu, kultur yang dihasilkan dari bibit (fase juvenile) akan lebih
mudah menghasilkan akar.
6.6. Aklimatisasi dan penanaman di lapang
Stek
mikro, atau tanaman yang sudah berakar, selanjutnya ditransfer ke tanah, akan
mengalami perubahan lingkungan yang dapat menyebabkan stress pada tanaman. Ini
seringkali merupakan tahap kritis dalam keseluruhan kegiatan kultur jaringan.
Lingkungan
kultur in vitro meliputi kelembaban yang tinggi, bebas pathogen, suplai hara
yang optimal, intensitas cahaya rendah dan suplai sukrosa dan media cair atau
gel. Tanaman yang dihasilkan dengan kultur in vitro beradaptasi pada kondisi
tersebut. Ketika terkespos pada lingkungan luar, tanaman kecil ini harus dapat
beradaptasi pada lingkungan yang baru. Jika transisinya terlalu keras, tanaman
akan mati.
Daun
yang dihasilkan dalam kondisi kelembaban tinggi/transpirasi rendah, cenderung
memiliki kutikula lapis lilin yang tipis dan jaringan mesofil yang lebih
terbuka. Sinar dengan intensitas rendah mengakibatkan jumlah klorofil
berkurang. Juga diperkirakan bahwa proses fotosintesis dihambat oleh adanya
sukrosa pada media. Seperti diskusi di atas, akar juga beradaptasi pada
lingkungan langsungnya. Ekspos setahap demi setahap pada kondisi normal akan
membuat adaptasi morfologi dan fisiologi yang membaik, yaitu hardening – off.
Pengaruh gradual ini dapat dicapai dengan memodifikasi kondisi kultur sebelum
transplanting, dengan cara mengontrol llingkungan selama periode transplanting.
Kelembaban
in vitro relatif dapat dikurangi dengan cara melonggarkan tutup wadah ini vitro
atau dengan meningkatkan konsentrasi agar. Pengurangan level sukrosa dan
peningkatan intensitas cahaya selama beberapa minggu sebelum transplanting akan
mengaktifkan sintesa klorofil dan aktifitas fotosintesis. Perubahan serupa
mungkin terjadi pada system perakaran. Selain ini, morfologi akar mungkin
dipengaruhi oleh tipe hormon yang digunakan atau pH media.
Tipe – tipe kultur lain (I)
Teknik kultur jaringan selain perbanyakan mikro
umumnya memerlukan pelaksanaan yang lebih canggih tapi memberi keuntungan yang
lebih besar di masa depan. Beberapa teknik sudah menjadi alat berharga untuk
mengeliminai penyakit dan perbaikan tanaman, termasuk ‘rekayasa genetika’ (paper gene transfer) .
7.1. Kultur Meristem
Istilah
meristem seringkali digunakan untuk menyebutkan ujung tunas dari tunas apikal
atau lateral. Meristem sebenarnya adalah apikal dome dengan primordia daun
terkecil, biasanya berdiameter kurang dari 2 mm.
Keuntungan penggunaan meristem adalah kemungkinan besar bebas dari pathogen internal (misalnya untuk eradikasi virus) dan meminimalisasi terjadinya variasi kimera pada kultur. Kerugian utamana adalah sangat rentan terhadap kerusakan dan memerlukan pengerjaan yang sangat detil/teliti di bawah mikroskop. Prasyarat kultur sama dengan eksplan yang lebih besar, hanya ketidakberhasilan kultur awal mungkin cukup tinggi.
Keuntungan penggunaan meristem adalah kemungkinan besar bebas dari pathogen internal (misalnya untuk eradikasi virus) dan meminimalisasi terjadinya variasi kimera pada kultur. Kerugian utamana adalah sangat rentan terhadap kerusakan dan memerlukan pengerjaan yang sangat detil/teliti di bawah mikroskop. Prasyarat kultur sama dengan eksplan yang lebih besar, hanya ketidakberhasilan kultur awal mungkin cukup tinggi.
Berikut
aplikasi kultur meristem secara umum:
1. Produksi
tanaman bebas virus
2. Produksi
massal genotype dengan karakteristik yang diinginkan
3. Memfasilitasi
pertukaran eksplan antar lokasi (produksi bahan tanaman yang bersih)
4. Cryopreservation
(penyimpanan pada suhu -198oC) atau konservasi plasma nutfah secara in vitro (paper penyimpanan in vitro)
7.2. Kultur kalus
Dalam
perbanyakan mikro, produksi kalus biasanya dihindari karena dapat menimbulkan
variasi dan, terutama pada zona perakaran, mengakibatkan diskontinyuitas dengan
sitem berkas pengangkut utama. Kadang – kadang eksplan menghasilkan kalus,
bukan tunas baru, khususnya jika diberikan hormon dengan konsentrasi tinggi
pada media. Dalam hal lain, kalus sengaja diinduksi karena potensinya untuk
produksi massal plantlet baru. Faktor pembatasnya adalah sulitnya menginduksi
inisiasi tunas baru, terutama pada tanaman berkayu dan tingginya kejadian
mutasi somatik.
Potensi terbesar penggunaan kultur kalus adalah dimana sel –sel kalus dapat dipisahkan dan diinduksi untuk berdiferensiasi menjadi embrio somatic. Secara morphologi, embryo ini mirip dengan yang ada pada biji, tapi tidak seperti embrio biji, mereka secara genetik bersifat identik dengan tanaman tetua, jadi, segregasi seksual materi genetik tidak terjadi. Karena 1 milimeter kalus berisi ribuan sel, masing – masing memiliki kemampuan untuk membentuk embrio, sehingga kecepatan multiplikasi sangat tinggi.
Kultur kalus dapat dilakukan pada media cair dan embrio berkembang sebagai individu terpisah, sehingga penanganan kultur relatif mudah.
Potensi terbesar penggunaan kultur kalus adalah dimana sel –sel kalus dapat dipisahkan dan diinduksi untuk berdiferensiasi menjadi embrio somatic. Secara morphologi, embryo ini mirip dengan yang ada pada biji, tapi tidak seperti embrio biji, mereka secara genetik bersifat identik dengan tanaman tetua, jadi, segregasi seksual materi genetik tidak terjadi. Karena 1 milimeter kalus berisi ribuan sel, masing – masing memiliki kemampuan untuk membentuk embrio, sehingga kecepatan multiplikasi sangat tinggi.
Kultur kalus dapat dilakukan pada media cair dan embrio berkembang sebagai individu terpisah, sehingga penanganan kultur relatif mudah.
Animasi
kultur kalus wortel
Berikut
secara umum aplikasi kultur kalus :
1. Dalam beberapa
hal, perlu fase pertumbuhan kalus sebelum regenerasi via somatic embryogenesis
atau organogenesis
2. Untuk
menghasilkan varian somaklonal (genetic atau epigenetic)
3. Sebagai bahan
awal kultur protoplast dan kultur suspensi and suspension cultures
4. Untuk produksi
metabolit sekunder
5. Digunakan
untuk seleksi in vitro
Tipe – tipe kultur lain (II)
8.1. Suspensi sel
Ini
merupakan hasil dari kultur kalus, dimana kalus biasanya didefinisikan untuk
kumpulan sel – sel yang belum berdiferensiasi, jika ini dipisahkan dalam kultur
cair maka disebut kultur suspensi.
Animasi
kultur kalus
Kultur
suspensi sel dapat dimanfaatkan untuk memproduksi suatu zat langsung dari sel
tanpa membentuk tanaman lengkap baru. Zat – zat bisa meliputi massa sel atau
ekstrak bahan kimia. Kultur seperti ini serupa dengan kultur mikroorganisme.
Sel – sel yang digunakan dapat direkayasa secara genetik untuk meningkatkan
sintesa zat tertentu.
8.2. Kultur protoplas
Ini
merupakan langkah lanjutan dari kultur suspensi sel dimana dinding sel dari sel
– sel yang disuspensikan, dihilangkan dengan menggunakan enzyme untuk mencerna
selulosa sehingga didapatkan protoplasma, yaitu isi sel yang dikelilingi oleh
memban semipermeabel. Dengan penghilangan dinding sel, materi asing dapat
dimasukkan, termasuk materi genetik dasar DNA dan RNA, atau mefusikan sel–sel
dari spesies–spesies yang sepenuhnya berbeda.
Animasi
fusi protoplasma
Aplikasi
teknik ini masih terbatas, meliputi :
a)
Menggabungkan genome untuk menghasilkan hibrida somatic, hibrida asimetrik atau
cybrid
b) Produksi rekombinan organel
c) mentransfer cytoplasmic male sterility
b) Produksi rekombinan organel
c) mentransfer cytoplasmic male sterility
Tipe–tipe kultur lain (III)
9.1. Kultur anther dan pollen
Produksi kalus dan embryo somatic dari kultur
anther dan pollen telah berhasil dilakukan pada berbagai spesies. Yang menarik
disini adalah produksi embrio haploid, yaitu embrio yang hanya memiliki 1 set
dari pasangan kromosom normal. Ini dihasilkan dari jaringan gametofitik pada
anther. Jumlah kromosom dapat digandakan kembali dengan pemberian bahan kimia
seperti colchicines, dan tanaman yang dihasilkan akan memiliki pasangan
kromosom identik, homozygote dan karenanya ‘true to type’. (animasi kultur anther ; power point kultur haploid )
Aplikasi
kultur anther dan pollen antara lain:
a) Produksi tanaman haploid
b) Produksi galur diploid homozygote melalui penggandaan kromosom, sehingga mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan galur inbred.
c) Menemukan mutasi atau fenotip resesif.
a) Produksi tanaman haploid
b) Produksi galur diploid homozygote melalui penggandaan kromosom, sehingga mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan galur inbred.
c) Menemukan mutasi atau fenotip resesif.
Bacaan selanjutnya :
1. Plantphysiol1992
2. Microspore culture in Brassica
3. Androgenic haploid
4. Rice microspore
5. Haploid brassica tc
1. Plantphysiol1992
2. Microspore culture in Brassica
3. Androgenic haploid
4. Rice microspore
5. Haploid brassica tc
9.2. Kultur embrio
Kultur embrio belum matang yang diambil dari biji
memiliki 2 macam aplikasi. Dalam beberapa hal, incompatibilitas antar spesies
atau kultivar yang timbul setelah pembentukan embrio akan menyebabkan aborsi
embrio. Embryo seperti ini dapat diselamatkan dengan cara mengkulturkan embrio
yang belum matang dan menumbuhkannya pada media kultur yang sesuai. Aplikasi
lain kultur embrio adalah untuk menyelamatkan embrio yang sudah matang agar
tidak mati akibat serangan hama dan penyakit. (link ke power point kultur
embrio)
9.3. Kultur spora paku
Kultur
spora paku in vitro sebenarnya bukanlah kultur jaringan tapi lebih berarti
penumbuhan spora pada kondisi terkontrol, kondisi steril. Kultur ini memberi
kondisi pertumbuhan yang ideal tapi pola pertumbuhannya sama dengan kondisi
alami.
Fasilitas dan teknik untuk kultur jaringan tanaman (1)
10.1 Fasilitas
Untuk
memenuhi kebutuhan kultur jaringan tanaman, laboratorium perlu tempat yang
cukup untuk berbagai kegiatan. Lab harus menyediakan:
1. Fasilitas
untuk persiapan media, sterilisasi, penyimpanan bahan kimia, persiapan teknik
aseptik
2. Ruang transfer
atau laminar air flow cabinet untuk teknik aseptik bahan tanaman
3. Ruang
pertumbuhan kultur
4. Ruang
mikroskop untuk pengujian dan evaluasi kultur, lebih baik lagi jika dilengkapi
dengan kamera
Pengaturan
yang ideal adalah memisahkan ruang persiapan, ruang pengerjaan aseptik, ruang
kultur dan operasional lab (gambar denah lab).
10.2 Prosedur pencucian alat
Kultur
yang tidak dipakai lagi dan juga kultur yang terkontaminasi, harus diatoklaf
untuk mencairkan agar dan mematikan mikroorganisme yang masih ada. Wadah kultur
kemudian dibersihkan/ dikosongkan, dicuci dan direndam dalam detergen selama
semalam. Alat – alat gelas kemudian digosok dengan sikat dan dicuci 3 kali
dengan air mengalir lalu 3 kali dengan air destilata.
Wadah atau botol kultur yang baru atau alat gelas baru lainnya yang digunakan dalam lab kultur jaringan ahrus dicuci bersih sebelum digunakan. Alat gelas sebaiknya disimpan pada tempat yang bersih setelah dikeringkan.
Wadah atau botol kultur yang baru atau alat gelas baru lainnya yang digunakan dalam lab kultur jaringan ahrus dicuci bersih sebelum digunakan. Alat gelas sebaiknya disimpan pada tempat yang bersih setelah dikeringkan.
10.3 Persiapan media
Timbangan
analitik untuk menimbang dalam jumlah yang sangat kecil (zat pengatur tumbuh,
vitamin) dan juga timbangan yang lebih besar (untuk menimbang agar,
karbohidrat) diperlukan untuk persiapan media. Bahan – bahan media sebaiknya
diletakkan dekat timbangan. Sebuah kulkas di ruang media diperlukan untuk
menyimpan larutan stok dan bahan kimia yang mudah terdegradasi pada suhu kamar.
Hot plate dan magnetic stirrer diperlukan untuk melarutkan agar. pH meter
diperlukan untuk mengatur pH media. Air destilata single dan dobel diperlukan
pada ruan persiapan. Media sebaiknya disterilisasi dengan menggunakan autoklaf
atau panci presto. Tergantung volume media dan ukuran botol kultur, waktu
sterilisasi bervariasi antara 15 – 40 menit pada suhu 121oC dengan tekanan 103
K Pascal (lihat Table 10.1, diekstrak dari Biondi & Thorpe 1981).
Tabel
10.1. Waktu minimum yang diperlukan untuk mensterilisasi volume media yang
berbeda dengan mengautoklaf pada suhu 120 derajat Celcius dan 103 KPa
Volume cairan dalam wadah
(mL)
|
Waktu sterilisasi
|
20 – 50
|
15
|
75
|
20
|
250 – 500
|
25
|
1000
|
30
|
1500
|
35
|
2000
|
40
|
Penting
dicatat bahwa zat pengatur tumbuh tertentu, vitamin dan antibiotic dipengaruhi
oleh panas dan karenanya perlu sterilisasi dengan memakai filter. Sterilisasi
filter atau filtrasi membrane adalah melewatkan larutan (sebaiknya dibuat
dengan menggunakan air steril di dalam laminar air flow cabinet) melalui
membran yang telah disterilisasi, dengan ukuran pori 0.45 uM atau 0.22uM
dibawah tekanan rendah ke dalam wadah steril. Jumlah yang diinginkan dari
larutan steril kemudian ditambahkan ke media kultur yang telah diautoklaf
sebelumnya dan kemudian ditempatkan pada waterbath dengan suhu 40oC.
Laminar
air flow cabinet biasanya disteriliasi permukaan dengan 70% alkohol (v/v).
Meskipun alcohol asam (70% v/v, pH 2.0) mungkin lebih efektif sebagai
desinfektan, jarang digunakan karena memiliki efek korosif pada permukaan
logam. Semua alat dibenamkan pada larutan 70 – 80% (v/v) ethanol dan dipanasi
dengan lampu spiritus sebelum digunakan. Agar aman, sebaiknya wadah yang
mengandung alcohol untuk pemanasan (flaming) diletakkan pada suatu wadah dengan
dasar yang berat. Ini mencegah jatuhnya wadah alcohol akibat tersenggol secara
tidak sengaja yang dapat menyebabkan kebakaran dalam laminar. Sebagai aturan
umum, buanglah alkohol yang tersisa pada beaker glass setelah melalukan
pengkulturan.
Fasilitas dan teknik untuk kultur jaringan tanaman (2)
11. 1 Sterilisasi Bahan Tanaman
Problem
terbesar yang dihadapi para tissue culturist adalah kontaminasi mikroba pada
kultur (baik bakteri maupun jamur). Dua cara dapat dilakukan untuk
mengurangi kontaminasi kultur.
11.1.1 Metode fisik
Metode
fisik untuk ditujukan untuk mengatasi kontaminasi mikroba dimaksudkan untuk
mengurangi ukuran populasi mikroba. Cara ini meliputi:
1. mengekspos
tanaman induk dengan kondisi kekeringan selama 3 – 4 minggu sebelum mulai
kultur jaringan. Tanaman diberi air yang cukup, dipupuk, dan diberi
pestisida atau fungisida jika perlu. Kelebihan pengairan mesti
dihindari. Tabel berikut memperlihatkan populasi organisme mikro pada
bunga tomat yang dipelihara dalam kondisi yang berbeda.
2. Pada saat
memulai kultur jaringan, tanaman dicuci bersih, dan bagian yang tidak akan
dikulturkan segera dibuang. Pembersihan meliputi pencucian, penggosokan
yang merata untuk membuang semua partikel tanah dan daun mati. Termasuk
juga membuang sebagian besar daun, karena kebanyakan daun tidak digunakan dalam
kultur.
3. Bahan tanaman
kemudian dicuci dibawah air mengalir selama 20 menit, sampai beberapa jam,
tergantung sumber bahan tanaman. Ini sama artinya dengan membuang jutaan
mikroba ke drainase.
Tabel
11.1. Rata – rata jumlah mikroorganisme per bunga Tomat (de Fossard
1976).
Sumber bunga
|
Non-disinfested
|
Disinfested*
|
% kontaminasi pada kultur setelah sterilisasi
|
Lapang
|
1.300.000
|
92.000
|
100
|
Rumah kaca
|
85.520
|
1.600
|
60
|
Phytotron
|
90
|
43
|
30
|
Ket:
*Tanaman
disterilisasi dengan jeruk nipis yang diklorinasi dengan 5% (w/v) selama 20
menit.
11.1.2 Metode Kimia
Ini
dapat dilakukan dengan larutan sodium hypochlorite (NaOCl). Kebanyakan
lab menggunakan bleach (pemutih) seperti Bayclin, yang mengandung 4% chlorine
tersedia. 25 mL Bayclin yang dibuat menjadi 100 mL dengan penambahan air
destilata akan memberi konsentrasi 1% chlorine tersedia. Karena
kemurniannya, hypochlorite memiliki aktivitas yang kecil pada pH melebihi 8.0
dan akan lebih efektif jika pH diatur menjadi sekitar 6.0 dengan penambahan HCl
(Behagel, 1971). Untuk meningkatkan kesuksesan menggunakan chlorine,
langkah berikut semestinya diikutsertakan:
1. Tambahkan
deterjen ke larutan kloringe, misalnya beberapa tetes Tween 20 atau Triton
2. Berikan
sedikit tekanan pada perlakuan chlorine. Ini dapat dilakukan dengan
desikator vakum yang disambungkan ke air atau pompa tipe lain.
3. Goyang –
goyangkan (agitasi) larutan klorine secara manual atau dengan menggunakan
shaker selama periode disinfestasi.
Semua
teknik tersebut akan meningkatkan kontak tanaman dengan larutan klorine.
Lama perlakuan dengan larutan klorin yang diperlukan akan berbeda – beda,
tergantung tipe dan sensitivitas bahan tanaman.
11.1.3 Kontaminan endogenus – penggunaan antibiotik
Larutan
klorin dapat membunuh mikroorganisme eksternal, namun tidak dapat mematikan
mikroorganisme internal (endogenus) dalam jaringan tanaman. Beberapa lab
menggunakan antibiotik untuk membunuh kontaminan endogenus. Meskipun
antibiotik rutin digunakan dalam kultur jaringan hewan, penggunaannya pada
kultur jaringan tanaman kurang berhasil. Tidak ada antibiotik yang
efektif untuk membunuh semua mikroorganisme penyebab kontaminasi.
Antibiotik dan produk turunannya dimetabolisme oleh jaringan tanaman dengan
hasil yang tidak dapat diperkirakan. Menurut pandangan Taji et al.
(1997), penggunaan antibiotik sebaiknya dihindari. Adalah berbahaya untuk
mengembangkan system kultur jaringan yang berdasarkan pada penambahan
antibiotik ke dalam media, berdasarkan alasan – alasan berikut :
1. Tanaman yang
dihasilkan mungkin masih memiliki endogenus kontaminan
2. Dengan
penggunaan antibiotik spesifik, seseorang dapat menghasilkan mutan tertentu,
tapi tidak dapat dikontrol dengan produk spesifik ini
3. Kontaminan
non-patogenik dapat menjadi patogenik, bisa karena mutasi atau fisik.
Sesungguhnya, bakteri non-patogenik tanpa kompetisi dari bakteri lain dapat
menjadi ganas
4. Problem
kamuflase in vitro bisa menjadi problem utama di kemudian hari pada kultur
(misalnya layu bakteri atau spot)
5. Kontaminasi
bakteri dapat menjadi problem pada akhir proses perbanyakan mikro, misalnya
sulit menghasilkan akar pada tunas yang terkontaminasi.
11.1.4 Menyembuhkan kultur yang terkontaminasi
Kultur
yang telah terkontaminasi dapat diselamatkan dengan metode berikut:
1. Buka wadah
yang berisi kultur terkontaminasi dan isi penuh dengan larutan 0.5 – 1% w/v
sodium hypochlorite
2. Biarkan selama
1- – 50 menit tergantung pada keganasan kontaminasi atau sensitivitas bahan
tanaman
3. Keluarkan
kultur dari larutan kloring, potong bagian dasar dan buang daun –daun yang
berlebihan
4. Transfer ke
media kultur yang baru
Pilihan
opsional, eksplan dapat dicuci dengan air steril atau diperlalukan dengan satu
seri sodium hypochlorite encer, misalnya 1% →
0.5% → 0.25% → 0.1% dan ditanam tanpa pembilasan dengan air steril
lagi. Ini berarti tanaman yang ditanam kembali ke kultur mengandung
sedikit klorine. Ini akan berguna pada kultur yang terkontaminasi berat,
tapi hanya tanaman yang tahan klorin dapat diperlakukan dengan cara ini.
Dengan
metode tersebut, kultur yang terkontaminasi, daunnya mungkin sangat dipengaruhi
oleh bleach. Kultur ini akan segera membaik dan tumbuh. 50%
penyembuhan dari kultur Melaleuca alternifolia berhasil diperoleh dari
kultur yang sangat terkontaminasi (Taji et al., 1997).
11.2 Sterilisasi alat – alat gelas
Botol
kultur biasanya kecil potensinya sebagai penyebab kontaminasi, karena selalu
diautoklaf dengan media. Alat gelas lain dapat disterilisasi dengan
beberapa cara, misalnya ekspos ke radiasi UV, penggunaan larutan desinfestasi
atau lebih mudah dengan mengautoklaf atu dengan pemanasan dalam oven pada 180oC
selama minimal 3 jam. Alat – alat plastik seperti polypropylene atau
polycarbonate mesti disterilisasi dengan autoklaf karena mereka tidak tahan
panas kering pada 180oC. Wadah plastic dapat digunakan berulangkali;
karena mereka tahan diautoklaf berulangkali tapi akhirnya menjadi sedikit
mengkerut (brittle).
Untuk
sterilisasi panas kering (dalam oven), peralatan seperti scalpel, gunting dan
forsep, petri dish, beaker dll, dapat dibungkus dengan kertas atau aluminium
foil terlebih dahulu sebelum diautoklaf. Kertas yang diautoklaf kemudian
dikeringkann dengan cara meletakkan pada oven dengan suhu 60 – 70oC atau di
dalam laminar air flow cabinet sebelum digunakan.
11.3 Teknik Sterilisasi – manipulasi bahan tanaman
Sumber
utama kontaminan adalah spora jamur dan bakteri yang membentuk bagian alami
dari atmosfer. Dapat diasumsikan bahwa agen kontaminasi ada dimana –
mana, misalnya pakaian, kulti, rambut dan nafas si operator, jaringan tanaman,
peralatan, bagian luar wadah kultur, permukaan tempat kerja, dan banyak lagi.
Udara
steril di dalam laminar air flow cabinet memungkinkan kita untuk dengan mudah
membuka wadah kultur dan bekerja secara steril.
Peralatan
dapat disterilisasi dengan mencelupkan pada alcohol 70 – 80% yang diikuti
dengan pembakaran (flaming) menggunakan Bunsen burner atau lampu
spiritus. Bleach dapat juga digunakan sebagai alternatif untuk
mensterilisasi peralatan dengan alcohol. Larutan klorin encer (0.1 –
0.25% klorin) dapat digunakan. Peralatan harus stainless steel, karena
bahan lain akan berkarat dengan cepat jika direndam dalam bleach.
Secara
ringkas langkah berikut mesti dilakukan jika melakukan kegiatan kultur
jaringan:
1. Semprot atau
usap baigan dalam laminar flow cabinet dengan 70% etil atau isopropyl alcohol
sebelum menghidupkan cabinet. Alcohol 70% penting dinguankan, absolute
alcohol (95%) tidak membunuh mikroba)
2. Hidupkan
cabinet. Jika anda menggunakan lampu UV pastikan anda sudah mematikannya
sebelum meletakkan bahan tanaman di dalam cabinet.
3. Semprot semua
wadah dan bahan dengan ethanol 70% sebelum meletakkannya dalam cabinet.
4. Cuci tangan
dan lengan dengan sabun dan air dan usap dengan 70% ethanol sebelum mengambil
tanaman. Penting dicatat bahwa ethanol memiliki efek residual; karenanya
sebaiknya menggunakan Hexifoam (desinfektan untuk kulit).
5. Jika
menggunakan api, berhati-hatilah
6. Atur ruang
kerja dalam cabinet sehingga tidak banyak gerakan tangan menyilang di dalam
cabinet.
7. Jika bahan
tanaman jatuh ke permukaan cabinet, anggap terkontaminasi dan buang
8. Setelah
selesai mentransfer kultur, matikan cabinet, semprot atau usap dengan 70%
ethanol dan tutup cabinet.
11.4 Lingkungan ruang kultur
Sangat
penting menjaga kebersihan ruang kultur. Ruang kultur dapat dilengkapi
lampu UV yang dihidupkan selama misalnya 30 menit setiap harinya. Pakaian
staf lab harus selalu bersih. Gunakan perlengkapan tambahan seperti tutp
kepala, face mask dan sarung tangan untuk mencegah resiko kontaminasi.
Ruang yang panas, lembab dan berdebu memiliki resiko kontaminasi yang lebih
besar dibandingkan ruang sejuk dengan kelembaban rendah dan sedikit debu.
Banyak lab menggunakan AC untuk menjaga suhu ruang kultur. Jika
memungkinkan, pilih AC dengan system yang tidak memberikan banyak pergerakan
air karena transfer mikroorganisme memalui aliran udara merupakan sumber
kontaminan umum.
Media Kultur Jaringan
Salah
satu kesulitan dalam kultur jaringan tanaman adalah kebutuhan nutrisi untuk
pertumbuhan optimum sangat berbeda pada tiap spesies, sehingga tidak ada media
yang dapat direkomendasikan untuk semua tanaman. Penelitian – penelitian yang
intensif pada kultur jaringan selama 50 tahun terakhir telah banyak
mengembangkan media, beberapa diantaranya telah digunakan secara luas dalam
kultur jaringan saat ini. Media ini diberikan pada Tabel 12.1. Bahan kimia
dalam media biasanya ditentukan, artinya hanya hara tertentu yang dimasukkan ke
dalam media, atau media dapat juga mengandung bahan tambahan kompleks seperti
air kelapa atau jus jeruk yang mengandung zat pengatur tumbuh.
12.1. Komposisi Media Kultur Jaringan
12.1.1. Hara anorganik
Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan beberapa hara yang dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk pertumbuhan normal dalam kultur jaringan, unsur – unsur penting ini harus dimasukkan dalam media kultur. Perbandingan 5 media pada Tabel 12.1 memperlihatkan bahwa unsur esensial ini dimasukkan pada masing – masing media tapi konsentrasinya berbeda karena diberikan dalam bentuk yang berbeda.
12.1.1. Hara anorganik
Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan beberapa hara yang dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk pertumbuhan normal dalam kultur jaringan, unsur – unsur penting ini harus dimasukkan dalam media kultur. Perbandingan 5 media pada Tabel 12.1 memperlihatkan bahwa unsur esensial ini dimasukkan pada masing – masing media tapi konsentrasinya berbeda karena diberikan dalam bentuk yang berbeda.
12.1.2. Hara organik
Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya. Meskipun tanaman in vitro dapat mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin mesti ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan.
Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya. Meskipun tanaman in vitro dapat mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin mesti ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan.
Selain
bahan organik tersebut, bahan kompleks seringkali ditambahkan, termasuk ekstrak
ragi, casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan lain –
lain. Penambahan bahan kompleks ini menghasilkan media yang tak terdefinisi.
Dengan penelitian yang cukup, semestinya bahan kompleks ini dapat diganti
dengan zat tertentu, mungkin tambahan suatu vitamin atau asam amino.
12.1.3. Sumber karbon
Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energy bagi pertumbuhan tanaman dan juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan untuk tumbuh.
Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energy bagi pertumbuhan tanaman dan juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan untuk tumbuh.
Biasanya
sukrosa pada konsentrasi 1 – 5% digunakan sebagai sumber karbon tapi sumber
karbon lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan.
Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan
fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien oleh tanaman dalam kultur.
12.1.4 Agar
Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel. Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin kadang – kadang digunakan pada lab komersial.
Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel. Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin kadang – kadang digunakan pada lab komersial.
Gel
sintetis diketahui dapat menyebabkan hyperhidration (vitrifikasi) yang
merupakan problem fisiologis yang terjadi pada kultur. Untuk mengatasi masalah
ini, produk baru bernaman Agargel telah diproduksi ole Sigma. Produk ini merupakan
campuran agar dan gel sintetis dan menawarkan kelebihan kedua produk sekaligus
mengurangi problem vitrifikasi. Produk ini dapat dibuat di lab dengan
mencampurkan 1 g Gelrite (Phytagel) dengan 4 g agar sebagai agen pengental
untuk 1 L media.
12.1.5 pH
pH media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat.
pH media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat.
12.1.6. Zat Pengatur Tumbuh
Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh akan dibahas tersendiri pada minggu 13.
Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh akan dibahas tersendiri pada minggu 13.
12.1.7. Air
Air distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab menggunakan aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan ekonomi, menggunakan air hujan, tapi ini menyebabkan sulit mengontrol kandungan bahan organik dan non-organik pada media.
Air distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab menggunakan aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan ekonomi, menggunakan air hujan, tapi ini menyebabkan sulit mengontrol kandungan bahan organik dan non-organik pada media.
12.2. Pemilihan Media
Jika tidak ada informasi awal, biasanya mulai dengan media MS (Murashige dan Skoog 1962). Media ini mengandung konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi dibandingkan media lain, dan telah sukses digunakan pada berbagai tanaman dikotil. Untuk inisiasi kalus, 2.4-D ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1 – 5 mgL-1. Untuk multiplikasi tunas, sitokinin seperti BAP ditambahkan dan juga diberi auksin, seperti NAA pada konsentrasi yang rendah. Untuk inisiasi akar, IBA pada konsentrasi 1 – 2 mgL-1 ditambahkan. Faktor yang paling sulit ditentukan dalam kultur jaringan adalah zat pengatur tumbuh dan biasanya perlu melakukan penelitian kecil untuk menentukan konsentrasi terbaik yang akan digunakan. Ada 2 pendekatan: Pendekatan pertaman adalah dengan menggunakan media dasar MS dan meneliti kisaran dua zat pengatur tumbuh yang berbeda. Lihat table 12.1.
Jika tidak ada informasi awal, biasanya mulai dengan media MS (Murashige dan Skoog 1962). Media ini mengandung konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi dibandingkan media lain, dan telah sukses digunakan pada berbagai tanaman dikotil. Untuk inisiasi kalus, 2.4-D ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1 – 5 mgL-1. Untuk multiplikasi tunas, sitokinin seperti BAP ditambahkan dan juga diberi auksin, seperti NAA pada konsentrasi yang rendah. Untuk inisiasi akar, IBA pada konsentrasi 1 – 2 mgL-1 ditambahkan. Faktor yang paling sulit ditentukan dalam kultur jaringan adalah zat pengatur tumbuh dan biasanya perlu melakukan penelitian kecil untuk menentukan konsentrasi terbaik yang akan digunakan. Ada 2 pendekatan: Pendekatan pertaman adalah dengan menggunakan media dasar MS dan meneliti kisaran dua zat pengatur tumbuh yang berbeda. Lihat table 12.1.
Tabel
12.1 Pendekatan eksperimental untuk memilih konsentrasi yang paling tepat dari
BAP dan NAA sebagai tambahan pada media MS berisi 2% sukrosa dan 0.8% agar,
Dimodifikasi dari Bhojwani dan Razdan (1983).
BAP (mg/L)
|
||||
NAA (mg/L)
|
0
|
0.5
|
2.5
|
5.0
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
0.5
|
5
|
6
|
7
|
8
|
2.5
|
9
|
10
|
11
|
12
|
5.0
|
13
|
14
|
15
|
16
|
Pendekatan
kedua adalah dengan menggunakan metode yang lebih luas menurut deFossard (1976)
diaman 4 kategori, mineral, auksin, organik dan sitokinin diuji masing – masing
pada 3 konsentrasi. Percobaan yang besar ini memerlukan 81 perlakuan yang
berbeda dan sangat menghabiskan waktu tapi mungkin diperlukan untuk beberapa
tanaman yang sangat sulit dikulturkan.
12.3. Persiapan Media
Media yang paling banyak digunakan adalah Murashige dan Skoog (1962). Cara yang paling mudah untuk menyiapkan media MS adalah dengan membeli prepacked media yang banyak dijual secara komersial.
Media yang paling banyak digunakan adalah Murashige dan Skoog (1962). Cara yang paling mudah untuk menyiapkan media MS adalah dengan membeli prepacked media yang banyak dijual secara komersial.
Berikut
adalah hal – hal penting yang mendasar dalam pembuatan media :
1. Sebelum
memulai, siapkan lembar media dan tentukan media apa dan berapa banyak yang
akan anda buat. Tulis informasi ini pada lembar kerja dan periksa setiap
langkah sambil anda bekerja. Tanda tangani dan tulis tanggal pada lembar kerja
dan letakkan pada notebook. Anda dapat menuliskan komentar tentang apa saja
yang tidak biasa atau penting yang terjadi pada saat anda membuat media.
2. Cuci alat
gelas dengan air destilata sebelum mulai menyiapkan media.
3. Ukur kira –
kira 90% dari volume akhir air destilata, misalnya 900 ml untuk volume akhir 1
liter, lalu masukkan ke dalam beaker.
4. Jika anda akan
memanaskan larutan, pastikan anda menggunakan alat tahan panas.
5. Sambil
mengaduk air, perlahan masukkan bubuk MS dan aduk hingga benar – benar larut.
Cuci bagian dalam paket MS dengan air destilata untuk mengambil sisa – sisa
bubuk dan masukkan ke larutan media.
6. Masukkan bahan
tahan panas lainnya – stok GM,myo-inositol, sucrose, BA, aduk rata.
7. Atur pH media
menggunakan NaOH, HCl, or KOH.
8. Buat volume
akhir media dengan menggunakan labu takar
9. Jika
menggunakan agar, masukkan ke dalam campuran media sebelum diautoklaf.
10. Media harus
selalu diautoklaf dalam wadah dengan ukuran 1 1/2 x atau 2x lebih besar dari
volume media agar media tidak tumpah.
11. Tuangkan media
sesuai kebuthan sebelum diautoklaf atau sesudah diautoklaf, tergantung
kebutuhan.
12. Tutp wadah
pada saat diautoklaf, tapi jangan terlalu erat, agar ada pertukaran udara.
13. Media
disterilisasi dengan mengautoklaf pada 1 kg/cm2 (15 psi), 121º C selama kurang
lebih 30 menit. Volume yang lebih besar (200 ml atau lebih) mungkin memerlukan
waktu yang lebih lama. Gunakan exhaust yang lambat.
14. Biarkan media
mendingin hingga 55º C sebelum menambahkan bahan – bahan yang tidak tahan panas
(acetosyringone, claforan, kanamycin).
15. Media
dituangkan ke petri dish biasanya dengan volume 25 ml per petri. Ini akan
menghasilkan sekitar 40 petri per liter media.
16. Dinginkan
media di dalam laminar. Jangan pindahkan petri yang telah diisi media sampai
petri tersebut dingin.
17. Simpan media
yang sudah dingin di refrigerator.
Bacaan selanjutnya:
a) Power point media
a) Power point media
Zat Pengatur Tumbuh dalam kultur jaringan.
Hormon
adalah bahan organik yang disintesa pada jaringan tanaman. Hormon diperlukan
dalam konsentrasi yang rendah untuk mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Banyak molekul sintetis organik yang telah dikenal memiliki aktivitas
serupa hormon. Senyawa sintetis dan hormon yang secara alami ada, dikenal
dengan sebutan zat pengatur tumbuh.
Kultur
jaringan merupakan manipulasi pertumbuhan tanaman dalam kondisi yang terkontrol
dengan baik dan auksin serta sitokinin berperan penting dalam manipulasi ini.
Kebanyakan eksplan menghasilkan sejumlah (endogenus) auksin dan sitokinin.
Dalam kultur jaringan, tambahan (exogenous) zat pengatur tumbuh diberikan untuk
memperoleh efek pertumbuhan. Sebagai panduan umum, auksin atau sitokinin atau
keduanya ditambahkan ke dalam kultur untuk memperoleh respon pertumbuhan.
Beberapa
aspek praktis penggunaan zat pengatur tumbuh
Zat
pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan pada media disimpan dalam gelap pada
refrigerator sebagai larutan stok. Sedikit volume (misalnya 50 mL) larutan stok
mengandung 1 mg mL-1 ZPT dapat disimpan untuk beberapa lama. Kestabilan zpt
bervariasi: kinetin dan IAA tidak stabil pada kondisi cahaya, sehingga biasanya
disimpan pada botol berwarna gelap. Juga, IAA kehilangan aktivitasnya pada
larutan aqueous sehingga larutan stok IAA sebaiknya tidak disimpan dalam jangka
waktu yang lama.
De
Fossard (1976) memberi detail yang sangat berguna untuk persiapan larutan stok.
Secara umum, auksin harus dilarutkan dulu pada sedikit alcohol (95%) sebelum
volume sebenarnya dibuat dengan penambahan air. Sitokinin harus dilarutkan
terlebih dahulu pada sedikit larutan 1 N asam hydrochloric dan lalu ditambahkan
air sampai volume sebenarnya.
13.1. Auksin
Auksin
Auksin
Bacaan selanjutnya:
a) Power point zat pengatur tumbuh
a) Power point zat pengatur tumbuh
Aspek komersial
14.1. Perbanyakan mikro
Perbanyakan
mikro sebagai teknik memiliki daya tarik komersial karena seseorang dapat
memproduksi varietas baru dalam jumlah besar secara cepat atau memproduksi
tanaman bebas penyakit. Teknik kultur jaringan saat ini telah sangat maju
dan banyak pustaka – pustaka kultur jaringan yang memberi informasi detail
tentang kultur spesies tertentu. Berikut dibahas tentang alasan – alasan
keuntungan yang rendah dan kegagalan dalam pelaksanaan kultur jaringan tanaman
secara keseluruhan.
14.1.1. Alasan rendahnya keuntungan cukup banyak tapi termasuk,
a)
kurang pengetahuan
b) kurang fasilitas
c) manajemen dan keahlian bisnis yang buruk
d) produk yang buruk
e) kurang keahlian pemasaran
f) biaya tinggi untuk perbanyakan mikro secara komersial
b) kurang fasilitas
c) manajemen dan keahlian bisnis yang buruk
d) produk yang buruk
e) kurang keahlian pemasaran
f) biaya tinggi untuk perbanyakan mikro secara komersial
1. Kurang
pengetahuan
Banyak
operator masuk ke perbanyakan mikro komersial tanpa pengetahuan yang cukup
tentang kultur jaringan. Agar sukses, mereka harus memiliki pengetahuan
dasar tentang faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, bagaimana
tanaman berespon terhadap kultur dan bagaimana pertumbuhan tanaman tersebut
dapat dimanipulasi. Dasar yang cukup tentang fungsi tanaman akan
memungkinkan si pelaksana untuk memodifikasi prosedur untuk menjaga produksi
tanaman tetap tinggi. Saat ini beberapa organisai mengadakan kursus –
kursus kultur jaringan yang dapat diikuti untuk meningkatkan pengetahuan di
bidang kultur jaringan.
2. Kurang
fasilitas
Perbanyakan mikro untuk penghobi dapat dilakukan
di dapur dengan menggunakan panci presto untuk mensterilisasi media dan bahan
(dokumen tc-utk-home-gardener ),
tapi tidak cocok untuk kebutuhan komersial. Appendix 14.1 memberi daftar alat – alat yang
diperlukan pada laboratorium kultur jaringan yang lengkap untuk perbanyakan
mikro. Tergantung luas lab, biaya pendirian mungkin melebihi
$50.000. Tapi biaya dapat ditekan dengan membeli peralatan second hand.
3. Tidak cukup
keuangan, serta manajemen dan kemampuan bisnis yang buruk
Meskipun
teknik perbanyakan mikro relatif sederhana, kesuskesan tergantung pada
fasilitas yang memadai yang mampu mengakomodasi perbanyakan tanaman dalam
jumlah besar sesuai pesanan. Keuangan yang cukup diperlukan untuk biaya
pemeliharaan fasilitas dan operasional. Manajemen fasilitas dan stat
mesti dididik sesuai tingkat produksi yang diinginkan.
4. Kualitas
produk
Agar
sukses pada di pasar yang penuh kompetisi, tanaman harus berkualitas tinggi dan
“true to type”. Kualitas dapat dicapai dengan memperhatikan detil seperti
prosedur perbanyakan, frekuensi transfer, kesesuaian media dan kontrol
lingkungan pada areal pertumbuhan tanaman. Banyak lab yang tidak sadar
pada potensi bahaya mutasi yang terjadi pada kultur jaringan. Misalnya
tanaman pisang atau kelapa sawit yang tidak produktif baru diketahui setelah
beberapa tahun. Ini mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi perusahaan.
5. Kurangnya
keahlian pemasaran
Lab
kultur jaringan yang didirikan untuk menyediakan tipe tanaman tertentu untuk
perusahaan pembibitan tertentu biasanya menghadapi masalah pemasaran
dibandingkan lab yang menyediakan untuk perusahaan pembibitan secara umum.
6. Biaya produksi
Levin
dan Vasil (1989) telah mempertimbangkan cara – cara untuk menekan biaya
produksi pada 4 tahap operasional, meliputi : i) pengurangan biaya pada tahap
multiplikasi, ii) pengurangan biaya pada tahap pertumbuhan, iii) penekanan
biaya pada tahap di rumah kaca dan iv) penekanan biaya pada saat pemindahan ke
lapang.
14.2. Perbanyakan anggrek dan tanaman lain
BAP (mg/L)
| ||||
NAA (mg/L)
|
0
|
0.5
|
2.5
|
5.0
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
0.5
|
5
|
6
|
7
|
8
|
2.5
|
9
|
10
|
11
|
12
|
5.0
|
13
|
14
|
15
|
16
|
Pendekatan kedua adalah dengan menggunakan metode yang lebih luas menurut deFossard (1976) diaman 4 kategori, mineral, auksin, organik dan sitokinin diuji masing – masing pada 3 konsentrasi. Percobaan yang besar ini memerlukan 81 perlakuan yang berbeda dan sangat menghabiskan waktu tapi mungkin diperlukan untuk beberapa tanaman yang sangat sulit dikulturkan.
12.3. Persiapan Media
Media yang paling banyak digunakan adalah Murashige dan Skoog (1962). Cara yang paling mudah untuk menyiapkan media MS adalah dengan membeli prepacked media yang banyak dijual secara komersial.
Media yang paling banyak digunakan adalah Murashige dan Skoog (1962). Cara yang paling mudah untuk menyiapkan media MS adalah dengan membeli prepacked media yang banyak dijual secara komersial.
Berikut adalah hal – hal penting yang mendasar dalam pembuatan media :
- Sebelum memulai, siapkan lembar media dan tentukan media apa dan berapa banyak yang akan anda buat. Tulis informasi ini pada lembar kerja dan periksa setiap langkah sambil anda bekerja. Tanda tangani dan tulis tanggal pada lembar kerja dan letakkan pada notebook. Anda dapat menuliskan komentar tentang apa saja yang tidak biasa atau penting yang terjadi pada saat anda membuat media.
- Cuci alat gelas dengan air destilata sebelum mulai menyiapkan media.
- Ukur kira – kira 90% dari volume akhir air destilata, misalnya 900 ml untuk volume akhir 1 liter, lalu masukkan ke dalam beaker.
- Jika anda akan memanaskan larutan, pastikan anda menggunakan alat tahan panas.
- Sambil mengaduk air, perlahan masukkan bubuk MS dan aduk hingga benar – benar larut. Cuci bagian dalam paket MS dengan air destilata untuk mengambil sisa – sisa bubuk dan masukkan ke larutan media.
- Masukkan bahan tahan panas lainnya – stok GM,myo-inositol, sucrose, BA, aduk rata.
- Atur pH media menggunakan NaOH, HCl, or KOH.
- Buat volume akhir media dengan menggunakan labu takar
- Jika menggunakan agar, masukkan ke dalam campuran media sebelum diautoklaf.
- Media harus selalu diautoklaf dalam wadah dengan ukuran 1 1/2 x atau 2x lebih besar dari volume media agar media tidak tumpah.
- Tuangkan media sesuai kebuthan sebelum diautoklaf atau sesudah diautoklaf, tergantung kebutuhan.
- Tutp wadah pada saat diautoklaf, tapi jangan terlalu erat, agar ada pertukaran udara.
- Media disterilisasi dengan mengautoklaf pada 1 kg/cm2 (15 psi), 121º C selama kurang lebih 30 menit. Volume yang lebih besar (200 ml atau lebih) mungkin memerlukan waktu yang lebih lama. Gunakan exhaust yang lambat.
- Biarkan media mendingin hingga 55º C sebelum menambahkan bahan – bahan yang tidak tahan panas (acetosyringone, claforan, kanamycin).
- Media dituangkan ke petri dish biasanya dengan volume 25 ml per petri. Ini akan menghasilkan sekitar 40 petri per liter media.
- Dinginkan media di dalam laminar. Jangan pindahkan petri yang telah diisi media sampai petri tersebut dingin.
- Simpan media yang sudah dingin di refrigerator.
Bacaan selanjutnya:
a) Power point media
a) Power point media
Zat Pengatur Tumbuh dalam kultur jaringan.
Hormon adalah bahan organik yang disintesa pada jaringan tanaman. Hormon diperlukan dalam konsentrasi yang rendah untuk mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Banyak molekul sintetis organik yang telah dikenal memiliki aktivitas serupa hormon. Senyawa sintetis dan hormon yang secara alami ada, dikenal dengan sebutan zat pengatur tumbuh.
Kultur jaringan merupakan manipulasi pertumbuhan tanaman dalam kondisi yang terkontrol dengan baik dan auksin serta sitokinin berperan penting dalam manipulasi ini. Kebanyakan eksplan menghasilkan sejumlah (endogenus) auksin dan sitokinin. Dalam kultur jaringan, tambahan (exogenous) zat pengatur tumbuh diberikan untuk memperoleh efek pertumbuhan. Sebagai panduan umum, auksin atau sitokinin atau keduanya ditambahkan ke dalam kultur untuk memperoleh respon pertumbuhan.
Beberapa aspek praktis penggunaan zat pengatur tumbuh
Zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan pada media disimpan dalam gelap pada refrigerator sebagai larutan stok. Sedikit volume (misalnya 50 mL) larutan stok mengandung 1 mg mL-1 ZPT dapat disimpan untuk beberapa lama. Kestabilan zpt bervariasi: kinetin dan IAA tidak stabil pada kondisi cahaya, sehingga biasanya disimpan pada botol berwarna gelap. Juga, IAA kehilangan aktivitasnya pada larutan aqueous sehingga larutan stok IAA sebaiknya tidak disimpan dalam jangka waktu yang lama.
De Fossard (1976) memberi detail yang sangat berguna untuk persiapan larutan stok. Secara umum, auksin harus dilarutkan dulu pada sedikit alcohol (95%) sebelum volume sebenarnya dibuat dengan penambahan air. Sitokinin harus dilarutkan terlebih dahulu pada sedikit larutan 1 N asam hydrochloric dan lalu ditambahkan air sampai volume sebenarnya.
13.1. Auksin
Auksin
Auksin
Bacaan selanjutnya:
a) Power point zat pengatur tumbuh
a) Power point zat pengatur tumbuh
Aspek komersial
14.1. Perbanyakan mikro
Perbanyakan mikro sebagai teknik memiliki daya tarik komersial karena seseorang dapat memproduksi varietas baru dalam jumlah besar secara cepat atau memproduksi tanaman bebas penyakit. Teknik kultur jaringan saat ini telah sangat maju dan banyak pustaka – pustaka kultur jaringan yang memberi informasi detail tentang kultur spesies tertentu. Berikut dibahas tentang alasan – alasan keuntungan yang rendah dan kegagalan dalam pelaksanaan kultur jaringan tanaman secara keseluruhan.
14.1.1. Alasan rendahnya keuntungan cukup banyak tapi termasuk,
a) kurang pengetahuan
b) kurang fasilitas
c) manajemen dan keahlian bisnis yang buruk
d) produk yang buruk
e) kurang keahlian pemasaran
f) biaya tinggi untuk perbanyakan mikro secara komersial
b) kurang fasilitas
c) manajemen dan keahlian bisnis yang buruk
d) produk yang buruk
e) kurang keahlian pemasaran
f) biaya tinggi untuk perbanyakan mikro secara komersial
- Kurang pengetahuan
Banyak operator masuk ke perbanyakan mikro komersial tanpa pengetahuan yang cukup tentang kultur jaringan. Agar sukses, mereka harus memiliki pengetahuan dasar tentang faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, bagaimana tanaman berespon terhadap kultur dan bagaimana pertumbuhan tanaman tersebut dapat dimanipulasi. Dasar yang cukup tentang fungsi tanaman akan memungkinkan si pelaksana untuk memodifikasi prosedur untuk menjaga produksi tanaman tetap tinggi. Saat ini beberapa organisai mengadakan kursus – kursus kultur jaringan yang dapat diikuti untuk meningkatkan pengetahuan di bidang kultur jaringan.
- Kurang fasilitas
Perbanyakan mikro untuk penghobi dapat dilakukan di dapur dengan menggunakan panci presto untuk mensterilisasi media dan bahan (dokumen tc-utk-home-gardener ), tapi tidak cocok untuk kebutuhan komersial. Appendix 14.1 memberi daftar alat – alat yang diperlukan pada laboratorium kultur jaringan yang lengkap untuk perbanyakan mikro. Tergantung luas lab, biaya pendirian mungkin melebihi $50.000. Tapi biaya dapat ditekan dengan membeli peralatan second hand.
- Tidak cukup keuangan, serta manajemen dan kemampuan bisnis yang buruk
Meskipun teknik perbanyakan mikro relatif sederhana, kesuskesan tergantung pada fasilitas yang memadai yang mampu mengakomodasi perbanyakan tanaman dalam jumlah besar sesuai pesanan. Keuangan yang cukup diperlukan untuk biaya pemeliharaan fasilitas dan operasional. Manajemen fasilitas dan stat mesti dididik sesuai tingkat produksi yang diinginkan.
- Kualitas produk
Agar sukses pada di pasar yang penuh kompetisi, tanaman harus berkualitas tinggi dan “true to type”. Kualitas dapat dicapai dengan memperhatikan detil seperti prosedur perbanyakan, frekuensi transfer, kesesuaian media dan kontrol lingkungan pada areal pertumbuhan tanaman. Banyak lab yang tidak sadar pada potensi bahaya mutasi yang terjadi pada kultur jaringan. Misalnya tanaman pisang atau kelapa sawit yang tidak produktif baru diketahui setelah beberapa tahun. Ini mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi perusahaan.
- Kurangnya keahlian pemasaran
Lab kultur jaringan yang didirikan untuk menyediakan tipe tanaman tertentu untuk perusahaan pembibitan tertentu biasanya menghadapi masalah pemasaran dibandingkan lab yang menyediakan untuk perusahaan pembibitan secara umum.
- Biaya produksi
Levin dan Vasil (1989) telah mempertimbangkan cara – cara untuk menekan biaya produksi pada 4 tahap operasional, meliputi : i) pengurangan biaya pada tahap multiplikasi, ii) pengurangan biaya pada tahap pertumbuhan, iii) penekanan biaya pada tahap di rumah kaca dan iv) penekanan biaya pada saat pemindahan ke lapang.
14.2. Perbanyakan anggrek dan tanaman lain
Subahanallah lengkap sekali artikelnya mohon izin copy.. silahkan kunjungi balik web saya...
ReplyDeleteKapsul Kulit Manggis